1735262163458753
Loading...

MENELAAH KITAB TAFSIR PERTAMA DI INDONESIA: TAFSIR TARJŪMAN AL-MUSTAFĪD Oleh: Ahmad Iwanuridlwan & Ahmad Murtadlo


Abstrak
Abd al-Ra`ūf al-Sinkīlī yang juga dikenal dengan Shaykh Kuala merupakan ulama Nusantara yang cukup produktif yang dilahirkan pada tahun 1615 M. Dia menempuh pendidikannya mulai dari daerah kelahirannya sendiri, daerah Singkil, hingga ke Tanah Arab. Dia menempuh pendidikannya di tanah Arah hingga 19 tahun lamanya. Di antara hasil karyanya adalah kitab Tarjūman al-Mustafīd, sebuah kitab tafsir yang diakui sebagai kitab tafsir pertama yang dihasilkan di Indonesia dengan menggunakan bahasa Melayu. Kitab ini muncul secara lengkap, 30 juz pada abad ke-17. Kitab ini telah diterbitkan berkali-kali di berbagai daerah di dunia. Metode yang digunakan dalam menyusun kitab ini adalah metode ijmalī. Sedangkan coraknya adalah al-adabī al-ijtima’ī. Dari penjelasan ini membuat tafsir Tarjūman al-Mustafīd ini sangat istimewa, tidak hanya dikarang oleh ulama’ besar tetapi juga sebagai tafsir pertama yang berbahasa melayu yang lengkap 30 juz.
Kata Kunci: Abd al-Ra`ūf, Tarjūman al-Mustafīd, Tafsir Pertama.
I.       Biografi ‘Abd al-Ra`ūf al-Sinkīlī
‘Abd al-Ra`ūf al-Sinkīlī atau yang lebih dikenal dengan Shaykh Kuala merupakan ulama yang cukup produktif menulis. Pengaruhnya juga sangat besar dalam perkembangan Islam di Nusaantara. Dia adalah pembawa tarekat Shatariyyah ke Indonesia, di mana hampir semua silsilah ordo tarekat Shatariyyah di Indonesia berujung kepadanya. Dia juga dikenal sebagai tokoh yang membuka jaringan ulama Nusantara di jaringan internasional. Untuk menghormati jasa-jasanya, nama Shaykh Kuala diabadikan menjadi nama universitas di Banda Aceh, yakni Universitas Syah Kuala.[1]
Nama lengkapnya adalah ‘Abd al-Ra`ūf bin ‘Ali al-Fanṣūrī al-Sinkīlī. Dia adalah seorang melayu dari daerah Fansur, Sinkil, sebuah daerah yang terletak di wilayah pantai barat laut Aceh. Mengenai kelahirannya, tidak ketahui secara pasti tanggal berapa dia dilahirkan. Sumber yang ada hanya menyebutkan tahun kelahirannya. Mubarok Yasin mengatakan bahwa dia dilahirkan pada tahun 1035 H.[2] Yasin tidak menyebutkan tahun masehinya. Berbeda dengan Islah Gusmian, dalam bukunya, Khazanah Tafsir Indonesia, dia menyebutkan tahun kelahirannya dalam masehi, yaitu tahun 1615 M.[3]
A.    Latar Belakang Pendidikan
‘Abd al-Ra`ūf kecil memulai pendidikannya di tanah kelahirannya sendiri di kawasan pedalaman Singkel. Dia belajar di Pesantren Simpang Kanan yang diasuh oleh ayahnya seendiri, Shaykh ‘Ali al-Fanṣūrī. Setelah itu, dia melanjutkan pendidikannya di Pesantren Rundeng, Simpang Kiri, Barus, yang diasuh oleh pamannya sendiri, yaitu Shaykh Hamzah al-Fanṣūrī. Di sana dia belajar ilmu agama, sejarah, mantiq, filsafat, sastra Arab, Melayu dan juga Persia. Setelah mengenyam pendidikan di Barus, dia melanjutkan perjalanannya ke Pesantren Samudra Pasai yang dipimpin oleh Shaykh Shams al-Dīn al-Sumatranī. Namun, ketika sang guru diangkat menjadi hakim pada masa Sultan Iskandar Muda, yaitu sekitan tahun 1642, dia kemudian mengembara ke tanah Arab untuk mendalami ilmu pengetahuannya.[4]
‘Abd al-Ra`ūf al-Sinkīlī berada di tanah Arab selama kurang lebih 19 tahun. Di sana dia belajar agama kepada ulama-ulama besar dari berbagai daerah, seperti Jeddah, Makkah dan Madinah. Akan tetapi dari sekian banyak ulama yang menjadi gurunya, Amad al-Qushashi adalah guru yang amat berpengaruh baginya sebagai guru spiritualnya. Dia mengenal al-Qushashi dari gurunya, yaitu Shayh Ibrāhīm bin ‘Abdullāh Jam’ān yang memberikan banyak ilmu lahir kepadanya.[5] Sedangkan dari al-Qushashi, dia mempelajari apa yang dinamakan ilmu batin, yakni ilmu-ilmu tasawuf dan ilmu-ilmu yang terkait dengannya, sampai dia mendapatkan ijazah untuk menjadi khalifah dalam tarekat Shatariyyah dan Qodiriyah. Setelah al-Qushashi meninggal pada tahun 1660, ‘Abd al-Ra`ūf al-Sinkīlī kemudian melanjutkan pendidikannya kepada Shaykh Ibrāhīm al-Kurani, dan memperdalam berbagai pengetahuan agama.
Selain itu, ‘Abd al-Ra`ūf al-Sinkīlī juga belajar secara tidak formal kepada beberapa ulama, seperti Shaykh Muḥammad al-Babilī dari Mesir dan Shaykh Muḥammad al-Barzanjī dari Anatolia. Shaykh Muḥammad al-Babilī merupakan ulama hadis terkemuka di Ḥaramayn. Sedangkan Shaykh Muḥammad al-Barzanjī dikenal sebagai sufi tersohor di masanya.[6]
Abd al-Ra`ūf al-Sinkīlī meninggal pada tahun 1693 M.[7] Dia dimakamkan di Kuala Banda Aceh. Karena itulah dia dikenal dengan sebutan Shaykh Kuala.
B.     Karya-karyanya
Karya-karya ‘Abd al-Ra`ūf al-Sinkīlī tersebar di berdagai bidang seprti tasawuf, tafsir dan fikih. Dia menggunakan bahasa Melayu dan Arab dalam menulis karyanya. Di antara kitab yang telah ditulisnya adalah:
1.      ‘Umdah al-Mutājīn. Kitab ini merupakan sebuah karya terpenting yang ditulis oleh ‘Abd al-Ra`ūf al-Sinkīlī dalam bidang tasawuf. Kitab ini memuat, antara lain, tentang zikir, sifat-sifat Allah Subḥānahu wa Ta’ālā dan rasul-Nya dan asaal-usul mistik. Di akhir kitab ini dicantumkan sedikit tentang riwayat hidupnya.[8]
2.      Tarjūman al-Mustafīd. Sebuah kitab tafsir yang diakui sebagai kitab tafsir pertama yang dihasilkan di Indonesia dengan menggunakan bahasa Melayu.
3.      Mir`ah al-ullāb fī Taḥṣīl Ma’rifah Akām al-Shar’iyyah li al-Mālik al-Wahhāb. Ini adalah sebuah kitab dalam bidang fikih. Di dalamnya membahas tentang berbagai persoalan mazhab Shāfi’ī.
II.    Analisis Kitab Tafsir Tarjūman al-Mustafīd
Pada abab ke-17 muncul sebuah kitab tafsir yang menjadi kitab tafsir pertama di Indonesia yang lengkap 30 juz, dan pertama di dunia kitab tafsir dengan menggunakan bahasa Melayu-Jawi. Sebelum kitab tafsir ini ada, sebetulnya sudah ada kitab tafsir di Indoensia yang ditemukan tetapi hanya tafsiran surat al-Kahfi saja, kira-kira pada abad ke-16. Tapi sayangnya belum diketahuai siapa penulis dari kitab tafsir ini.[9]
Kitab tafsir Tarjūman al-Mustafīd ini merupakan karya dari ulama besar Indonesia yaitu ‘Abd al-Ra`ūf al-Sinkīlī . Kitab ini diterbitkan pada tahun1884 M di Instanbul. Ini merupakan cetakan pertama. Setelah itu kitab ini dicetak ulang berkali-kali di Instanbul, Makkah, Kairo, Bombay, Penang, Singapura dan juga di Indonesia. Kitab ini dicetak dengan satu jilid besar dengan ukuran 34 x 24 cm. Salah satunya adalah dari cetakan Kaherah Mustafa Albabi Alhalabi pada tahun 1951, terdiri dari 611, termasuk halaman do’a khatam al-Qur`an mulai dari surat al-Fātiah sapai surat terakhir yaitu surat al-Nās.[10]
Tafsir ‘Abd al-Ra`ūf al-Sinkīlī  ini adalah kitab tafsir yang istimewa dan juga mutu dan kualitasnya tidak bisa diragukan lagi. Hal bisa dilihat bahwa berkali-kali kitab ini dicetak di berbagai negeri. Di Istambul ia diterbitkan oleh Mathba’ah Al-‘Ustmaniyyah pada tahun 1302/1884 dan juga pada 1324/1906. Di Kairo diterbitkan oleh Sulaiman Al-Maraghi, serta di Mekah di terbitkan oleh Al-Amiriyyah. Sedangkan edisi terakhir diterbitkan di Jakarta pada tahun 1981.[11]
Alasan penulisan tafsir oleh ‘Abd al-Ra`ūf al-Sinkīlī adalah karena pada masa itu banyak tulisan-tulisan atau tafsiran-tafsiran kelompok wahdatul wujud yang banyak kesalahan, juga ada kelompok-kelompok yang menafsirkan al-Qur`an dengan bebas dengan selera mereka, hal ini kemudian memicu ‘Abd al-Ra`ūf al-Sinkīlī untuk menafsirkan al-Qur`an agar masyarakat dapat memahami ajaran islam dengan benar dan mudah supaya tidak terpengaruh oleh tulisan-tulisan yang dibuat oleh kelompok-kelompok yang tidak baik.Alasan kenapa‘Abd al-Ra`ūf al-Sinkīlī menggunakan bahasa melayu dalam menafsirkan al-Qu`an karena selama ini jika seseorang ingin mempelajari al-Qur`an dia mesti bersusah payah terlebih dahulu dalam belajar bahasa arab dan beliau ingin masyarakat dapat dengan mudah mempelajari al-Qu`an.[12]
Banyak dari tulisan-tulisan yang beredar di publik membicarakan tentang tafsir Tarjūman al-Mustafīd bahwa kitab tersebut merupakan hasil dari terjemahan dari kitab tafsir al-Bayawī. Salah seorang yang menyangka akan hal ini adalah Snock Hurgronje. Pendapat ini diikuti oleh dua sarjana lainnya dari Belanda yang bernama Rinkes dan Voorhoeve. Rinkes, murid Snouck menciptakan kesalahan-kesalahan tambahan dengan menyatakan bahwa tafsir ini selain mencakup terjemahan dari kitab tafsir al-Bayawī juga merupakan terjemahan dari sebagian tafsir al-Jalālayn. Sementara Voorhoeve menjelaskan bahwa sumber tafsir al-Mustafid itu adalah berbagai tafsir yang berbahasa Arab.[13]
Tetapi ketika banyak orang yang meneliti kitab tafsir ini ternyata bukanlah hasil dari terjemahan kitab tafsir al-Bayawī, melainkan hasil terjemahan dari kitab tafsir al-Jalālayn. Di atara peneliti yang mengatakan tafsir Tarjūman al-Mustafīd tidak terjemahan dari kitab al-Bayawī adalah Salman Harun. Dia melakukan penelitian dengan mengambil sampel juz ke-30, dan hasilnya dapat disimpulkan bahwa tafsir Tarjūman al-Mustafīd bukanlah terjemahan kitab tafsir al- Bayawī. Pernyataan dari Salman Harun kemudian diperkuat oleh Azyumardi Azra dalam telaahnya mengenai tafsir ini. Azyumardi Azra juga memberikan bukti yaitu dalam kitab tafsir Tarjūman al-Mustafīd bahasa yang digunakan sama persis dengan tafsir al-Jalālayn, padat, ringkas dan berbahasa lugas.[14]
A.    Metode
Mengenai metode yang digunakan oleh ‘Abd al-Ra`ūf al-Sinkīlī  dalam tafsirnya ini, dia menggunakan metode ijmalī, yaitu dengan menjelaskan makna-makna al-Qur`an secara global. Hal ini dapat dilihat dalam penafsiran surat al-Falaq dan al-Nās. Dalam penafsiran surat al-Falaq, ‘Abd al-Ra`ūf as-Sinkīlī  sebelumnya menjelaskan letak turunya al-Falaq di Mekah dan Madinah, menjelaskan jumlah bilangan ayat, keutamaan membaca surat al-Falaq. Ia juga menampilkan asbāb al-nuzūl. Dalam penafsiran surah al-Falaq terlihat ia menafsirkan secara ijmalī (global).
Contoh penafsiran QS al-Nas:
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ [١] مَلِكِ النَّاسِ [٢] إِلَٰهِ النَّاسِ [٣] مِن شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ[٤] الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ [٥]
Katakanlah Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia. Sembahan manusia. dari kejahatan (bisikan) setan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia. dari (golongan) jin dan manusia.
Dalam penafsiran surat al-Nās ‘Abd al-Ra`ūf al-Sinkīlī sebelumnya mengungkapkan letak turun surat al-Nās di Mekah dan Madinah, menjelaskan jumlah bilangan ayat dan keutamaan membacanya. Di samping itu ketika menafsirkan surat al-Nās terlihat bahwa ‘Abd al-Ra`ūf al-Sinkīlī tidak lebih hanya menerjemahkan saja kedalam Bahasa Malayu.

Dengan dasar pertimbangan tersebut maka tidak salah lagi bahwa metode yang digunakan oleh ‘Abd al-Ra`ūf al-Sinkīlī adalah metode ijmalī. Dia menggunakan metode ini karena ingin menyajikan secara lengkap dengan mengungkapkan secara singkat, padat dan bahasa yang mudah diahami. Di sisi lain, dia hanya menerjemahkan ayat-ayat al-Qur`an saja. Hal tersebut dilakuakn dengan tujuan agar tafsir ini dapat dikonsumsi oleh masyarakat awam. Selain itu, Tarjūman al-Mustafīd berupaya secara cepat untuk memperkokoh landasan syari’at dikalangan masyarakat awam sebelum mereka diberi pengetahuan tentang pemahaman yang lebih jauh.[16]
B.     Corak
Corak yang digunakan ‘Abd al-Ra`ūf al-Sinkīlī dalam kitabnya Tarjūman al-Mustafīd  adalah corak al-adabī al-ijtima’ī atau kemasyarakatan. Di antara contoh yang dapat dikemukakan adalah mengenai pengharaman memakan bagkai, darah, daging babi dan hewan yang disembeli tanpa menyebut nama Allah. Di samping itu ia menyatakan bahwa orang yang memakan barang tersebut dalam keadaan darurat, maka ia masih dalam keadaan Islam dan tidak ada dosa baginya. ‘Abd al-Ra`ūf al-Sinkīlī menulis pendapatnya tersebut dalam tafsir sebagai berikut
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya maka ia tidak keluar sari Islam) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula)melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya, sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang”.
Hanya yang telah mengharamkan atas kamu memakan bangkai dan darah dan daging babi dan barang yang disembelih atas yang lain dari pada nama Allah Subḥānahu wa Ta’ālā. Maka barang siapa membawa ia darurat kepada memakan sesuatu dari pada segalah tersebut itu, maka dimakannya ia pada halnya tiada keluar atas segalag Islam dan tiada ia memalui had mereka itu.  Maka tiada dosa atas pemakan. Bahwasannya Allah ta’ala yang amat mengampuni bagi segala awliyahnnya lagi mengasihani ia akan segala orang yang berbuat taat.
Uraian diatas merupakan solusi yang ditawarkan ‘Abd al-Ra`ūf al-Sinkīlī terhadap masyarakat yang ketika itu dalam keadaan terpaksa memakan barang-barang tersebut, maka tidaklah mereka keluar dari Islam dan berdosa, asal jangan melampaui batas (had) yang telah ditentukan.
Dalam mengangkat masalah ini dalam tafsirnya, tampak bahwa Abdul Rauf as-Singkili ingin memberikan sumbangan pemikirannya walaupun pendapat yang dikemukakannya itu sangat ringkas sekali. Mungkin inilah salah satu kelebihan dari tafsir ini yang hanya menyajikan penafsiran yang ringkas, padat dan dengan bahasa yang mudah dipahami. Lebih jauh ia ingin berupaya secara cepat memperkokohkan landasan syari’ah dikalangan masyarakat awam sebelum mereka diberi pengetahuan yang lebih jauh.[17]
III. Kesimpulan
Pembahas yang telah dijelaskan diatas dapat disimpulkan bahwa ‘Abd al-Ra`ūf al-Sinkīlī merupakan seorang ulama’ besar indonesia yang jiwa dan raganya diberikan untuk membantu masyarakat Indonesia. Salah satu buktinya adalah beliau mengarang kitab tafsir yang menjadi kitab tafsir pertama di Indonesia yang lengkap 30 juz, kitab tafsir tersebut adalah tafsir Tarjūman al-Mustafīd. Kitab tafsir ini sangat istimewa, bukan hanya sebagai tafsir pertama yang lengkap 30 juz tetapi juga sebagai tafsir pertama yang menggunakan bahasa Melayu-Jawi sehingga sangat memudahkan bagi masyarakat indonesia yang tidak pandai dalam berbahasa arab.


Daftar Pustaka
Yasin, A. Mubarok. Ensiklopedi Penulis Pesaantren. Jombang: Pustaka Tebuireng. 2009.
Gusmian, Islah. Khazanah Tafsir Indonesia: Dari Hermeneutika hingga Ideologi. Yokyakarta: LKIS. 2013.
Zuhdi, M. Nurdin. Pasaraya Tafsir Indonesia: Dari Kontestasi Metodologi hingga Konstektualisai. Yogyakarta: Kaukaba Dipantara. 2014.
Baha’, Ahmad  bin Mukhtar dan Muhammad Lukman. “Ikhtilaf Qiraat Kitab Tarjuman al-Mustafid”. dalam Internasional Jurnal on Quranic Reseach. vol. 2. no. 2. t.t.: t.p.. 2012.
Safitri, Rois. “Kitab Tafsir Tarjuman Al-Mustafid Karya Abdul Rauf Sinkili”. dalam http://safitrirois.blogspot.co.id/2014/11/a_13.html (diakses pada 23 Februari 2016).
Suarni. Karakteristik Tafsir Tarjuman Al-Mustafid”. dalam Substantia, vol. 17. no. 2. t.t.: t.p.. 2015.
Yusoff, Zulkifli Mohd dkk. “Tarjuman al-Mustafid: Satu Analisa Terhadap Karya Terjemahan”. dalam Jurnal Pengajian Melayu. jilid 16. t.t.: t.p.. 2005.


[1] A. Mubarok Yasin, Ensiklopedi Penulis Pesaantren, (Jombang: Pustaka Tebuireng, 2009), 32.
[2] Ibid..
[3] Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia:Dari Hermeneutika hingga Ideologi, (Yokyakarta: LKIS, 2013), 20.
[4] Mubarok Yasin, Ensiklopedi Penulis Pesaantren, 32-33.
[5] Ibid., 33.
[6] Ibid..
[7] Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia: ..., 20.
[8] Mubarok Yasin, Ensiklopedi Penulis Pesaantren, 34-35.
[9] M. Nurdin Zuhdi, Pasaraya Tafsir Indonesia: Dari Kontestasi Metodologi hingga Konstektualisai, (Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2014), 61.
[10] Ahmad Baha’ bin Mukhtar dan Muhammad Lukman, “Ikhtilaf Qiraat Kitab Tarjuman al-Mustafid”, dalam Internasional Jurnal on Quranic Reseach, vol. 2, no. 2, (t.t.: t.p., 2012), 114.
[11] Suarni, Karakteristik Tafsir Tarjuman Al-Mustafid, dalam Substantia, vol. 17, no. 2, (t.t.: t.p., 2015), 160-161.
[12] Zulkifli Mohd Yusoff, dkk, “Tarjuman al-Mustafid: Satu Analisa Terhadap Karya Terjemahan”, dalam Jurnal Pengajian Melayu, jilid 16, (t.t.: t.p., 2005), 157-158.
[13] Ibid., 160.
[14] M. Nurdin Zuhdi, Pasaraya Tafsir Indonesia: ..., 62.
[15] Suarni, Karakteristik Tafsir Tarjuman Al-Mustafid, 161-162.
[16] Rois Safitri, “Kitab Tafsir Tarjuman Al-Mustafid Karya Abdul Rauf Sinkili”, dalam http://safitrirois.blogspot.co.id/2014/11/a_13.html (diakses pada 23 Februari 2016).
[17] Ibid..

Kumpulan Makalah 2919048132961980022

Posting Komentar

emo-but-icon

Beranda item

Popular Posts

Twitter

Random Posts

Jasa Pembuatan Makalah

Flickr Photo

Recent Comments