SAYYIDAH NAFISAH, MUTIARANYA AHLI ZUHUD, KEBANGGAAN BANI HASYIM DAN SRIKANDINYA AHLU AL-BAIT Oleh: Joko Supriyanto*
http://kaweruh99.blogspot.com/2016/03/sayyidah-nafisah-mutiaranya-ahli-zuhud.html
Sayyidah Nafisah, Siapakah beliau ini? Apakah beliau hanya
seorang perempun biasa yang derajatnya dibawah laki-laki, ataukah beliau
perempuan luar biasa yang derajatnya lebih tinggi dibanding laki-laki?
Jika selama ini kita mempunyai anggapan bahwa kedudukan laki-laki itu lebih
mulia dibanding perempuan, sebaiknya anggapan itu segera kita hilangkan, karena
sesungguhnya Allah Subḥānahu wa Ta’ālā memandang hambanya bukan dari
status gendernya, melainkan dari segi ketaqwaannya.
Banyak orang ‘alim seperti ulama’ dan waliyullah dari golongan
laki-laki, namun tidak sedikit juga orang ‘alim dari golongan perempuan,
salah satunya yaitu Sayyidah Nafisah Raḍiyallahu ‘Anha.
Sayyidah Nafisah merupakan salah satu keturunan Rasulullah Ṣallallah
Alayhi wa Sallam. Beliau memang terkenal sebagai seorang srikandi yang
berani bahkan terkenal dengan kehebatan ilmunya yang tinggi sehingga mendapat gelar
sebagai “Umm al-‘Ulūm” (Ibu dari berbagai ilmu). Beliau puteri Imam
Hasan al-Anwar bin Zaid al-Ablaj bin Imam Hasan bin Imam Ali Raḍiyallahu
‘Anhu. Beliau lahir di kota Makkah, pada 11 Rabiul Awal 145H. Nama beliau,
“Nafisah” diambil dari kalimah "al-nafasah" yang memiliki arti
kemuliaan atau ketinggian derajat.
Sayyidah Nafisah hidup dilingkungan kenabian. Setelah dilahirkan di Makkah
al-Mukaramah, ia tinggal dalam nuansa keagungan dan kemuliaan. Bersama dengan
orangtuanya, beliau pindah ke Madinah al-Munawwarah. Pada saat itu, ia telah berumur
lima tahun.
Sejak awal, Sayyidah Nafisah selalu disibukkan dengan mempelajari ilmu-ilmu
keagamaan. Sayyidah Nafisah memiliki posisi seperti gadis-gadis lain di
Madinah. Ia pergi ke masjid kakeknya bersama sekelompok gadis-gadis Madinah
untuk mempelajari Hadis dan Fiqih. Diantara ulama yang mengajar di Masjid Nabawi saat itu adalah Imam Malik.
Sayyidah Nafisah termasuk murid yang
hebat dan telah berhasil membaca Kitab al-Muwaṭṭa’ dihadapan Imam Malik.
Setelah menikah, Sayyidah Nafisah hijrah ke Mesir bersama suaminya, Ishaq
al-Mu’tasim bin Ja’far as-Siddiq, pada tahun 193H, setelah sebelumnya ziarah ke
makam Nabi Ibrahim Alayhi al-Salam. Sayyidah Nafisah menetap di
Mesir selama 7 tahun. Penduduk Mesir sangat menyayanginya dan percaya akan
karamahnya. Mereka selalu berduyun-duyun mendatanginya, berdesakan mendengarkan
mauiẓahnya dan
memohon doanya. Hal ini membuat suaminya berfikir untuk mengajaknya pindah ke
tanah Hijaz, namun beliau menolak dan menjawab: “Aku tidak bisa pergi ke Hijaz
kerana aku bermimpi bertemu Rasulullah Ṣallallah Alayhi wa Sallam, beliau berkata kepadaku: “Janganlah kamu
pergi dari Mesir kerena nanti Allah akan mewafatkanmu di sana (di Mesir).”
v Kepribadian
Sayyidah Nafisah
Sayyidah Nafisah adalah seorang yang sangat tekun beribadah kepada Allah Subḥānahu
wa Ta’ālā. Pada waktu siang hari beliau berpuasa sedangkan pada malamnya beliau bertahajjud, menghidupkan malam dengan berzikir dan
membaca al-Quran. Beliau sangat zuhud dengan kehidupannya. Sangat berhati-hati dalam menjalani kehidupan
dunia yang menipu daya. Disamping itu, Sayyidah Nafisah termasuk
istri yang sangat taat
terhadap suaminya. Beliau sangat mematuhi perintah suaminya dan melayani suaminya dengan sebaik-baiknya.
Sayyidah Nafisah adalah seorang
yang terkenal zuhud dan mengasihi manusia yang lain. Pernah satu ketika, beliau
menerima uang sebanyak 1000
dirham dari raja untuk keperluan dirinya, karena beliau telah menyadarkan raja tersebut dari keẓalimannya.
Beliau telah membahagikan semua uang tersebut
kepada fakir miskin sebelum sampai
memasuki rumahnya. Uang
hadiah dari raja itu sedikit pun tidak diambilnya untuk kepentingan dirinya.
Semuanya disedekahkan kepada fakir dan miskin. Demikianlah dermawannya Sayyidah
Nafisah terhadap fakir miskin.
Hingga pelayan beliau berkata:”Wahai Tuanku, sisakan sedikit uang itu untuk
membeli sarapan”. Jawab beliau: “juallah
kainku ini untuk membeli sarapan”. Pelayan itu menjual kain beliau di pasar.
Dan uangnya digunakan untuk membeli sarapan tanpa mengambil uang sepeserpun
dari pemberian dari penguasa tersebut.
v Peribadahan
Sayyidah Nafisah
Sayyidah Nafisah sangat gemar membaca al-Quran, terbiasa berpuasa di siang
hari, shalat pada malamnya, sangat mengasihi orang miskin, anak-anak yatim dan
manusia pada umumnya. Diriwayatkan daripada Sayyidah Zainab binti Sayyid Yahya
yang juga anak saudaranya, beliau berkata, “Aku telah berkhidmah kepada
ibu saudaraku, Sayyidah Nafisah selama 40 tahun. Aku tidak pernah melihat
Sayyidah Nafisah tidur pada siang dan malam kecuali karena darurat (terpaksa),
kerana beliau selalu sibuk dengan peribadahannya. Beliau juga senantiasa berpuasa
kecuali dua hari raya dan hari tasyriq. Lalu aku bertanya kepada beliau,
“Wahai ibu saudaraku! Tidakkah engkau merasa lelah?, kasihanilah tubuhmu itu”
Lantas beliau berkata, “Bagaimana aku mampu mengasihani diriku sedangkan
dihadapanku azab Allah sedang menanti. Tiada siapapun yang dapat mengelak
daripadanya kecuali orang-orang yang berjaya.”
Sayyidah Nafisah telah mengerjakan haji sebanyak 30 kali dan kebanyakannya
beliau pergi dengan berjalan kaki. Beliau selalu berdoa sambil menangis di sisi
Ka’bah “ Wahai Tuhanku, Penciptaku, Penolongku, Berikanlah kegembiraan kepadaku
dengan riḍaMu kepadaku. Janganlah Engkau jadikan diriku ini sebagai
penghalag (hijab) antara Kau dan aku. Tuhanku, Permudahkanlah aku
menziarahi kubur kekasih-Mu, Ibrahim (maksudnya adalah untuk dipermudah ke Makkah
guna melaksanakan ibadah haji)”.
v Sayyidah Nafisah dan Imam Syafi’i
Sejarah sepakat mengatakan bahawa
Sayyidah Nafisah semasa dengan Imam Syafi’i. Keduanya saling menghormati. Di ceritakan bahawa Imam Syafi’i meriwayatkan hadis dari Sayyidah
Nafisah. Setiap berkunjung ke kediaman Sayyidah Nafisah, Imam Syafi’i dan pengikutnya sangat menjunjung tinggi adab sopan santun
terhadap beliau.
Imam Syafi’i setiap tertimpa penyakit selalu mengirim
utusan ke Sayyidah Nafisah agar berkenan mendoakannya dengan kesembuhannya. Dan
benar, setelah itu Imam Syafi’i
mendapatkan kesembuhan. Ketika Imam Syafi’i tertimpa penyakit yang menyebabkan beliau wafat, Sayyidah Nafisah
berkata pada utusan Imam Syafi’i:
“Semoga Allah memberikan kenikmatan pada Syafi’i dengan melihat wajahNya yang mulia.”
v Karomah Sayyidah
Nafisah
Sayyidah yang mulia ini sudah
mendapatkan keutamaan sejak masa kecilnya. Al-Hafiz Abu Muhammad dalam kitabnya Tuhfatu al-Asyrāf bercerita: Suatu
ketika, al-Hasan, ayahanda Sayyidah Nafisah membawa Nafisah semasa kecil
ke makam Rasulullah Ṣallallah
Alayhi wa Sallam. Di sini sang ayah berkata :“Tuanku, Bagindaku
Rasulullah Ṣallallah Alayhi
wa Sallam, ini puteriku. Aku riḍa dengannya. Kemudian keduanya
pulang. Di malam hari sang ayah bermimpi
bertemu Rasulullah Ṣallallah
Alayhi wa Sallam dan beliau bersabda:
“Wahai Hasan, Aku riḍa dengan puterimu Nafisah
kerana keriḍaanmu
itu. Dan Allah Subḥānahu wa
Ta’ālā juga riḍa karena riḍaku
itu.
Beberapa karomah Sayyidah Nafisah yang lain, di antaranya adalah :
1.
Selama hidupnya beliau telah mengkhatamkan
al-Quran sebanyak 4000 kali.
2.
Suami Sayyidah Nafisah (Ishaq bin al Mu’taman bin
Ja’far ash Shadiq) pernah berkeinginan untuk memindah makam beliau ke pemakaman
Baqi’ (Madinah). Kemudian penduduk Mesir meminta suami Sayyidah Nafisah
untuk mengurungkan keinginannya, kerana penduduk Mesir ingin mendapatkan berkah
darinya. Akhirnya, pada suatu malam suami Sayyidah Nafisah bermimpi bertemu
Rasulullah Ṣallallah Alayhi wa
Sallam. Beliau bersabda,
“Wahai Abu Ishaq, janganlah kamu menentang keinginan penduduk Mesir, karena
Allah akan memberikan berkahNya kepada penduduk Mesir melalui Sayyidah
Nafisah”.
3.
Ketika pembantu Sayyidah Nafisah yang bernama
Jauharah keluar rumah untuk membawakan air wudhu untuk beliau, pada waktu itu
hujan deras sekali. Akan tetapi, tapak kaki Jauharah tidak basah dengan air
hujan.
4.
Diceritakan ada sebuah keluarga Yahudi yang
tinggal di dekat kediaman Sayyidah Nafisah di Mesir. Keluarga itu
mempunyai seorang anak perempuan yang lumpuh. Suatu ketika ibu anak itu
berkata: “Nak, kamu mau apa ? Kamu mau ke kamar mandi ?. Si anak tiba-tiba
berkata: “Aku ingin ke tempat perempuan mulia tetangga kita itu.” Setelah si
ibu minta izin pada Sayyidah Nafisah dan beliau memperkenankannya, keduanya
datang ke kediaman Sayyidah Nafisah. Si anak didudukkan di pinggir rumah.
Ketika datang waktu shalat
Zuhur, Sayyidah Nafisah beranjak untuk berwudhu di dekat gadis kecil itu. Air
wudhu beliau mengalir ke tubuh anak tersebut. Seperti mendapatkan ilham anak
itu mengusap anggota tubuhnya dengan air berkah tersebut. Dan seketika itu juga
ia sembuh dan bisa berjalan seperti tidak pernah sakit sama sekali. Kemudian si anak pulang dan mengetuk
pintu. Pintu dibuka oleh ibunya. Dengan heran dia bertanya: “Kamu siapa Nak?” “Aku puterimu.” Sambil memeluk
si ibu bertanya bagaimana ini bisa terjadi. Si anak kemudian bercerita dan
akhirnya keluarga itu semuanya masuk Islam.
5.
Ketika sungai Nil berhenti mengalir dan
mengering. Orang-orang mendatangi Sayyidah Nafisah dan memohon doanya. Beliau
memberikan selendangnya agar dilempar ke sungai Nil. Mereka melakukannya. Dan
seketika itu juga sungai Nil mengalir kembali dan melimpah.
Masih banyak lagi karamah-karamah beliau lainnya, bahkah setelah wafatnya beliau. Di antaranya, pada tahun 1940, seseorang yang
tinggal di daerah itu bersembunyi di masjid itu pada malam hari. Ia mencuri
syal dari Kasymir yang ada di makam itu. Namun, ia tidak menemukan jalan keluar
dari masjid itu dan tetap terkurung di sana sampai pelayan mesjid datang di
waktu subuh dan menangkapnya.
v Wafatnya
Sayyidah Nafisah
Al-Sakhawi bercerita, “Ketika Sayyidah Nafisah merasakan ajalnya sudah
dekat, beliau menulis surat wasiat untuk suaminya, dan menggali kubur beliau
sendiri di rumahnya. Kubur yang digalinya itu ialah untuk beliau
sentiasa mengingatkan akan kematian. Kemudian beliau turun ke liang kubur itu,
memperbanyak shalat dan
mengkhatamkan al-Quran sebanyak 109 kali. Kalau tidak mampu berdiri, beliau shalat dengan duduk, memperbanyak
tasbih dan menangis. Ketika sudah sampai ajalnya dan beliau sampai pada surat al-An’am ayat 127:
لَهُمْ دَارُ السَّلامِ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَهُوَ وَلِيُّهُمْ بِمَا
كَانُوا يَعْمَلُونَ
Bagi mereka (disediakan)
tempat kedamaian (syurga) di sisi Tuhannya dan Dialah Pelindung mereka
disebabkan amal-amal soleh yang selalu mereka kerjakan.
Beliau langsung pingsan kemudian dan menghembuskan nafas terakhir menghadap
Sang Maha Kasih Abadi pada hari Jum’at, bulan Ramadhan 208H. Sewaktu jenazahnya
yang mulia disembahyangkan, sangat ramai orang yang menghadirinya. Sehingga
kini maqamnya diziarahi oleh pengunjung dari seluruh pelosok dunia. Demikian kehebatan yang Allah Subḥānahu wa Ta’ālā
anugerahkan kepada Sayyidah Nafisah yang terkenal dengan kewira’iannya kepada Allah dan ketaatannya kepada suami. Semoga beliau menjadi contoh untuk generasi-generasi di akhir zaman ini, khususnya kepada kaum hawa. (Jn) waAllahu A’lam.
Sumber: Jāmi’ Karāmah al-Auliyā’ Li Syekh Yusuf
Nabhani, Sīr A’lam al-Nubalā’ Li al-Imam
Syamsuddin Muhammad bin Ahmad al-Ḍahabi, Mir’atul Jinān wa ‘Ibratul
Yaqdzān Li al-Imam Abu Muhammad Abdillah bin Us’ad al-Yamani al-Makki.