1735262163458753
Loading...

ILMU MA’ĀNY AL-HADĪTH Oleh: Ahmad Murtadlo

ILMU MA’ĀNY AL-HADĪTH
(Konsep untuk memahami hadis dengan benar)
Oleh: Ahmad Murtadlo
I.         Pendahuluan
Tidak ada satupun perkara yang mudah tanpa adanya perkara yang sulit, maksudnya adalah jika ada sesuatu yang mudah pasti si sisi lainnya terdapat sesuatu yang sulit. Hadispun begitu, banyak hadis yang mudah dipahami dan banyak juga hadis yang sulit untuk dipahami, karena tidak semua hadis Nabi menunjukkan pengertian yang jelas dan pasti.
Lafal-lafal hadis pasca masa sahabat banyak telah dibaca oleh orang-orang yang tidak mempunyai cukup pengetahuan atau ilmu, ini menyebabkan seringnya terjadi kesalahan dalam memahami hadis. Banyak juga orang-orang dalam memahami hadis hanya melihat hadis secara tekstual saja atau melihat makna dlahir-nya, tanpa melihat pada makna batin-nya atau pada aspek-aspek yang lain, ini juga yang menyebabkan seringnya terjadi kekeliruan dalam memahami hadis.
 Memahami hadis tidak hanya dengan melihat secara tektual saja tapi juga harus melihat aspek-aspek lain untuk bisa membuat pemahaman hadis menjadi benar. Ada salah satu ilmu hadis yang bisa digunakan untuk memahami hadis dengan benar, yaitu ilmu ma’āny al-hadīth. Ilmu ini mempunyai konsep yang sangat baik dalam memahami hadis, konsepnya yaitu dalam memahami hadis tidak hanya melihat pada satu titik tapi juga melihat pada banyak titik. Oleh karena itu penulis kira menarik jika ilmu ini dibahas lebih rinci dan panjang lebar.
II.      Pembahasan
A.  Pengertian Ilmu Ma’āny al-Hadīth
Kata ma’āny (معانى) adalah bentuk jamak dari kata ma’nā (معنى). Secara bahasa kata ma’āny bisa dikatakan dengan maksud atau arti. Arti dalam kamus bahasa indonesia diartikan dengan maksud yang terkandung dalam perkataan atau kalimat. Para ahli ilmu ma’āny mendefinisikan ilmu ma’āny sebagai suatu ungkapan yang diungkapkan dengan melalui ucapan tentang sesuatu yang ada dalam pikiran atau bisa juga disebut gambaran dari pikiran. Adapun menurut istilah, ilmu ma’āny al-hadīth adalah ilmu yang mempelajari hal ihwal lafal atau kata bahasa arab yang sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi.[1] Dalam redaksi lain yang penulis temukan pengertian ilmu ma’āny al-hadīth adalah ilmu yang digunakan untuk memahami hadis secara tepat dengan mempertimbangkan faktor-faktor tertentu yang berkaitan dengan hadis tersebut.[2] Dari dua pengertian ini maksud dari keduanya sama, tapi redaksi nomer dua kalimatnya lebih mudah dipahami.
Sebagian orang berpendapat bahwa Ilmu ma’āny al-hadīth juga bisa dikatakan sebagai ilmu Naqd al-Matan atau nama lainnya adalah ilmu kritik matan,[3] dengan alasan pembahasan ilmu ma’āny al-hadīth kurang lebih sama dengan ilmu kritik matan, yaitu pada aspek matan. Tapi menurut penulis antara ilmu ma’āny al-hadīth dengan ilmu kritik matan hadis pembahasannya berbeda, ilmu kritik matan hadis lebih mengutamakan pada pencarian keshahihan sebuah hadis sedangkan ilmu ma’āny al-hadīth pembahasannya lebih pada pencarian pemahaman mengenai maksud sebuah hadis. Seperti yang terdapat pada buku kritik matan hadis bahwa kritik hadis adalah upaya untuk menyeleksi antara hadis shahih dan dlaif dan menetapkan status perawi-perawinya dari segi kepercayaan atau kecacatan.[4] Ini berarti antara ilmu ma’āny al-hadīth dengan ilmu kritik matan hadis tidak sepenuhnya sama dan bisa disamakan.
B.  Sejarah dan Objek Ilmu Ma’āni al-Hadith
Pada zaman Nabi dan sahabat, bahkan tabi’in dan tabi’it tabi’in belum dikenal istilah ilmu ma’āny al-hadīth. Istilah tersebut merupakan istilah baru dalam studi hadis kontemporer. Namun, menurut sejarah, ilmu tersebut telah diaplikasikan pada zaman Rasulullah meski mungkin masih sangat sederhana. Adapun siapa yang pertama mempelopori ilmu ma’āny belum diketahui secara jelas karena sedikitnya sumber yang membahas tentang sejarah ilmu ma’āny, tetapi penulis hanya menemukan pendapat mengenai orang pertama yang mengembangkan ilmu ini, yaitu Abdu al-Qahir al-Jurzani.
Objek kajian ilmu ma’āny al-hadīth adalah hadis Nabi, yang merupakan bukti kebijakan Nabi dalam mengajarkan agama Allah. Hadis yang menjadi kajian utama ilmu ma’āny ini adalah hadis Nabi yang sulit untuk dipahami maksudnya, tepatnya pada bagian matan hadis,[5] baik yang tektual[6] maupun kontekstual.[7]
C.  Macam Pendekatan Ilmu Ma’āny al-Hadīth
Karena ilmu ma’āny al-hadīth adalah ilmu yang digunakan untuk mengetahui tentang arti atau maksud dari sebuah hadis dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang berkaitan dengan hadis guna untuk mencapai pemahaman yang benar maka diperlukan berbagai macam pendekatan, diantara pendekatannya adalah sebagai berikut:[8]
1.        Pendekatan Historis
Yang dimaksud dengan pendekatan historis dalam memahami hadis adalah memahami hadis dengan memperhatikan dan mengkaji situasi atau peristiwa sejarah yang terkait dengan latar belakang munculnya hadis.
Pemahaman hadis dengan pendekatan historis dapat dilihat misalnya dalam memahami hadis tentang rajam. Persoalan pemberlakuan hadis tersebut muncul ketika terjadi penolakan hukum rajam dengan mengajukan argumen bahwa hadis tersebut di-nasakh-kan oleh surat an-Nur ayat 2. Menurut riwayat yang bersumber dari Aisyah dan Sa'ad bin Abi Mu'ad, surat an-Nur ayat 2 ini di wahyukan pada tahun ke-6 hijriah. Akan tetapi hadis tentang rajam dalam kitab-kitab hadis dan asbabul wurud tidak ditemukan secara pasti tentang kapan pelaksanaan hukum rajam tersebut. Dengan pemahaman historis yang didukung pemahaman korelasional dengan ayat al-Qur'an, dapat disimpulkan bahwa hadis tersebut telah di-mansukh-kan oleh surat an-Nur ayat 2.
2.      Pendekatan Sosio-Historis
Pendekatan sosio-historis ialah memahami hadis dengan melihat sejarah sosial serta seting sosial pada saat dan menjelang hadis tersebut disabdakan.
Pendekatan sosio-historis ini dapat diterapkan, misalnya dalam memahami hadis tentang larangan perempuan menjadi pemimpin. Ini berawal  jauh sebelum hadis itu muncul, yakni pada masa awal dakwah islam. Pada saat itu nabi pernah mengirim surat pada pembesar negeri persia dengan maksud mengajak mereka memeluk islam, setelah itu raja kisra persia menolak dan merobek-robek surat tersebut.singkat cerita tidak lama kemudian, kerajaan persia dilanda kekacauan dan kegaduhan dengan adanya pembunuhan yang dilakukan oleh keluarga dekat raja. Akhirnya Buwaran binti Syairawaih dijadikan ratu di kisra, peristiwa tersebut terekam dalam sejarah terjadi pada tahun 9 H.
Hal tersebut telah menyalahi tradisi di persia juga di seluruh jazirah arab. Karena pada saat itu derajat kaum perempuan di mata masyarakat berada dibawah derajat kaum laki-laki. Perempuan sama sekali tidak dipercaya untuk ikut serta mengurus kepentingan masyarakat umum, terlebih lagi dalam masalah kenegaraan.
Dalam kondisi dan keadaan sosial itulah, wajar Nabi melontarkan hadis bahwa bangsa yang menyerahkan masalah-masalah (kenegaraan dan kemasyarakatan) pada perempuan tidak akan sejahtera ataupun sukses.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa melalui pendekatan sosio-historis dalam memahami hadis dapat diperoleh kesimpulan bahwa tidak ada larangan bagi seorang perempuan  untuk menjadi pemimpin bila kondisi sosial berbeda dengan kondisi pada saat hadis tersebut muncul. Jika keadaan perempuan sudah dihormati dan mempunyai kewibawaan serta memiliki kualifikasi, memaksakan pemahaman hadis secara tekstual merupakan tindakan yang kurang benar.
3.      Pendekatan bahasa
Pendekatan bahasa dalam memahami hadis dilakukan apabila dalam sebuah matan hadis terdapat aspek-aspek keindahan bahasa (balaghah) yang memungkinkan mengandung pengertian majazi (metafosis) sehingga berbeda dengan pengertian hakiki. Misalnya tentang hadis:
وَاعْلَمُوا أَنَّ الجَنَّةَ تَحْتَ ظِلاَلِ السُّيُوفِ[9]
“ketahuilah bahwa surga itu berada dibawah bayang-bayang pedang”

Hadis ini jika dipahami secara kontekstual maka akan sulit untuk bisa dipahami secara benar, karena tidak mungkin surga berada dibawah bayang-bayang pedang. Yang dimaksud sebenarnya hadis ini adalah surga itu bisa diraih dengan melakukan kerja keras yang disimbolkan dengan pedang. Oleh karena itu penting sekali menerapkan pendekatan bahasa terhadap hadis yang seperti diatas.
4.      Pendekatan sosiologis
Pendekatan sosiologis ialah memahami hadis dengan memperhatikan dan mengkaji keterkaitan hadis dengan kondisi dan situasi masyarakat pada saat munculnya hadis.[10]
Pendekatan ini contohnya seperti dalam memahami hadis tentang persyaratan keturunan Quraisy bagi seorang imam atau kepala negara. Ini didasarkan pada kenyataan sosiologis bahwa orang Quraisy-lah pada saat itu yang merupakan suku arab yang paling memiliki kualifikasi dan tangguh, namun bila ada suku lain yang lebih berwibawa dan terkemuka, maka mereka berhak memegang kepemimpinan. Dengan demikian, sebenarnya syarat keturunan Quraisy tersebut hanya merupakan sebuah simbol saja.
Dari pendekatan ini dapat diketahui bahwa keturunan Quraisy tidak dimaksudkan sebagai syarat mutlak bagi jabatan kepala negara yang ditetapkan oleh Nabi. Akan tetapi ini merupakan syarat keutamaan yang ditunjukan melalui keunggulan solidaritas kelompok dan kapasitas kepemimpinannya.
5.      Pendekatan Antropologis
Pendekatan antropologis adalah memahami hadis dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, tradisi dan budaya yang berkembang dalam masyarakat pada saat hadis tersebut disabdakan.
seperti hadis yang menjelaskan larangan melukis mahluk hidup yang bernyawa karena kelak di hari kiamat dituntut untuk memberi nyawa kepada lukisannya tersebut, ada juga yang menyebut bahwa malaikat-malaikat tidak akan masuk ke rumah orang yang didalamnya terdapat lukisan mahluk yang bernyawa.
Jika dicermati dengan menggunakan pendekatan antropologis, maka hadis ini sebenarnya sangat terkait terhadap praktik keagamaan masyarakat pada saat hadis itu disabdakan. Pada masa itu, masyarakat belum lama terlepas dari kepercayaan animisme dan politeisme (menyekutukan Allah), yakni penyembahan terhadap patung-patung dan semacamnya, sehingga melukis mahluk yang bernyawa dilarang.
6.      Pendekatan Psikologis
Pendekatan sosiolagis adalah memahami hadis dengan memperhatikan kondisi  psikologis Nabi dan masyarakat yang dihadapi Nabi ketika hadis tersebut disabdakan.
Pendekatan seperti ini diterapkan pada hadis Nabi, yaitu ada sebuah pertanyaan dari sahabat Nabi, akan tetapi jawabannya berbeda beda. Pertanyaannya adalah "ya Rosulullah amalan islam yang manakah yang lebih utama?" dan Nabi pun menjawab "man salima al-muslimun min lisanihi wa yaddihi" pada saat yang lain apabila ditanya lagi beliau menjawab; " as-shalah ‘ala waktiha" dan pada saat yang lain lagi beliau menjawab; " iman kepada Allah dan Rasul-nya".
Hal ini disebabkan oleh kondisi psikolog dari orang yang bertanya dan kondisi psikolog Nabi sendiri. Apabila sang penanya sering berbuat bohong maka jawabannya "man salima al-muslimun min lisanihi wa yadihi" begitu pula seterusnya.
D.  Urgensi Ilmu Ma’āny al-Hadīth
Banyak munculnya aliran-aliran dalam agama islam yang merasa paling benar sendiri dalam menjalankan agama Allah, ini adalah salah satu  akibat dari adanya perbedaan sudut pandang atau pendakatan dalam memahami dan menjelaskan maksud kandungan suatu hadis.[11]
Jika pendekatan dalam memahami hadis bisa disadari sejak dini, memungkinkan perbedaan sudut pandang diatas akan terhindar, karena masing-masing aliran akan menyadari sebuah perbedaan yang menyebabkan hasil pemahamannya berbeda. Untuk iltulah ilmu ma’āny al-hadīth sangat urgen kedudukannya dalam memahami atau menjelaskan maksud kandungan hadis dengan pemahaman yang benar.
III.   Kesimpulan
Ilmu ma’āny al-hadīth adalah ilmu yang digunakan untuk memahami hadis secara tepat dengan mempertimbangkan faktor-faktor tertentu yang berkaitan dengan hadis tersebut. Untuk mencapai kepada tujuan ilmu ini, maka diperlukan berbagai pendekatan guna untuk bisa menghasilkan pemahaman yang benar, diantara pendekatannya adalah pendekatan historis, pendekatan sosiologis, pendekatan sosio-historis, pendekatan antropologis, dan pendekatan psikologis.
Urgensi dalam mempelajari dan mengaplikasikan ilmu ini adalah untuk bisa mengetahui, memahami, atau menjelaskan maksud kandungan hadis dengan pemahaman yang benar.



Daftar Pustaka
Abbas, Hasjim. Kritik Matan Hadis. Yogyakarta: Teras, 2004.
Ali, Nizar. Memahami Hadis Nabi: Metode dan Pendekatan. Jogjakarta: YPI al-Rahma, 2001.
Bukhari (al), Muhammad bin Ismail bin Ibrahim. Shahih al-Bukhari. ttp: Darr Tuq al-Najah, tth.
Munawwar, Said Agil Husain dan Abdul Mustaqim. Asbabul Wurud: Studi Kritis Hadis Nabi Pendekatan Sosial-Historis-Konstekstual. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001.
Pesisir, Cah. Ilmu Ma’āny hadis. lihat di http://napek-cahpesisir.blogspot.co.id/2009/12/ilmu-maani-hadis_7912.html.
Riung, Pengertian Ilmu Ma’ani. lihat di  https://riungsastra.wordpress.com/2010/10/16/pengertian-ilmu-ma%E2%80%99ani/.
Yamani, Levi. Ilmu Ma’āny Hadis. lihat di https://leviyamani.wordpress.com/2013/01/20/ilmu-maani-hadits/.
Zuhri, Muhammad. Hadis Nabi Telaah Historis dan Metodologis. Jogjakarta: Tiara Wacana, 2003.




[1] Di kutip dari https://riungsastra.wordpress.com/2010/10/16/pengertian-ilmu-ma%E2%80%99ani/, (di akses 23 maret 2016).
[2] Levi Yamani, Ilmu Ma’āny Hadis, lihat di https://leviyamani.wordpress.com/2013/01/20/ilmu-maani-hadits/, (di akses 23 maret 2016).
[3] Cah Pesisir, Ilmu Ma’āny hadis, lihat di http://napek-cahpesisir.blogspot.co.id/2009/12/ilmu-maani-hadis_7912.html, (di akses 23 maret 2016).
[4] Hasjim Abbas, Kritik Matan Hadis, (Yogyakarta: Teras, 2004), 10.
[5] Di kutip dari https://riungsastra.wordpress.com/2010/10/16/pengertian-ilmu-ma%E2%80%99ani/, (di akses 23 maret 2016).
[6] Tekstual: memahami hadis sesuai dengan teks
[7] Kontekstual: memahami teks dengan memperhatikan dan mengkaji keterkaitannya dengan peristiwa atau situasi yang melatar belakangi munculnya teks.
[8] Nizar Ali, Memahami Hadis Nabi: Metode dan Pendekatan, (Jogjakarta: YPI al-Rahma, 2001), 57.
[9] Muhammad bin Ismail bin Ibrahim al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (ttp: Darr Tuq al-Najah, tth), 4/22.
[10]Said Agil Husain Munawwar dan Abdul Mustaqim, Asbabul Wurud: Studi Kritis Hadis Nabi Pendekatan Sosial-Historis-Konstekstual, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), 26.
[11] Muhammad Zuhri, Hadis Nabi Telaah Historis dan Metodologis, (Jogjakarta: Tiara Wacana, 2003), 43.
Kumpulan Makalah 4334495424736573535

Posting Komentar

emo-but-icon

Beranda item

Popular Posts

Twitter

Random Posts

Jasa Pembuatan Makalah

Flickr Photo

Recent Comments