1735262163458753
Loading...

KITAB AL-JĀMI’ LI AHKĀM AL-QUR’AN KARYA IMAM AL-QURṬUBI

MENGENAL KITAB AL-JĀMI’ LI AHKĀM AL-QUR’AN
KARYA IMAM AL-QURUBI
Oleh : Joko Supriyanto

I.       Pendahuluan
Umat Islam bisa berkembang, atau bahkan manusia secara umum pun, adanya perkembangan mereka tidaklah mungkin dengan hanya berpegang kepada pengalaman semata tanpa adanya petunjuk-petunjuk dari ajaran Al Qur’an yang meliputi segala unsur yang menuntun munusia pada jalan menuju kebahagiaan.  Dan untuk bisa memahami ajaran-ajaran al-Qur’an, tidaklah cukup dengan kita membaca teksnya tanpa mengetahui penafsirannya. Karena dengan mengetahui penafsiran, kita akan lebih mengetahui maksud yang terkandung dalam al-Qur’an tersebut. Oleh kerena itu, dapat kita sebut bahwa mengetahui tafsir adalah anak kunci perbendaharaan isi Al Qur’an yang diturunkan untuk menjelaskan tuntunan dan memperbaiki keadaan manusia, melepaskan manusia dari kehancuran dan menyejahterakan alam ini.
Kenyataan sejarah membuktikan bahwa tafsir itu selalu berkembang seiring dengan perkembangan peradaban dan budaya manusia. Hal ini dikarenakan adanya permasalahan-permasalahan yang terus berkembang, yang pada masa Nabi belum pernah ada. Jadi untuk menyelesaikan permasalahan tersebut tanpa keluar dari aturan al-Qur’an, para ulama’ akhirnya membuat penafsiran al-Qur’an yang nantinya bisa dijadikan hujjah untuk menyelesaikan problem masyarakat. Salah satu ulama’ yang terkenal dengan kemahirannya dalam menafsirnya al-Qur’an serta dengan karya-karyanya yang monumental adalah Abu ‘Abdillah Muhammad Ibn Ahmad Ibn Abu Bakr Ibn Farh al-Anshari al-Khazraji al-Andalusi al- Qurṭubi al-Maliki atau yang biasa dikenal dengan julukan Imam al-Qurṭubi. Imam al-Qurṭubi juga mempunyai karangan kitab dalam bidang ilmu tafsir yang diberi judul “al-Jāmi’ li Ahkām al-Qur’an” atau yang biasa dikenal juga dengan tafsir Qurṭubi.
Untuk menambah wawasan pembaca dalam mengenal kitab tafsir, dalam makalah ini akan dibahas mengenai kitab al-Jāmi’  li Ahkām al-Qur’an, mulai dari biografi penulisnya, latar belakang penulisannya, sumber penafsirannya, sistematika penulisannya dan metode yang dipakai dalam penafsirannya. Selain itu juga akan ditambahkan mengenai corak penafsiran serta karakteristik penafsirannya. Dan tidak ketinggalan pula dalam makalah ini akan dicantumnya kelebihan serta kekurangan yang ada dalam tafsir ini.
II.    Pengenalan Tentang Kitab Tafsir al-Jāmi’  li Ahkām al-Qur’an
A.    Biografi Penulis
Penulis tafsir al-Jāmi’  li Ahkām al-Qur’an atau yang biasa dikenal dengan tafsir al-Qurṭubi bernama Abu ‘Abdillah Muhammad Ibn Ahmad Ibn Abu Bakr Ibn Farh al-Anshari al-Khazraji al-Qurṭubi al-Andalusi al-Maliki.[1] Beliau dilahirkan di Cordova, Andaluisa (Spanyol sekarang). Di sanalah beliau mempelajari Bahasa Arab, Syair, Al-Qur’an al-Karim, Fiqh, Nahwu, Qira’at, Balaghah, Ulumul Qur’an dan ilmu-ilmu lainnya. Dan ia juga adalah salah satu pengikut madzhab fikih yaitu Imam Maliki. Metode penafsirannya akan banyak mempengaruhi para mufassir setelahnya dengan mengikuti gaya penafsirannya, seperti halnya Ibn Katsir yang menjadikan kitabnya yang terkenal yaitu al-Jāmi’  li Ahkām al-Qur’an atau kitab al-Qurṭubi sebagai rujukan.
Namun sayangnya para ulama tidak ada yang tahu dengan pasti mengenai kapan ia dilahirkan, oleh siapa ia dibesarkan dan apakah ia seorang anak yatim atau tidak. Namun yang ditulis dalam sejarah, bahwa ia dilahirkan dan dibesarkan oleh ayahnya yang bermata pencaharian bercocok tanam yang hidup pada zaman dinasti Muwahidun yang kala itu dipimpin oleh Muhammad bin Yusuf bin Hud (625-635 H). Dalam kehidupannya sehari-hari beliau mempunyai sifat yang unik yang memang tidak semua orang memiliknya sehingga beliau banyak dikenal akan sikap ketawaḍuanya, kealimannya, kezuhudannya, berkarisma dan komited dalam melakukan amal akhirat untuk dirinya.[2]
Terlepas dari itu, al-Qurṭubi kecil mempelajari berbagai disiplin ilmu ditempat ia dilahirkan kepada para gurunya. Di antaranya Ibn Rawwa (seorang Imam hadis), Ibn al-Jumaizi, al-Hassan al-Bakari. Diantara ilmu-ilmu yang ia pelajari ialah tentang keagamaan seperti bahasa Arab, Hadis, Syair, dan al-Qur’an. Disamping itu pula ia banyak belajar dan mendalami ilmu yang menjadi pendukung ilmu Qur’an yakni dengan belajar nahwu, qira’at,  fikih dan juga ia mempelajari ilmu balagh.
Setelah ia tumbuh dewasa dan merasa kurang dalam mendalami ilmunya itu, kemudian dia pergi ke mesir (yang pada waktu itu kekuasaan dipegang oleh Dinasti Ayyubiah) dan Ia menetap disana sampai wafatnya pada malam senin 9 syawal 671 H/1273 M dan makamnya sendiri berada di Elmania, di timur sungai Nil. Berkat pengabdiannya terhadap ilmu agama dan keinginannya dalam memajukan peradaban Islam, para penduduk disana sangat menghormati jasa beliau sehingga makamnya pun sering diziarahi oleh banyak orang.[3]
Aktifitasnya dalam mencari ilmu ia jalani dengan serius di bawah bimbingan ulama yang ternama pada saat itu. Beberapa karya penting yang dihasilkan oleh al-Qurṭubi adalah al-Jami’ li Ahkam al-Quran, al-Asna fi Syarh Asma Allah al-husna, Kitab al-Tazkirah bi Umar al-Akhirah, Syarh al-Taqassi,Kitab al-Tizkar fi Afdal al-Azkar, Qamh al-Haris bi al-Zuhd wa al-Qana’ah dan Arjuzah Jumi’a Fiha Asma al-Nabi.[4]
Diantara guru-guru Imam Al-Qurthubi adalah :
  1. Ibnu Rawwaj, Imam Al-Muhaddits Abu Muhammad Abdul Wahab bin Rawwaj. Nama aslinya Zhafir bin Ali bin Futuh Al Azdi Al Iskandarani Al-Maliki, wafatnya tahun 648 H.
  2.  Ibnu Al-Jumaizi, Al-Allamah Baha’uddin Abu Al-Hasan Ali bin Hibatullah bin Salamah Al Mashri Asy-Syafi’I, wafat pada tahun 649 H. Ahli dalam bidang Hadits, Fiqih dan Ilmu Qira’at.
  3. Abu Al-Abbas Ahmad bin Umar bin Ibrahim Al-Maliki Al-Qurthubi, wafat pada tahun 656 H. Penulis kitab Al-Mufhim fisyarh Shahih Muslim.
  4. Al-Hasan Al-Bakari, Al-Hasan bin Muhammad bin Muhammad bin Amaruk At-Taimi An-Nisaburi Ad-Dimsyaqi atau Abu Ali Shadruddin Al-Bakari, wafat pada tahun 656 H.
Imam al-Qurṭubi wafat di perkampungan Munayyah bani Khaṣīb yang termasuk bagian bagian paling bawah dari Kota Mesir pada malam Senin tanggal 9 Syawwal 671 H. Beliau juga di makamkan di daerah tersebut.[5]
B.     Kitab Tafsir al-Jāmi’  li Ahkām al-Qur’an
  1. Pengenalan Umum Kitab Tafsir Qurtubi
Kitab tafsir ini sering disebut dengan tafsir al-Qurtubi yang merupakan nisbah dari pengarangnya. Judul lengkap tafsir ini adalah al-Jami’ li Ahkām al-Quran wa al Mubayyin limā Taḍammanah min al-Sunnah wa Ay al-Furqan yang berarti kitab ini berisi himpunan hukum-hukum al-Quran dan penjelasan terhadap isi kandungannya dari al-Sunnah dan ayat-ayat al-Quran.
Selain itu, di dalamnya dimasukkan pula qira’at dan i’rab yang periwayatannya sampai pada Rasulullah Ṣallallah Alayhi wa Sallam, pembahasan lughat, nahwu, dan sharaf. Dalam kitab ini tidak memasukkan pendapat ahli bid’ah dan orang yang berpendapat dengan nafsunya. Jadi bisa dipahami bahwa di dalam kitab ini tidak terdapat periwayatan dari israiliyat yang biasanya terdapat juga dalam kitab tafsir seperti halnya kitabnya at-Ṭabari.[6]
  1.  Latar Belakang Penulisan Tafsir al-Qurṭubi
Berangkat dari pencarian ilmu dari para Ulama’ (seperti Abu al-Abbas bin Umar al-Qurthubi Abu al-Hasan bin Muhammad bin Muhammad al-Bakhri), kemudian Imam al-Qurthubi diasumsikan berhasrat besar untuk menyusun kitab Tafsir yang juga bernuansa fiqh dengan menampilkan pendapat imam-imam madzhab fiqh dan juga menampilkan hadis yang sesuai dengan masalah yang dibahas. Selain itu kitab tafsir yang telah ada sedikit sekali yang bernuansa fiqh. Karena itulah Imam al-Qurthubi menyusun kitabnya, dan ini akan mempermudah masyarakat, karena disamping menemukan tafsir beliau juga akan mendapatkan banyak pandangan imam madzhab fiqh, hadis-hadis Rasulullah saw maupun pandangan para Ulama’ mengenai masalah itu.
  1. Sumber Tafsir
Banyak sekali sumber yang digunakan al-Qurṭubi dalam menulis tafsirnya. Sumber-sumber ini telah dipaparkan pada muqaddimah pada kitab aslinya. Adapun sebagian sumber rujukan dalam penulisannya tafsirnya adalah:[7]
-          Referensi primer yaitu menafsirkan al-Quran dengan al-Quran, sunnah Rasulullah Ṣallallah Alayhi wa Sallam, perkataan sahabat dan tabi’in, kaidah-kaidah kebahasaan dan ijtihad yang di dasarkan pada dalil.
-          Referensi sekundernya, di antaranya yaitu: tafsir at-Ṭabari, tafsir Ibnu Aṭiya, tafsir al-Mawardi, tafsir Abi al-Laits al-Samarqandi, tafsir al-Baghawi, Ahkām al-Qur’an karya Ibnu ‘Arabi dan Ma’aniy al-Qur’an, wa I’rāb al-Qur’an, wa al-Nāsikh wa al-Mansūkh karya Abi Ja’far al-Nahash.
  1. Sistematika Penulisan
Al Qurthubi juga menjelaskan metode yang digunakan dalam tafsirnya, antara lain:[8]
-          Menjelaskan sebab turunnya ayat.
-          Menyebutkan perbedaan bacaan dan bahasa serta menjelaskan tata bahasanya.
-          Mengungkapkan periwayatan hadis, mengungkapkan lafadz-lafadz yang gharib di dalam Al Qur’an, memilah-milih perkataan fuqaha, dan mengumpulkan pendapat ulama salaf dan pengikutnya.
Argumentasi-argumentasinya banyak dikuatkan dengan sya’ir arab, mengadopsi pendapat-pendapat ahli tafsir pendahulunya, seperti Ibnu Jarir, Ibnu Aṭiya, Ibnu al Arabi, Ilya al-Harasi, dan al-Jasshash.
Ia menyebutkan pendapat-pendapat ulama mazhab dan mengomentarinya, ia juga tidak ta’assub dengan mazhab Malikiahnya. Sebaliknya al-Qurthubi terbuka dalam tesisnya, jujur dalam argumentasinya, santun dalam mendebat musuh-musuhnya dengan penguasaan ilmu tafsir dan segala perangkapnya, serta penguasaan ilmu syariat yang mendalam.
  1. Metode Yang Dipakai
Metode yang dipakai al-Qurtubi dalam kitab tafsirnya adalah metode tahlili, karena ia berupaya menjelaskan seluruh aspek yang terkandung dalam al-Quran dan mengungkapkan segenap pengertian yang dituju. Sebagai contoh dari pernyataan ini adalah ketika ia menafsirkan surat al-Fatihah di mana ia membaginya menjadi empat bab yaitu; bab Keutamaan dan nama surat al-Fatihah, bab turunnya dan hukum-hukum yang terkandung di dalamnya, bab Ta’min, dan bab tentang Qiraat serta I’rabnya. Masing-masing dari bab tersebut memuat beberapa masalah.[9]
Kemudian, untuk mengetahui metode analisis yang digunakan Imam al-Qurṭubi, kita bisa melihat contoh penafsirannya, semisal pada kasus QS. Al-Mulk ayat 1 berikut:[10]
تبارك الذي بيده الملك وهو على كل شيء قدير
تبارك الذي بيده الملك وهو على كل شيء قديرقوله تعالى: [تبارك] تفاعل من البركة وقد تقدم. وقال الحسن: تقدس. وقيل دام. فهو الدائم الذي لا أول لوجوده ولا آخر لدوامه. [الذي بيده الملك] أي ملك السموات والأرض في الدنيا والآخرة. وقال ابن عباس: بيده الملك يعز من يشاء ويذل من يشاء، ويحيي ويميت، ويغني ويفقر، ويعطي ويمنع. وقال محمد بن إسحاق: له ملك النبوة التي أعز بها من اتبعه وذل بها من خالفه. [وهو على كل شيء قدير] من إنعام وانتقام
Dapat dipahami dari penjelasan diatas bahwa al-Qurthuby menggunakan analisis lughawy (kebahasaan). Hal ini diketahui, karena dia menafsirkan ayat di atas dengan mengutip pendapat-pendapat para sahabat dan ulama-ulama tentang arti kata dalam ayat. Demikian itu dia lakukan untuk memperjelas maksud dari setiap kata dalam ayat.
Disamping menggunakan analisis Lughawy, beliau dalam mempertajam penelitiannya juga menggunakan analisis bi al-Ma’tsur, yakni suatu metode analisis ayat-ayat al-Qur’an dengan menggunakan ayat lain, dengan hadis atau pendapat para sahabat. Hal ini bisa kita cermati dari sebagian penafsiran beliau mengenai Qs. Al-Mulk ayat 2 sebagai berikut :[11]

الذي خلق الموت والحياة ليبلوكم أيكم أحسن عملا وهو العزيز الغفور

الذي خلق الموت والحياة ليبلوكم أيكم أحسن عملا وهو العزيز الغفورقوله تعالى: (الذي خلق الموت والحياة) يل: المعنى خلقكم للموت والحياة؛ يعني للموت في الدنيا والحياة في الآخرة وقدم الوت على الحياة؛ لأن الموت إلى القهر أقرب؛ كما قدم البنات على البنين فقال: (يهب لمن يشاء إناثا) الشورى: 49]. وقيل: قدمه لأنه أقدم؛ لأن الأشياء في الابتداء كانت في حكم الموت كالنطفة والتراب ونحوه. وقال قتادة: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: (إن الله تعالى أذل بني آدم بالموت وجعل الدنيا دار حياة ثم دار موت وجعل الآخرة دار جزاء ثم دار بقاء) وعن أبي الدرداء أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: (لولا ثلاث ما طأطأ ابن آدم رأسه الفقر والمرض والموت وإنه مع ذلك لو ثاب) دم الموت على الحياة، لأن أقوى الناس داعيا إلى العمل من نصب موته بين عينيه؛ فقدم لأنه فيما يرجع إلى الغرض المسوق له الآية أهم قال العلماء: الموت ليس بعدم محض ولا فناء صرف، وإنما هو انقطاع تعلق الروح بالبدن ومفارقته، وحيلولة ببنهما، وتبدل حال وانتقال من دار إلى دار. والحياة عكس ذلك
Dalam penafsiran ayat di atas, bisa kita lihat penukilan hadis yang dilakukan oleh Imam al-Qurṭubi, seperti contoh :
وقال قتادة: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: (إن الله تعالى أذل بني آدم بالموت وجعل الدنيا دار حياة ثم دار موت وجعل الآخرة دار جزاء ثم دار بقاء)
وعن أبي الدرداء أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: (لولا ثلاث ما طأطأ ابن آدم رأسه الفقر والمرض والموت وإنه مع ذلك لو ثاب) دم الموت على الحياة، لأن أقوى الناس داعيا إلى العمل من نصب موته بين عينيه؛ فقدم لأنه فيما يرجع إلى الغرض المسوق له الآية أهم.
Dari persoalan-persoalan yang telah diuraikan, bisa disimpulkan bahwa metode Imam al-Qurṭubi dalam menafsirkan ayat al-Qur’an, yaitu dengan menggunakan Tafsir Tahlily atau secara menyeluruh, karena beliau berupaya menjelaskan seluruh aspek yang terkandung dalam al-Qur’an dan mengungkapkan segenap pengertian yang dituju dan juga dipertajam melalui analisis bi al-ma’thur dan diperkuat dengan analisis lughawy (kebahasaan).
  1. Corak Penafsiran
Para pengkaji tafsir memasukkan tafsir karya al-Qurtubi kedalam tafsir yang bercorak Fiqhi, sehingga sering disebut sebagai tafsir ahkam. Karena dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran lebih banyak dikaitkan dengan persoalan-persoalan hukum. Sebagaimana dengan ulama’ lain, Husain al-Dzahabi juga memasukkan pembahasan kitab ini pada kategori tafsir fiqhi. Namun, dalam menentukan hukum-hukum fiqihnya, al-Qurṭubi setelah memaparkan pendapat-pendapat dan mengomentarinya, ia tetap tidak fanatik dengan madzhabnya (Malikiah).
Sebagai contoh dapat dilihat ketika Imam al-Qurṭubi menafsirkan Qs. Al-Baqarah (2) ayat 43 sebagaimana yang dijelaskan Husain al-Dzahabi dalam kitabnya Tafsīr wa al-Mufassirūn seperti berikut :[12]
ومثلاً نجده عندما تعرَّض لقوله تعالى فى الآية [187] من سورة البقرة: {أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصيام الرفث إلى نِسَآئِكُمْ} ... . الآية، نجده فى المسألة الثانية عشرة من مسائل هذه  الآية يذكر خلاف العلماء فى حكم مَن أكل فى نهار رمضان ناسياً.. فيذكر عن مالك أنه يفطر وعليه القضاء، ولكنه لا يرضى ذلك الحكم فيقول: "وعند غير مالك ليس بمفطر كل مَن أكل ناسياً لصومه. قلت: وهو الصحيح، وبه قال الجمهور إن مَن أكل أو شرب ناسياً فلا قضاء عليه، وإن صومه تام، لحديث أبى هريرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "إذا أكل الصائم ناسياً، أو شرب ناسياً فإنما هو رزق ساقه الله تعالى إليه، ولا قضاء عليه.. ".
Dari keterangan al-Dzahabi di atas, bisa dimengerti bahwa dalam masalah ke dua belas dari masalah yang terkandung dalam ayat ini, sesudah mengemukakan perbedaan pendapat para ulama’ mengenai hukum orang yang makan di siang hari bulan Ramadhan karena lupa, dan kutipan dari imam Malik bahwa orang tersebut dinyatakan batal dan wajib mengqaḍa’. Kemudian al-Qurṭubi megatakan : “ Menurut pendapat selain Maliki, tidaklah dipandang batal setiap orang yang makan dan minum karena lupa, dan jumhur pun berpendapat sama bahwa barang siapa makan atau minum karena lupa, ia tidak wajid mengqaḍa’nya, dan puasanya tetap sempurna. Hal ini berdasarkan hadis Abu Hurairah Raḍiyallahu ‘Anhu yang menyetakan, Rasulullah Ṣallallah Alayhi wa Sallam bersabda: “ Jika seseorang sedang berpuasa, dan ia makan atau minum karena lupa, maka yang demikian adalah rizki yang diberikan Allah Subḥānahu wa Ta’ālā kepadanya, dan ia tidak wajib mengqaḍa’.
Dari kutipan tersebut, kita bisa melihat bahwa dengan pendapat yang dikemukakannya itu, al-Qurṭubi tidak lagi sejalan dengan madzhabnya sendiri, ia berlaku adil dengan madzab yang lain.



  1. Karakteristik Penafsiran al-Qurṭubi
Persoalan menarik yang terdapat dalam tafsir ini yang perlu untuk dicermati adalah pernyataan yang dikemukakan oleh al-Qurṭubi dalam muqaddimah tafsirannya yang berbunyi:[13]
وشرطي في هذا الكتاب : إضافة الأقوال إلى قائليها والأحاديث إلى مصنفيها فإنه يقال من بركة العلم أن يضاف القول إلى قائله.
Syarat saya dalam kitab ini adalah menyandarkan semua perkataan kepada orang-orang yang mengatakannya dan berbagai hadits kepada pengarangnya, karena dikataan bahwa diantara berkah ilmu adalah menyandarkan perkataan kepada orang yang mengatakannya.
  1. Kelebihan dan Kekurangan Tafsir al-Qurṭubi
Imam Adz-Dzahabi pernah berkata, “Al Qurṭubi telah mengarang sebuah kitab tafsir yang sangat spektakuler”.[14]
Diantara kelebihan kitab ini adalah :
-          Memuat hukum-hukum yang terdapat dalam al-Qur’an al-Karim, dengan pembahasan yang luas.
-          Hadis-hadis yang didalamnya di tahrij dan pada umumnya disandarkan langsung kepada orang yang meriwayatkannya.
-          Menghimpun ayat, hadis dan aqwal ulama’ pada masalah-masalah hukum, yang kemudian ditarjih salah satunya dengan dalil-dalil ‘aqli dan naqli.
-          Tidak mengabaikan bahasa Arab, sya’ir Arab dan sastra Arab.
-          Ibnu Farhun berkata: Tafsir yang paling bagus dan paling banyak manfaatnya, membuang kisah dan sejarah, dan diganti dengan menetapkan hukum dan istimbat dalil, serta menerangkan I’rob, qira’at, nasikh dan mansukh”.[15]
Diantara kekurangannya:
-          Banyak mencantumkan hadis-hadis dha’if tanpa diberi komentar (catatan), padahal beliau adalah seorang muhaddith (ahli hadis).
-          Penulis menta’wil beberapa ayat yang berbicara tentang sifat Allah Subḥānahu wa Ta’ālā.
III.   KESIMPULAN
Al Qurṭubi adalah salah satu mufassir muslim mempunyai pengetahuan luas yang selalu memperjuangkan Islam. Dengan segenap kemampuannya ia mengumpulkan, dan menghafal hadis untuk menafsirkan ayat-ayat yang berkenaan dengan hukum baik itu hukum fikih, ibadah dan sebagainya.
Dari persoalan-pesoalan yang telah diuraikan dalam beberapa bab di atas dapat diambil kesimpulan bahwa : pertama, al-Qurṭubi pengarang kitab tafsir al-Jami’ li Ahkam al-Quran adalah seorang mufasir yang bermazhab Maliki yang hidup di Andalus. Beliau menulis kitab ini karena ingin memahamkan masyarakat mengenai hukum-hukum yang ada di dalam al-Qur’an, selain itu juga karena beliau sudah lama berkecimpung di dunia Fiqih. Kedua, dalam menulis tafsirnya, al-Qurṭubi banyak menggunakan rujukan dari kitab-kitab lain seperti al-Ṭabari dan juga banyak menukil riwayat-riwayat yang ma’thur yang kemudian ini dijadikan sebagai karakteristik tafsirnya. Ketiga, tafsir yang ditulisnya tersebut menggunakan sistematika Mushafi, metode Tahlili dan bercorak fiqhi mazhab Maliki dengan tidak terlalu terkait dengan madhabnya sendiri. Keempat, dalam tafsir al-Qurṭubi juga terdapat beberapa kelebihan yang di antaranya memuat hukum-hukum yang terdapat dalam al-Qur’an al-Karim, dengan pembahasan yang luas dan memiliki beberapa kekurangan yang di antaranya adalah banyak mencantumkan hadis-hadis dha’if tanpa diberi komentar (catatan), padahal beliau adalah seorang muhaddith (ahli hadis).


DAFTAR PUSTAKA
al-Dzahabi, Muhammad Husain, Tafsīr wa al-Mufassirūn. Kairo : Maktabah Wahbah, t.th. juz 2.
al-Qaṭṭan, Manna’ Khalil, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an, terj. Mudzakir AS, Bogor : Pustaka Litera Antar Nusa, 2013.
al-Qurubi, Abi Abdillah Muhammad, al-Jamī’ li Ahkām al-Qur’an. Beirut : Muassasah al-Risālah, 2006. jilid. 1, juz 1.
Farhun, Ibnu, al-Dībāj al-Madhab fī Ma’rifati A’yāni Ulamā’ al-Madhab. Kairo : Dār al-Turāth, t.th. juz 2.
http://Biografi%20Imam%20al-Qurtubi%20_%20Warna%20Sahabat.html. Diakses pada tanggal 23 September 2015, pukul 15.29 WIB.



[1] Abi Abdillah Muhammad al-Qurubi, al-Jamī’ li Ahkām al-Qur’an, (Beirut : Muassasah al-Risālah, 2006) jilid. 1, 37.
[2] http://Biografi%20Imam%20al-Qurtubi%20_%20Warna%20Sahabat.html. Diakses pada tanggal 23 September 2015, pukul 15.29 WIB
[3] Ibid.,
[4] Abi Abdillah Muhammad al-Qurubi, al-Jamī’ li Ahkām al-Qur’an, jilid. 1, 37-38.
[5] Ibid., jilid. 1, 38.
[6] Ibid., jilid. 1, 9.
[7] Ibid., jilid. 1, 11.
[8] Manna’ Khalil al-Qaṭṭan, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an, terj. Mudzakir AS, (Bogor : Pustaka Litera Antar Nusa, 2013) 520.
[9] Abi Abdillah Muhammad al-Qurubi, al-Jamī’ li Ahkām al-Qur’an, jilid. 1, 10.
[10] Ibid., jilid. 21, 109.
[11] Ibid., jilid. 21, 110-111.
[12] Muhammad Husain al-Dzahabi, Tafsīr wa al-Mufassirūn, (Kairo : Maktabah Wahbah, t.th) juz 2, 339-340.
[13] Abi Abdillah Muhammad al-Qurubi, al-Jamī’ li Ahkām al-Qur’an, juz. 1, 8.
[14] Abi Abdillah Muhammad al-Qurubi, al-Jamī’ li Ahkām al-Qur’an, jilid. 1, 37.
[15] Ibnu Farhun, al-Dībāj al-Madhab fī Ma’rifati A’yāni Ulamā’ al-Madhab, (Kairo : Dār al-Turāth, t.th) juz 2, 309.
Kumpulan Makalah 3006661904389101753

Posting Komentar

emo-but-icon

Beranda item

Popular Posts

Twitter

Random Posts

Jasa Pembuatan Makalah

Flickr Photo

Recent Comments