1735262163458753
Loading...

PLURALISME (TOLERANSI)



Kata Pengantar
Belakangan media gencar memberitakan paham-paham pluralisme agama, melalui media islamlib.com misalnya, lembaga jaringan yang menawarkan pembaharuan konsep islam ini justru kerap menelurkan doktrin-doktrin pluralisme agama dengan mengatas namanakan toleransi yang dimiliki oleh Islam, misi ini juga terus mereka sebarkan melalui jurnal-jurnal, radio, buletin diskusi yang menyebar seperti angin di masyarakat kita. Ditambah beberapa tokoh yang kerap mengeluarkan pernyataan-pernyataan senada dengan jaringan islam liberal seperti Nur Cholis Majid, Azyumardi Azra dan yang sepaham dengan mereka, mereka seolah membawa angin segar pada pembaharuan dan kemajuan islam, namun perlu kita sadari, bahwa konsep yang mereka gaung-gaungkan sejatinya merupakan kesalah pemahaman atau entah ada misi terselubung, karena terdoktrin atau memang agen bayaran, seperti meminjam istilahnya Hamid Baidlowi “ ia memang cerdas, tapi ada virus barat di otaknya, sehingga kecerdasanya terbaratkan” kesalahan pemahaman dalam mengurai konsep toleransi yang ada pada Islam justru membuat agama ini makin gemah riuh oleh suasana perdebatan pemahaman, bahkan lebih intim, karena ini menyangkut kode etik agama tuhan, Islam.
Di satu sisi banyak yang beranggapan untuk menyudahi saja perdebatan ini, karena merasa malu dengan agama lain, Islam yang dipromosikan sebagai agama damai justru kerap ribut sendiri di internal agamanya. Tapi di sisi lain, polemik seperti ini justru menampakan kegagahan Islam dan para penganutnya, karena tidak akan muncul perdebatan seperti ini jika tidak dilakukan oleh kompetitor yang kritis dan agresif terhadap pemikiran-pemikiran yang dianggap tidak sesuai dengan pemahaman yang telah ada. “Inilah islam dan inilah pemeluknya!!“
Hamid Fahmy Zarkasy, membagi golongan pembawa angin pluralisme berkedok toleransi agama ini menjadi tiga golongan:
1.      Kelompok yang memilki doktrin dan memiliki agenda tersenderi dalam penyebaran isu ini;
2.      Mereka yang tidak memahami doktrin ini karena pikirannya terbaratkan;
3.      Mereka yang terbawa arus dan ikut terjebak dalam isu pluralisme;
Bahayanya, golongan ini selain memunculkan doktrin-doktrin baru mereka juga kerap mengatasnamanak ayat suci Al-Quran dalam menyebarkan doktrin ini.
Oleh sebab itu, kembali mempelajari dan menelaah konsep toleransi dalam Al-Quran menjadi sangat penting agar pemahaman keliru mereka dapat terpatahkan. mendebat mereka dengan senjata yang sama, ayat Al-Quran. Menjadi senjata yang jitu untuk mengembalikan mereka dari pemahaman-pemahaman yang keliru. Jadi dalam kajian ini, pemakalah bukan hanya mengurai seputar konsep toleransi agama dalam Al-Quran. namun pemakalah juga akan menjelaskan letak ke-salah pemaham-an mereka dalam memaknai ayat toleransi agama dalam Al-Quran.














Daftar Isi

Pengantar...................................................................................................................... I
Daftar Isi...................................................................................................................... III
Rumusan Masalah......................................................................................................... IV
Tujuan Penulisan........................................................................................................... IV

BAB I  ~ TOLERANSI
Pengertian Toleransi..................................................................................................... 5
Toleransi dalam Perspektif Kenegaraan....................................................................... 6
Toleransi dalam Perspektif Al-Quran........................................................................... 7
Ayat – Ayat Toleransi Dalam Islam............................................................................. 9

BAB II ~ PAHAM PLURALISME
Pengertian Pluralisme Dan Pahamnya.......................................................................... 9
Ayat-Ayat Yang Digunakan Dalam Paham Pluralisme dan Pemahamanya................. 10
Pluralisme Dan Pluralitas.............................................................................................. 12
Paham Pluralisme Dalam Perspektif Al-Quran............................................................. 13

BAB III ~ KESIMPULAN
Toleransi Tanpa Pluralisme........................................................................................... 15
Daftar Pustaka.............................................................................................................. 16


Rumusan Masalah
Apa itu toleransi agama?
Konsep seperti apakah toleransi yang ditawarkan Negara ?
Konsep seperti apakah toleransi yang ditawarkan Islam ?
Apakah paham pluralism termasuk toleransi dalam Al-Quran ?
Kenapa banyak klaim tentang pengakuan Al-Quran terhadap pluralisme ?
Apa yang harus kita lakukan dalam menghadapi keberagaman agama ?


Tujuan Penulisan
Memahami konsep toleransi dalam Al-Quran
Memprmosikan kembali bahwa Islam adalah agama yang toleran
Memahami kekacauan paham pluralism yang berkedok ayat Al-Quran
Mematahkan argumen paham pluralisme

BAB I
TOLERANSI AGAMA

1.      Pengertian Toleransi Agama
Dalam Kamus Besar Bahasa Indoensia toleransi memiliki arti sifat atau sikap toleran sedangkan toleran merupakan adjektif yang memiliki arti bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan lain sebagainya.) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri[1]. Sikap toleransi ini merupakan sikap positif yang hendaknya dimiliki seluruh pemeluk agama agar tercapainya sebuah kerukunan dan perdamaian dalam interaksi antar pemeluk agama.
Sedangkan agama merupakan ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yg berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.
Jika kita berbicara agama secara objektif, hampir dapat dipastikan bahwa tidak ada agama yang tidak mengajarkan  perdamaian, norma sosial dan norma kehidupan. Berhubungan dengan yang tidak seagama selalu menjadi bahasan yang interaktif dalam kajian keagamaan.
Sebelum Islam datang, di jazirah Arab sudah menjalar begitu banyak agama. Di selatan Mekkah misalnya sudah dihuni oleh orang-orang Kristen. Begitu juga Ethiopia dan Mesir. Sementara di bagian timur, Yahudi pun berkembang luas. Bahkan di Persia, saat itu sudah ada pemercaya Majusi dan Wathani. Dengan demikian, Islam hadir bukan pada ruang yang vakum tanpa agama. Islam justru hadir di tengah-tengah agama lain. Ini fakta objektif. Bahwa Islam tumbuh di tengah masyarakat yang plural dari segi agama bahkan juga etnik.


2.      Toleransi dalam Perspektif Kenegaraan
Indonesia dengan sistemnya yang demokratis, sangat menjunjung tinggi adanya hak dan suara dari setiap warganya yang plural dalam beragama, terhitung ada 6 agama yang diakui secara resmi dan  berkembang di Indonesia[2]. Semua itu menjadi warna terhadap kehidupan yang beragam dan Negara juga memilki sikap dalam
Di Indonesia pemeluk agama konghucu tidak lebih dari 5 juta, atau hanya 0,05 % dari keseluruhan penduduk di Indonesia berbalik sekali dengan penduduk muslim yang mencapai angka 87% dari keseluruhan penduduk 237.641.326[3] namun tidak ada perbedaan dalam peraturan yang dibuat oleh pemerintah. Hal ini sangat memberi gambaran kepada kita betapa Negara Indonesia merupakan Negara yang sangat toleran, bahkan kepada penduduk yang hanya 0,05 %. Perayaan hari besar mereka yang dilaksanakan 1 hari antara tanggal 21 Januari sampai 20 Februari[4] selalu menjadi hari libur nasional, bahkan bukan hanya konghucu saja yang hari besarnya menjadi hari besar nasional, melainkan seluruh  agama yang diakui secara resmi di Indonesia.
Undang-undang tentang toleransi beragama juga banyak ditelurkan guna menjamin seluruh penduduk memiliki hak yang sama dalam menentukan pilihan agama, dalam Rancangan Undang-Undang Kerukunan Umat Beragama yang kesemuanya mencapai lima puluh lima pasal. diantaranya dalam RUU KUB pasal Sembilan menyebutkan :
 (1) Umat beragama berhak menyelenggarakan perayaan dan peringatan hari besar keagamaan, sesuai dengan ajaran agamanya.
(2) Perayaan dan peringatan hari besar keagamaan pada prinsipnya hanya diakui oleh umat beragama yang bersangkutan.
(3) Perayaan  dan  peringatan  hari  besar  keagamaan  dilaksanakan  dengan kewajiban memelihara kerukunan umat beragama dan keutuhan bangsa.[5]

3.      Toleransi dalam Perspektif Al-Quran
Pada suatu kesempatan sekelompok kafir Quraisy pernah mengajak Nabi berunding, diantara mereka ada Walid bin Mughirah, Umayah bin Khalaf, ‘Ashy bin Wail, Abu Jahal dan para pembesar lainnya . Mereka menawarkan sikap toleransi dalam beragama. Tapi bukan toleransi biasa yang mereka tawarkan, malainkan sudah mencapai tahap over, mereka mengajak Nabi untuk menyembah tuhan mereka sebagaimana ritual mereka dengan durasi selama satu tahun, dan  tahun berikutnya mereka akan melakukan hal yang sama, menyembah tuhan agama Islam dengan ritualnya, dan penawaran durasi yang kurang lebih sama. Kisah inilah yang meatarbelakangi turunya surat Al-Kafirun[6],
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ (1) لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ (2) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (3) وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ (4) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (5) لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ (6)
Surat Al-Kafirun ini merupakan bentuk toleransi yang diajarkan dalam islam, dimana Islam membiarkan para pemeluk lain untuk tetap beribadah, sebuah bentuk perdamaian yang diajarkan dalam Al-Quran dan membiarkan mereka tetap berada pada agama mereka, hal ini juga disinggung dalam Al-Quran surat al-Baqarah ayat 256 :
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Dengan penegasan “لَا إِكْرَاهَ ” menunjukan bahwa agama Islam bukanlah agama diktator yang dengan semena-mena menuntut seseorang untuk masuk ke dalam agama Islam. sesuai dengan sebab turunya ayat dimana ada seorang Nashroni yang menanyakan kepada Nabi tentang bagaimana jika dia memaksa kedua anaknya yang beragama Kristen untuk masuk islam[7].
Dengan latar belakang turunnya ayat sudah mampu menggambarkan bahwa Islam merupakan agama yang mengakui adanya keragaman agama, namun Islam bukanlah agama yang mau mengakui agama lain.















BAB II
Pluralisme dan Pemahamnya

1.      Pengertian Pluralisme dan Pahamnya
Pada saat menduduki bangku Madrasah Aliyah dulu, kami berkesempatan untuk mengikuti diskusi antar SMA sederajat dengan 4 topik pembahasan, yang satu diantaranya bertemakan “ Pluralisme Agama ”, mendapat nomor undian 3 kami jadi bisa mencermati 2 delegasi lain sebelum kami, dalam pemaparannya, kedua-duanya menyatakan setuju dan sangat mendorong adanya pluralisme, hingga tiba giliran kami, dengan tegas kami menyampaikan bahwa kami tidak cocok dengan paham pluralisme dan sangat tidak mendukung adanya hal tersebut. Hampir lima menit kami menyampaikan tiba-tiba moderator menghentikan sejenak diskusi dan ternyata ia ingin mengambil kesepakatan forum tentang makna pluralisme yang akan dibahas. Setelah disepakati, diskusi berjalan dengan lancar dan berada pada satu presepsi untuk mendiskusikan suatu topik.
Memang, jika ditelusuri lebih dalam, sebenarnya akar konflik dari yang setuju dan yang tidak seuju  pada paham pluralisme ini kebanyakan masalah pemahaman mereka mengenai arti pluralisme, dari yang telah banyak diperbincangkan dan dari pemahaman sekilas, pluralisme memiliki 2 aspek makna[8]. Keduanya seperti 2 mata koin uang, yang tidak mungkin disatukan esensi yang terkandung diantara keduanya , 2 aspek makna tersebut adalah :
1)      Pengakuan terhadap kualitas majemuk, atau toleransi terhadap kemajemukan;
2)      Doktrin-doktrin yang berisi :
a)      Pengakuan terhadap kemajmukan sebagai prinsip tertinggi;
b)      Pernyataan tidak ada jalan untuk menyatakan kebenaran yang tunggal atau kebenaran satu-satunya dalam suatu masalah;
c)      Ancaman bahwa tidak ada satu pendapat pun yang benar, atau semua pendapat sama benarnya;
d)     Teori yang seirama dengan relativisme dan sikap curiga terhadap kebenaran;
e)      Pandangan bahwa di sana tidak ada pendapat yang benar atau semua pendapat sama benarnya.
Ada pula yang sering membagi pluralisme dari sudut pandang yang berbeda, pluralisme sosiologis dan pluralism teologis, namun penulis beranggapan bahwa pemahaman yang kedua ini intinya sama saja. Pluralisme sosiologis berarti pengakuan adanya keberagaman agama, pluralisme teologis berarti pengakuan tidak ada agama yang benar, tidak jauh beda dengan pengertian yang pertama.

2.      Ayat-Ayat yang Sering Digunakan Kelompok Pluralis
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالنَّصَارَى وَالصَّابِئِينَ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
(QS. Al-Baqarah : 92)
Pluralisme dan kaitannya dengan penyamarataan agama menjadi trend yang kerap diperbincangkan. Sebagaimana yang telah kami paparkan, bahwa faham mereka juga menggunakan ayat Al-Quran sebagai tameng berlindung. Menurut pemahaman mereka Al-Quran juga banyak menjelaskan dan mengakui adanya pluralisme. Dan beberapa ayat yang mereka sering mereka gunakan perisai berlindung adalah :
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
(QS. Ali Imran : 64)
Ayat 64 yang terdapat dalam surat Ali Imron, juga banyak dijadikan sebagai benteng pemerkuat keyakinan mereka akan adanya pluralisme agama, sebagai mana pendapat salah seorang pembesar JIL yang mengatakan :
Namun, asas teologi Islam yang lebih penting menyangkut kehidupan antar-agama tak terbatas hanya pada pengalaman Madinah. Alquran, sebagai kitab suci yang menjadi rujukan teologis kaum muslim, memiliki banyak sekali ayat yang memerintahkan umat Islam untuk, bukan saja menghormati keberadaan agama-agama lain, tapi mengajak mereka mencari kesamaan-kesamaan (kalimatun sawa) (Q.S. 3: 64).
Dalam beberapa ayat Alquran, Allah menjamin para penganut agama-agama lain (seperti Yahudi, Kristen, Sabean) akan mendapatkan pahala sesuai dengan perbuatan baik mereka dan dijamin berada dalam lindungan Allah (Q.S. 2: 62 dan Q.S. 5: 69). Ayat-ayat seperti ini memperkuat ayat-ayat lainnya yang menyatakan bahwa semua agama, selama mengakui ketertundukannya kepada Allah (yang merupakan makna dari kata “Islam”), pada dasarnya adalah sama. Jangan heran kalau Nabi Muhammad pernah menyatakan bahwa agama yang paling dicintai Allah adalah “alhanafiyah al-samhah” (semangat kebenaran yang toleran).[9]
Disini terlihat sekali kalau mereka memaksakan ayat Al-Quran untuk memperkuat paham mereka, lagi-lagi dengan mengesampikan bahwa penafsiran mengenai ayat-ayat seperti ini telah banyak disinggung oleh ulama, mereka mengesampingkan dengan dalih pembaharuan.
Dalam ayat tersebut mereka mencoba mencari justifikasi terhadap pemikiran mereka yang pluralis itu, padahal “تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍbukan dimaksutkan untuk mencari titik sama dari keberagaman agama Ahli Kitab melainkan mengajak mereka pada satu titik temu, kalimat selanjutnya memberikan penjelasan bahwa bentuk dari “كَلِمَةٍ سَوَاءٍ ” adalah “……أَلا نَعْبُدَ إِلا اللَّهَ وَلا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا “ yaitu kembali pada satu tujuan, pada satu pemahaman tentang Dzat yang maha disembah, yang tidak layak disekutukan terhadap apapun, bukan mencari justifikasi yang kemudian digunakan untuk mengakui eksistensi agama lain.
Padahal jika ditelusuri sendiri ayat ini sebenarnya diturunkan pada Ahli Kitab yang berada disekitar Madinah, dan itu berarti menegaskan bahwa ayat ini adalah sebuah bentuk ajakan kepada mereka untuk masuk islam “فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
Ayat ini pula yang digunakan oleh Nabi Muhammad dalam mengajak Raja Hercules untuk masuk islam[10]. Melalui surat yang beliau kirimkan kepada Raja tersebut, beliau ikut melampirkan Al-Quran surat Ali Imran ayat 64. Disini nabi benar-benar mengajak Raja Hercules masuk islam, bukan mencari persamaan dengan apa yang dianut Hercules dan kemudian mengajak perdamaian dengan mengakui eksistensi dari agama yang dianut olehnya.

3.      Antara Pluralisme dan Pluralitas
Berangkat dari kegalauan publik, Majlis Ualama Indonesia resmi mengeluarkan fatwa haram mengenai paham pluralisme tepat pada tanggal 28 Juli 2005[11], beberapa apresiasi banyak bermunculan, tapi beberapa orang juga ada yang tidak sependapat dan merasa MUI berada pada fatwa yang tidak tepat. Mereka melakukan berbagai protes dan mengeluarkan pengertian serta pendapatnya sendiri tentang pluralisme, seolah mereka itu lebih ulama daripada sekumpulan ulama yang mewakili Indonesia.
Sejatinya, protes yang mereka gugatkan pun tidak memiliki kejelasan sikap dan arah, mengenai apa sebenarnya pluralisme yang mereka bela, KH. Salahudin Wahid pernah menantang mereka mengenai pluralisme seperti apa yang mereka bela[12], yang dilakukan Salahudin Wahid itu sangat tepat, Ia mencoba menarik presepsi pada pengertian pluralism agar tidak hanya asal berdebat dan mendebat, hal ini penting agar tidak muncul presepsi sendiri-sendiri yang kemudian ditabrak-tabrakan, terlebih dengan presepsi yang telah disepakati Majlis Ulama Indonesia. Namun mereka tetap tidak jelas, dan melontarkan protes melalui pemahaman yang kabur.
Pluralisme dan Pluralitas sering kali diartikan sama, keduanya memang bersumber dari satu akar kata yaitu plural yang berarti majemuk, namun tambahan isme dan itas telah mengkhususkan makna antara keduanya, dalam bahasa Indonesia, penambahan isme memilki arti sebuah paham, sedangkan itas adalah sebuah kenyataan, jadi pluralisme merupakan paham ke-majemuk-an agama, sedangkan pluralitas adalah kenyataan dimana terdapat beberapa agama, pengertian ini kemudian sesuai dengan yang dipaparkan oleh MUI dalam Musyawarah nasional yang membahas tentang spilis.
“ Pluralitas agama adalah sebuah kenyataan bahwa di negara atau daerah tertentu terdapat berbagai pemeluk agama yang hidup secara berdampingan ”[13]
“ Pluralisme  agama  adalah  suatu  paham  yang  meng- ajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya  kebenaran  setiap  agama  adalah  relatif; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme agama juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di surga.“[14]
Memang pengertian ini terlihat sama dengan 2 pengertian pluralisme pada awal pembahasan yang kami jelaskan. Mengenai pengertian yang pertama kami setuju karena itu memang sunnah Allah, tapi untuk pengertian ke dua, ini bertentangan dengan Aqidah Islam.

4.      Paham Pluralisme dalam Perspektif Al-Quran
Pluralitas  agama, kultur dan budaya merupakan sunnatullah, tapi pluralisme sebagaimana yang telah kita singgung sebenarnya merupakan produk paham barat, dengan doktrinnya yang begitu halus para pemikir barat mencoba mengalihkan perhatian manusia dengan membangun persamaan diantara perbedaan, bahkan menghilangkannya.
Disini hak asasi untuk beragama seolah dijunjung tinggi, saking menghargainya sampai-sampai tidak layak seseorang mengklaim salah satu agama paling benar. sikap inilah yang disebut pluralis, tapi benarkah paham pluralisme ini didukung oleh Al-Quran?dalam  Al-Quran jelas telah tersirat bahwa agama yang benar dan diterima adalah Islam. Misalnya dalam surat Ali Imran ayat 19 :
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
Bisa kita cermati, ayat ini menggunakan 2 kata khusus atau dalam istilah Nahwu biasa disebut dengan Isim Ma’rifat, yakni kata “الْإِسْلَامُ ” dan “الدِّينَ ” sehingga memberikan gambaran bahwa ada sebuah faidah Hasr yang terkandung di sana. Jadi ayat ini  dapat kita artikan tidak ada agama yang diridlai di sisi Allah kecuali Islam[15].
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Ayat ini turun karena muncul klaim-klaim dari orang Yahudi bahwa mereka itulah orang-orang yang disinggung dalam ayat sebelumnya “وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ”, dan juga istilah  غَيْرَ الْإِسْلَامِ” pada ayat tersebut, Islam yang dimaksut dalam ayat itu adalah agama mereka, maka kemudian turunlah ayat “وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ ”( ali Imron 97), yang intinya Allah hendak menegaskan golongan mana yang berada di luar garis benar, karena memang nyatanya kemudian mereka enggan melaksankan haji sebagaimana kisah yang diceritakan oleh seorang pembesar tabiin, Ikrimah “ …..orang-orang Muslim berhaji sedang orang kafir hanya duduk-duduk saja”[16].
Al-Alusi juga sempat mendokumentasikan Khutbah sayyidina Ali pada masa-masa kekhalifahannya : " Islam merupakan penisbatan yang tidak dinisbatkan pada seseorang pun sebelum saya, islam itu berserah, berserah itu yakin, yakin itu membenarkan, membenarkan itu berikrar, ikrar itu menyampaikan, menyampaikan itu sebuah tindakan, kemudian beliau berkata : " seseungguhnya orang mukmin mengambil agama dari tuhannya bukan dari akalnya, orang mukmin adalah orang yang mengetahui iman dengan perbuatannya, dan orang kafir itu mengetahui kufur dengan keingkarannya. Wahai manusia, agamamu agamamu. keburukan di dalamnya lebih baik daripada kejelekan diluarnya ( agamamu ), keburukan didalamnya diampuni dan kebaikan di selainya ( agamamu ) tidak diterima ".[17]


BAB III
PENUTUPAN
Toleransi Tanpa Pluralisme
Toleransi, merupakan  perilaku sosial yang bukan hanya dimiliki Islam saja, hampir setiap agama mengajarkan toleransi. Dengan toleransi perdamaian bisa lebih terwujud dan meminimalisir adanya kekerasan antar umat beragama. Pun begitu Islam dengan sistemnya yang mapan telah menggambarkan pada kita bahwa toleransi bukanlah membenarkan, melainkan  tidak lebih dari sekedar, membebaskan, membiarkan, memimilih, tanpa ada paksaan. Karena dengan munculnya Islam, sudah jelas mana yang haq dan mana yang batil. Dan kita juga perlu ingat bahwa berdakwah bukan berarti memaksa, melainkan mengajak.
Beberapa golongan terlalu berlebihan dalam memaknai toleransi hingga memunculkan polemik, belakangan faham ini terindikasi virus pluralisme yang pada prinsipnya telah menyamakan agama, tidak ada yang benar atau bahkan tidak ada yang salah. Terlepas dari 2 makna pluralisme yang kami paparkan, mengenai prinsip kenyataan dan prinsip faham, kita mengakui adanya keberagaman tapi bukan berarti tidak ada kebenaran.









Daftar Pustaka

Al-Quran Al-Karim
Fahmi, Hamid. 2012. Misykat Refleksi Tentang Islam, Westernisasi dan Liberalisme. Jakarta : INSIST
Katsir, Ibnu. Tt. Tafsir Al-Quran al-Adzim. Maktabah Syamilah versi 3.52
(al)Alusy, Syihabuddin. Tt. Ruhul Maani Fi Tafsiril Quran al-Adzim Wa Sabul Matsani. Maktabah Syamilah versi 3.52
(al)Thababari, Muhammad. Tt. Jamiul Bayan Fi Tawilil Quran. Maktabah Syamilah versi 3.52

E-BOOK
Pratiwi, Relasi. Tt.  Antara Agama dan Negara Menurut Konstitusi Indonesia dan Problematika. Link Download : http://www.iclrs.org/content/events/26/538.pdf
Rancangan Undang- Undang ( RUU ) Kerukunan Umat Beragama, Link Download : http://www.elsam.or.id/downloads/1320828121_RUU_KUB_dan_Penjelasan%28OK%29%29%5B1%5D.pdf
Fatwa Musyawarah Naional MUI Jakarta, Nomor : 7/MUNAS VII/MUI/11/2005, Link Download : http://mui.or.id/wp-content/uploads/2014/05/12b.-Penjelasan-Tentang-Fatwa-Pluralisme-Liberalisme-dan-Se.pdf
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Haekal, Muhammad Husein. Tt, Sejarah Hidup Nabi Muhammad

Website ( diakses pada Jumat, 03 Oktober 2014)
http:// bps.go.id/
http://www.islablib.com/
http://www.kemenag.go.id/
http://www.nu.or.id/
http://www.tokohindonesia.com/
http://www.wikipedia.com/
http://www.academia.edu/



[1] Lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia.
[2] Menurut hasil sensus tahun 2010, 87,18% dari 237.641.326 penduduk Indonesia adalah pemeluk Islam, 6,96% Protestan, 2,9% Katolik, 1,69% Hindu, 0,72% Buddha, 0,05% Kong Hu Cu, 0,13% agama lainnya, dan 0,38% tidak terjawab atau tidak ditanyakan, lihat  http://id.wikipedia.org/wiki/Agama_di_Indonesia ( diakses pada Jumat, 03 Oktober 2015 )
[3] Diambil dari website resmi pemerintah Indonesia, Badan Pusat Statistik, ling akses ( http://sp2010.bps.go.id/index.php/site/tabel?tid=321 )
[4] Lihat, http://id.wikipedia.org/wiki/Tahun_Baru_Imlek
[5] Rancangan Undang-Undang Kerukunan Umat Beragama
[6] Syihabudin al-Alusy. Ruhul Maani Fi Tafsiril Quran al-Adzim Wa Sabul Matsani. ( Maktabah Syamilah versi 3.52 ) 157
[7]Dalam asbabun nuzul ayat ini penulis menemukan banyak versi, dalam sebuah cerita ada yang mengatakan bahwa tokoh dalam kisah ini adalah seorang ibu yang hendak memaksa anaknya pindah dari agama yahudi ke Islam, kemudian turunlah ayat ini. Lihat Muhammad al-Thabari. Jamiul Bayan Fi Tawilil Quran.( Maktabah Syamilah versi 3.52 ). 408
[8] Hamid Fahmi. Misykat Refleksi Tentang Islam, Westernisasi dan Liberalisme. (Jakarta : INSIST, 2012), Hal. 164
[9] Diambil dari artikel pembesar JIL, Luthfi Asyaukani dengan judul “Empat Agenda Islam yang Membebaskan”, lihat http://www.islamlib.com/?site=1&aid=218&cat=content&title=kolom ( diakses pada Jumat, 03 Oktober 2014)
[10] Katsir, Ibnu. Tt. Tafsir Al-Quran al-Adzim. Maktabah Syamilah. 55
[11] Fatwa Majlis Ulama Indonesia dengan nomor 7/MUNAS VII/MUI/11/2005, yang dilaksanakan dalam musyawarah nasional di Jakarta dengan pembahasan paham Skulerisme, Pluralisme dan Liberalisme, lampiran resmi  bisa di download pada http://www.akromadabi.com/2014/10/fatwa-mui-tentang-skulerisme-pliralisme.html
[12] Hamid Fahmi. Op. Cit, Hal. 164
[13] Ibid
[14] Diambil dari fatwa MUI. Op.Cit.
[15] Syihabudin al-Alusy. Op.Cit. 456
[16] Muhammad al-Thabari. Op.Cit.571
[17] Ibid.
Kumpulan Makalah 8679545747622726255

Posting Komentar

emo-but-icon

Beranda item

Popular Posts

Twitter

Random Posts

Jasa Pembuatan Makalah

Flickr Photo

Recent Comments