PLURALISME (TOLERANSI)
http://kaweruh99.blogspot.com/2015/06/pluralisme-toleransi.html
Kata Pengantar
Belakangan media gencar memberitakan paham-paham pluralisme agama,
melalui media islamlib.com misalnya, lembaga jaringan yang menawarkan
pembaharuan konsep islam ini justru kerap menelurkan doktrin-doktrin pluralisme
agama dengan mengatas namanakan toleransi yang dimiliki oleh Islam, misi ini
juga terus mereka sebarkan melalui jurnal-jurnal, radio, buletin diskusi yang
menyebar seperti angin di masyarakat kita. Ditambah beberapa tokoh yang kerap mengeluarkan
pernyataan-pernyataan senada dengan jaringan islam liberal seperti Nur Cholis
Majid, Azyumardi Azra dan yang sepaham dengan mereka, mereka seolah membawa
angin segar pada pembaharuan dan kemajuan islam, namun perlu kita sadari, bahwa
konsep yang mereka gaung-gaungkan sejatinya merupakan kesalah pemahaman atau
entah ada misi terselubung, karena terdoktrin atau memang agen bayaran, seperti
meminjam istilahnya Hamid Baidlowi “ ia memang cerdas, tapi ada virus barat di
otaknya, sehingga kecerdasanya terbaratkan” kesalahan pemahaman dalam mengurai
konsep toleransi yang ada pada Islam justru membuat agama ini makin gemah riuh oleh
suasana perdebatan pemahaman, bahkan lebih intim, karena ini menyangkut kode
etik agama tuhan, Islam.
Di satu sisi banyak yang beranggapan untuk menyudahi saja perdebatan
ini, karena merasa malu dengan agama lain, Islam yang dipromosikan sebagai
agama damai justru kerap ribut sendiri di internal agamanya. Tapi di sisi lain,
polemik seperti ini justru menampakan kegagahan Islam dan para penganutnya,
karena tidak akan muncul perdebatan seperti ini jika tidak dilakukan oleh
kompetitor yang kritis dan agresif terhadap pemikiran-pemikiran yang dianggap
tidak sesuai dengan pemahaman yang telah ada. “Inilah islam dan inilah
pemeluknya!!“
Hamid Fahmy Zarkasy, membagi golongan pembawa angin pluralisme
berkedok toleransi agama ini menjadi tiga golongan:
1.
Kelompok
yang memilki doktrin dan memiliki agenda tersenderi dalam penyebaran isu ini;
2.
Mereka
yang tidak memahami doktrin ini karena pikirannya terbaratkan;
3.
Mereka
yang terbawa arus dan ikut terjebak dalam isu pluralisme;
Bahayanya, golongan ini selain memunculkan doktrin-doktrin baru
mereka juga kerap mengatasnamanak ayat suci Al-Quran dalam menyebarkan doktrin
ini.
Oleh sebab itu, kembali mempelajari dan menelaah konsep toleransi
dalam Al-Quran menjadi sangat penting agar pemahaman keliru mereka dapat
terpatahkan. mendebat mereka dengan senjata yang sama, ayat Al-Quran. Menjadi
senjata yang jitu untuk mengembalikan mereka dari pemahaman-pemahaman yang
keliru. Jadi dalam kajian ini, pemakalah bukan hanya mengurai seputar konsep
toleransi agama dalam Al-Quran. namun pemakalah juga akan menjelaskan letak
ke-salah pemaham-an mereka dalam memaknai ayat toleransi agama dalam Al-Quran.
Daftar Isi
Pengantar...................................................................................................................... I
Daftar Isi...................................................................................................................... III
Rumusan Masalah......................................................................................................... IV
Tujuan Penulisan........................................................................................................... IV
BAB I ~ TOLERANSI
Pengertian Toleransi..................................................................................................... 5
Toleransi dalam Perspektif Kenegaraan....................................................................... 6
Toleransi dalam Perspektif Al-Quran........................................................................... 7
Ayat – Ayat Toleransi Dalam Islam............................................................................. 9
BAB II ~ PAHAM PLURALISME
Pengertian Pluralisme Dan Pahamnya.......................................................................... 9
Ayat-Ayat Yang Digunakan Dalam Paham Pluralisme dan Pemahamanya................. 10
Pluralisme Dan Pluralitas.............................................................................................. 12
Paham Pluralisme Dalam Perspektif Al-Quran............................................................. 13
BAB III ~ KESIMPULAN
Toleransi Tanpa Pluralisme........................................................................................... 15
Daftar Pustaka.............................................................................................................. 16
Rumusan Masalah
Apa itu toleransi agama?
Konsep seperti apakah toleransi yang ditawarkan Negara ?
Konsep seperti apakah toleransi yang ditawarkan Islam ?
Apakah paham pluralism termasuk toleransi dalam Al-Quran ?
Kenapa banyak klaim tentang pengakuan Al-Quran terhadap pluralisme
?
Apa yang harus kita lakukan dalam menghadapi keberagaman agama ?
Tujuan Penulisan
Memahami konsep toleransi dalam Al-Quran
Memprmosikan kembali bahwa Islam adalah agama yang toleran
Memahami kekacauan paham pluralism yang berkedok ayat Al-Quran
Mematahkan argumen paham pluralisme
BAB I
TOLERANSI AGAMA
1.
Pengertian Toleransi Agama
Dalam Kamus Besar Bahasa Indoensia toleransi memiliki arti sifat
atau sikap toleran sedangkan toleran merupakan adjektif yang memiliki arti bersifat
atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian
(pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan lain sebagainya.) yang
berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri[1].
Sikap toleransi ini merupakan sikap positif yang hendaknya dimiliki seluruh
pemeluk agama agar tercapainya sebuah kerukunan dan perdamaian dalam interaksi
antar pemeluk agama.
Sedangkan agama merupakan ajaran, sistem yang mengatur tata
keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata
kaidah yg berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.
Jika kita berbicara agama secara objektif, hampir dapat dipastikan
bahwa tidak ada agama yang tidak mengajarkan
perdamaian, norma sosial dan norma kehidupan. Berhubungan dengan yang
tidak seagama selalu menjadi bahasan yang interaktif dalam kajian keagamaan.
Sebelum Islam datang, di jazirah Arab sudah menjalar begitu banyak
agama. Di selatan Mekkah misalnya sudah dihuni oleh orang-orang Kristen. Begitu
juga Ethiopia dan Mesir. Sementara di bagian timur, Yahudi pun berkembang luas.
Bahkan di Persia, saat itu sudah ada pemercaya Majusi dan Wathani. Dengan
demikian, Islam hadir bukan pada ruang yang vakum tanpa agama. Islam justru
hadir di tengah-tengah agama lain. Ini fakta objektif. Bahwa Islam tumbuh di
tengah masyarakat yang plural dari segi agama bahkan juga etnik.
2.
Toleransi dalam Perspektif Kenegaraan
Indonesia dengan sistemnya yang demokratis, sangat menjunjung
tinggi adanya hak dan suara dari setiap warganya yang plural dalam beragama,
terhitung ada 6 agama yang diakui secara resmi dan berkembang di Indonesia[2]. Semua
itu menjadi warna terhadap kehidupan yang beragam dan Negara juga memilki sikap
dalam
Di Indonesia pemeluk agama konghucu tidak lebih dari 5 juta, atau
hanya 0,05 % dari keseluruhan penduduk di Indonesia berbalik sekali dengan
penduduk muslim yang mencapai angka 87% dari keseluruhan penduduk 237.641.326[3]
namun tidak ada perbedaan dalam peraturan yang dibuat oleh pemerintah. Hal ini
sangat memberi gambaran kepada kita betapa Negara Indonesia merupakan Negara
yang sangat toleran, bahkan kepada penduduk yang hanya 0,05 %. Perayaan hari
besar mereka yang dilaksanakan 1 hari antara tanggal 21 Januari sampai 20
Februari[4]
selalu menjadi hari libur nasional, bahkan bukan hanya konghucu saja yang hari
besarnya menjadi hari besar nasional, melainkan seluruh agama yang diakui secara resmi di Indonesia.
Undang-undang tentang toleransi beragama juga banyak ditelurkan
guna menjamin seluruh penduduk memiliki hak yang sama dalam menentukan pilihan
agama, dalam Rancangan Undang-Undang Kerukunan Umat Beragama yang kesemuanya
mencapai lima puluh lima pasal. diantaranya dalam RUU KUB pasal Sembilan
menyebutkan :
(1) Umat beragama berhak menyelenggarakan
perayaan dan peringatan hari besar keagamaan, sesuai dengan ajaran agamanya.
(2) Perayaan dan peringatan hari besar keagamaan pada prinsipnya
hanya diakui oleh umat beragama yang bersangkutan.
(3) Perayaan dan peringatan
hari besar keagamaan
dilaksanakan dengan kewajiban
memelihara kerukunan umat beragama dan keutuhan bangsa.[5]
3.
Toleransi dalam Perspektif Al-Quran
Pada suatu kesempatan sekelompok kafir Quraisy pernah mengajak Nabi
berunding, diantara mereka ada Walid bin Mughirah, Umayah bin Khalaf, ‘Ashy bin
Wail, Abu Jahal dan para pembesar lainnya . Mereka menawarkan sikap toleransi
dalam beragama. Tapi bukan toleransi biasa yang mereka tawarkan, malainkan
sudah mencapai tahap over, mereka mengajak Nabi untuk menyembah tuhan
mereka sebagaimana ritual mereka dengan durasi selama satu tahun, dan tahun berikutnya mereka akan melakukan hal
yang sama, menyembah tuhan agama Islam dengan ritualnya, dan penawaran durasi
yang kurang lebih sama. Kisah inilah yang meatarbelakangi turunya surat
Al-Kafirun[6],
قُلْ يَا أَيُّهَا
الْكَافِرُونَ (1) لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ (2) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا
أَعْبُدُ (3) وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ (4) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا
أَعْبُدُ (5) لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ (6)
Surat Al-Kafirun ini merupakan bentuk toleransi yang diajarkan
dalam islam, dimana Islam membiarkan para pemeluk lain untuk tetap beribadah,
sebuah bentuk perdamaian yang diajarkan dalam Al-Quran dan membiarkan mereka
tetap berada pada agama mereka, hal ini juga disinggung dalam Al-Quran surat
al-Baqarah ayat 256 :
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ
فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ
بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Dengan penegasan “لَا إِكْرَاهَ ” menunjukan bahwa agama Islam bukanlah agama
diktator yang dengan semena-mena menuntut seseorang untuk masuk ke dalam agama
Islam. sesuai dengan sebab turunya ayat dimana ada seorang Nashroni yang menanyakan
kepada Nabi tentang bagaimana jika dia memaksa kedua anaknya yang beragama
Kristen untuk masuk islam[7].
Dengan latar belakang turunnya ayat sudah mampu menggambarkan bahwa
Islam merupakan agama yang mengakui adanya keragaman agama, namun Islam bukanlah
agama yang mau mengakui agama lain.
BAB II
Pluralisme dan Pemahamnya
1.
Pengertian Pluralisme dan Pahamnya
Pada saat menduduki bangku Madrasah Aliyah dulu, kami berkesempatan
untuk mengikuti diskusi antar SMA sederajat dengan 4 topik pembahasan, yang
satu diantaranya bertemakan “ Pluralisme Agama ”, mendapat nomor undian 3 kami
jadi bisa mencermati 2 delegasi lain sebelum kami, dalam pemaparannya,
kedua-duanya menyatakan setuju dan sangat mendorong adanya pluralisme, hingga
tiba giliran kami, dengan tegas kami menyampaikan bahwa kami tidak cocok dengan
paham pluralisme dan sangat tidak mendukung adanya hal tersebut. Hampir lima
menit kami menyampaikan tiba-tiba moderator menghentikan sejenak diskusi dan
ternyata ia ingin mengambil kesepakatan forum tentang makna pluralisme yang akan
dibahas. Setelah disepakati, diskusi berjalan dengan lancar dan berada pada
satu presepsi untuk mendiskusikan suatu topik.
Memang, jika ditelusuri lebih dalam, sebenarnya akar konflik dari
yang setuju dan yang tidak seuju pada
paham pluralisme ini kebanyakan masalah pemahaman mereka mengenai arti pluralisme,
dari yang telah banyak diperbincangkan dan dari pemahaman sekilas, pluralisme
memiliki 2 aspek makna[8]. Keduanya
seperti 2 mata koin uang, yang tidak mungkin disatukan esensi yang terkandung
diantara keduanya , 2 aspek makna tersebut adalah :
1)
Pengakuan
terhadap kualitas majemuk, atau toleransi terhadap kemajemukan;
2)
Doktrin-doktrin
yang berisi :
a)
Pengakuan
terhadap kemajmukan sebagai prinsip tertinggi;
b)
Pernyataan
tidak ada jalan untuk menyatakan kebenaran yang tunggal atau kebenaran
satu-satunya dalam suatu masalah;
c)
Ancaman
bahwa tidak ada satu pendapat pun yang benar, atau semua pendapat sama
benarnya;
d)
Teori
yang seirama dengan relativisme dan sikap curiga terhadap kebenaran;
e)
Pandangan
bahwa di sana tidak ada pendapat yang benar atau semua pendapat sama benarnya.
Ada pula yang sering membagi pluralisme dari sudut pandang yang
berbeda, pluralisme sosiologis dan pluralism teologis, namun penulis
beranggapan bahwa pemahaman yang kedua ini intinya sama saja. Pluralisme
sosiologis berarti pengakuan adanya keberagaman agama, pluralisme teologis
berarti pengakuan tidak ada agama yang benar, tidak jauh beda dengan pengertian
yang pertama.
2.
Ayat-Ayat yang Sering Digunakan Kelompok Pluralis
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالنَّصَارَى
وَالصَّابِئِينَ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا
فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ
يَحْزَنُونَ
(QS. Al-Baqarah : 92)
Pluralisme dan kaitannya dengan penyamarataan agama menjadi trend yang kerap diperbincangkan.
Sebagaimana yang telah kami paparkan, bahwa faham mereka juga menggunakan ayat
Al-Quran sebagai tameng berlindung. Menurut pemahaman mereka Al-Quran juga
banyak menjelaskan dan mengakui adanya pluralisme. Dan beberapa ayat yang
mereka sering mereka gunakan perisai berlindung adalah :
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ
بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ
شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَإِنْ
تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
(QS. Ali Imran : 64)
Ayat 64 yang terdapat dalam surat Ali Imron, juga banyak dijadikan
sebagai benteng pemerkuat keyakinan mereka akan adanya pluralisme agama,
sebagai mana pendapat salah seorang pembesar JIL yang mengatakan :
“Namun, asas teologi Islam yang lebih penting menyangkut
kehidupan antar-agama tak terbatas hanya pada pengalaman Madinah. Alquran,
sebagai kitab suci yang menjadi rujukan teologis kaum muslim, memiliki banyak
sekali ayat yang memerintahkan umat Islam untuk, bukan saja menghormati
keberadaan agama-agama lain, tapi mengajak mereka mencari kesamaan-kesamaan
(kalimatun sawa) (Q.S. 3: 64).
Dalam beberapa ayat Alquran, Allah menjamin para penganut
agama-agama lain (seperti Yahudi, Kristen, Sabean) akan mendapatkan pahala
sesuai dengan perbuatan baik mereka dan dijamin berada dalam lindungan Allah
(Q.S. 2: 62 dan Q.S. 5: 69). Ayat-ayat seperti ini memperkuat ayat-ayat lainnya
yang menyatakan bahwa semua agama, selama mengakui ketertundukannya kepada
Allah (yang merupakan makna dari kata “Islam”), pada dasarnya adalah sama.
Jangan heran kalau Nabi Muhammad pernah menyatakan bahwa agama yang paling
dicintai Allah adalah “alhanafiyah al-samhah” (semangat kebenaran yang
toleran).”[9]
Disini terlihat sekali kalau mereka memaksakan ayat Al-Quran untuk
memperkuat paham mereka, lagi-lagi dengan mengesampikan bahwa penafsiran
mengenai ayat-ayat seperti ini telah banyak disinggung oleh ulama, mereka
mengesampingkan dengan dalih pembaharuan.
Dalam ayat tersebut mereka mencoba mencari justifikasi terhadap
pemikiran mereka yang pluralis itu, padahal “تَعَالَوْا
إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ” bukan
dimaksutkan untuk mencari titik sama dari keberagaman agama Ahli Kitab
melainkan mengajak mereka pada satu titik temu, kalimat selanjutnya memberikan
penjelasan bahwa bentuk dari “كَلِمَةٍ سَوَاءٍ ” adalah “……أَلا نَعْبُدَ إِلا اللَّهَ وَلا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا
“ yaitu kembali pada satu tujuan, pada satu pemahaman tentang Dzat
yang maha disembah, yang tidak layak disekutukan terhadap apapun, bukan mencari
justifikasi yang kemudian digunakan untuk mengakui eksistensi agama lain.
Padahal jika ditelusuri sendiri ayat ini sebenarnya diturunkan pada
Ahli Kitab yang berada disekitar Madinah, dan itu berarti menegaskan bahwa ayat
ini adalah sebuah bentuk ajakan kepada mereka untuk masuk islam “فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ ”
Ayat ini pula yang digunakan oleh Nabi Muhammad dalam mengajak Raja
Hercules untuk masuk islam[10].
Melalui surat yang beliau kirimkan kepada Raja tersebut, beliau ikut
melampirkan Al-Quran surat Ali Imran ayat 64. Disini nabi benar-benar mengajak
Raja Hercules masuk islam, bukan mencari persamaan dengan apa yang dianut
Hercules dan kemudian mengajak perdamaian dengan mengakui eksistensi dari agama
yang dianut olehnya.
3.
Antara Pluralisme dan Pluralitas
Berangkat dari kegalauan publik, Majlis Ualama Indonesia resmi
mengeluarkan fatwa haram mengenai paham pluralisme tepat pada tanggal 28 Juli
2005[11],
beberapa apresiasi banyak bermunculan, tapi beberapa orang juga ada yang tidak
sependapat dan merasa MUI berada pada fatwa yang tidak tepat. Mereka melakukan
berbagai protes dan mengeluarkan pengertian serta pendapatnya sendiri tentang
pluralisme, seolah mereka itu lebih ulama daripada sekumpulan ulama yang
mewakili Indonesia.
Sejatinya, protes yang mereka gugatkan pun tidak memiliki kejelasan
sikap dan arah, mengenai apa sebenarnya pluralisme yang mereka bela, KH.
Salahudin Wahid pernah menantang mereka mengenai pluralisme seperti apa yang
mereka bela[12],
yang dilakukan Salahudin Wahid itu sangat tepat, Ia mencoba menarik presepsi
pada pengertian pluralism agar tidak hanya asal berdebat dan mendebat, hal ini
penting agar tidak muncul presepsi sendiri-sendiri yang kemudian
ditabrak-tabrakan, terlebih dengan presepsi yang telah disepakati Majlis Ulama
Indonesia. Namun mereka tetap tidak jelas, dan melontarkan protes melalui
pemahaman yang kabur.
Pluralisme dan Pluralitas sering kali diartikan sama, keduanya
memang bersumber dari satu akar kata yaitu plural yang berarti majemuk, namun
tambahan isme dan itas telah mengkhususkan makna antara keduanya,
dalam bahasa Indonesia, penambahan isme memilki arti sebuah paham, sedangkan
itas adalah sebuah kenyataan, jadi pluralisme merupakan paham ke-majemuk-an
agama, sedangkan pluralitas adalah kenyataan dimana terdapat beberapa agama,
pengertian ini kemudian sesuai dengan yang dipaparkan oleh MUI dalam Musyawarah
nasional yang membahas tentang spilis.
“ Pluralitas agama adalah sebuah kenyataan bahwa di negara atau
daerah tertentu terdapat berbagai pemeluk agama yang hidup secara berdampingan
”[13]
“ Pluralisme agama adalah
suatu paham yang
meng- ajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran
setiap agama adalah
relatif; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim
bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah.
Pluralisme agama juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan
hidup berdampingan di surga.“[14]
Memang pengertian ini terlihat sama dengan 2 pengertian pluralisme
pada awal pembahasan yang kami jelaskan. Mengenai pengertian yang pertama kami
setuju karena itu memang sunnah Allah, tapi untuk pengertian ke dua, ini
bertentangan dengan Aqidah Islam.
4.
Paham Pluralisme dalam Perspektif Al-Quran
Pluralitas agama, kultur dan
budaya merupakan sunnatullah, tapi pluralisme sebagaimana yang telah
kita singgung sebenarnya merupakan produk paham barat, dengan doktrinnya yang
begitu halus para pemikir barat mencoba mengalihkan perhatian manusia dengan
membangun persamaan diantara perbedaan, bahkan menghilangkannya.
Disini hak asasi untuk beragama seolah dijunjung tinggi, saking
menghargainya sampai-sampai tidak layak seseorang mengklaim salah satu agama
paling benar. sikap inilah yang disebut pluralis, tapi benarkah paham
pluralisme ini didukung oleh Al-Quran?dalam
Al-Quran jelas telah tersirat bahwa agama yang benar dan diterima adalah
Islam. Misalnya dalam surat Ali Imran ayat 19 :
إِنَّ الدِّينَ
عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
Bisa kita cermati, ayat ini menggunakan 2 kata khusus atau dalam
istilah Nahwu biasa disebut dengan Isim Ma’rifat, yakni kata “الْإِسْلَامُ ” dan “الدِّينَ ” sehingga memberikan gambaran bahwa ada sebuah faidah Hasr yang
terkandung di sana. Jadi ayat ini dapat
kita artikan tidak ada agama yang diridlai di sisi Allah kecuali Islam[15].
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ
وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Ayat ini turun karena muncul klaim-klaim dari orang Yahudi bahwa
mereka itulah orang-orang yang disinggung dalam ayat sebelumnya “وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ”, dan juga istilah “غَيْرَ الْإِسْلَامِ” pada ayat tersebut, Islam yang dimaksut dalam ayat itu adalah
agama mereka, maka kemudian turunlah ayat “وَلِلَّهِ
عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلا وَمَنْ كَفَرَ
فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ ”( ali Imron 97), yang intinya Allah hendak menegaskan golongan
mana yang berada di luar garis benar, karena memang nyatanya kemudian mereka
enggan melaksankan haji sebagaimana kisah yang diceritakan oleh seorang
pembesar tabiin, Ikrimah “ …..orang-orang Muslim berhaji sedang orang kafir
hanya duduk-duduk saja”[16].
Al-Alusi juga sempat mendokumentasikan Khutbah sayyidina Ali pada
masa-masa kekhalifahannya : " Islam merupakan penisbatan yang tidak
dinisbatkan pada seseorang pun sebelum saya, islam itu berserah, berserah itu
yakin, yakin itu membenarkan, membenarkan itu berikrar, ikrar itu menyampaikan,
menyampaikan itu sebuah tindakan, kemudian beliau berkata : "
seseungguhnya orang mukmin mengambil agama dari tuhannya bukan dari akalnya,
orang mukmin adalah orang yang mengetahui iman dengan perbuatannya, dan orang
kafir itu mengetahui kufur dengan keingkarannya. Wahai manusia, agamamu
agamamu. keburukan di dalamnya lebih baik daripada kejelekan diluarnya (
agamamu ), keburukan didalamnya diampuni dan kebaikan di selainya ( agamamu )
tidak diterima ".[17]
BAB III
PENUTUPAN
Toleransi Tanpa
Pluralisme
Toleransi, merupakan
perilaku sosial yang bukan hanya dimiliki Islam saja, hampir setiap
agama mengajarkan toleransi. Dengan toleransi perdamaian bisa lebih terwujud
dan meminimalisir adanya kekerasan antar umat beragama. Pun begitu Islam dengan
sistemnya yang mapan telah menggambarkan pada kita bahwa toleransi bukanlah
membenarkan, melainkan tidak lebih dari
sekedar, membebaskan, membiarkan, memimilih, tanpa ada paksaan. Karena dengan
munculnya Islam, sudah jelas mana yang haq dan mana yang batil. Dan kita juga
perlu ingat bahwa berdakwah bukan berarti memaksa, melainkan mengajak.
Beberapa golongan terlalu berlebihan dalam memaknai toleransi
hingga memunculkan polemik, belakangan faham ini terindikasi virus pluralisme
yang pada prinsipnya telah menyamakan agama, tidak ada yang benar atau bahkan
tidak ada yang salah. Terlepas dari 2 makna pluralisme yang kami paparkan,
mengenai prinsip kenyataan dan prinsip faham, kita mengakui adanya keberagaman
tapi bukan berarti tidak ada kebenaran.
Daftar Pustaka
Al-Quran Al-Karim
Fahmi, Hamid. 2012. Misykat
Refleksi Tentang Islam, Westernisasi dan Liberalisme. Jakarta : INSIST
Katsir, Ibnu. Tt. Tafsir Al-Quran
al-Adzim. Maktabah Syamilah versi 3.52
(al)Alusy, Syihabuddin. Tt. Ruhul
Maani Fi Tafsiril Quran al-Adzim Wa Sabul Matsani. Maktabah Syamilah versi 3.52
(al)Thababari, Muhammad. Tt. Jamiul
Bayan Fi Tawilil Quran. Maktabah Syamilah versi 3.52
E-BOOK
Pratiwi,
Relasi. Tt. Antara Agama dan Negara
Menurut Konstitusi Indonesia dan Problematika. Link Download :
http://www.iclrs.org/content/events/26/538.pdf
Rancangan
Undang- Undang ( RUU ) Kerukunan Umat Beragama, Link Download :
http://www.elsam.or.id/downloads/1320828121_RUU_KUB_dan_Penjelasan%28OK%29%29%5B1%5D.pdf
Fatwa
Musyawarah Naional MUI Jakarta, Nomor : 7/MUNAS VII/MUI/11/2005, Link Download
:
http://mui.or.id/wp-content/uploads/2014/05/12b.-Penjelasan-Tentang-Fatwa-Pluralisme-Liberalisme-dan-Se.pdf
Kamus
Besar Bahasa Indonesia
Haekal, Muhammad Husein. Tt, Sejarah
Hidup Nabi Muhammad
Website ( diakses pada Jumat, 03 Oktober 2014)
http:// bps.go.id/
http://www.islablib.com/
http://www.kemenag.go.id/
|
http://www.nu.or.id/
http://www.tokohindonesia.com/
http://www.wikipedia.com/
http://www.academia.edu/
|
[1]
Lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia.
[2] Menurut
hasil sensus tahun 2010, 87,18% dari 237.641.326 penduduk Indonesia adalah
pemeluk Islam, 6,96% Protestan, 2,9% Katolik, 1,69% Hindu, 0,72% Buddha, 0,05%
Kong Hu Cu, 0,13% agama lainnya, dan 0,38% tidak terjawab atau tidak
ditanyakan, lihat http://id.wikipedia.org/wiki/Agama_di_Indonesia
( diakses pada Jumat, 03 Oktober 2015 )
[3]
Diambil dari website resmi pemerintah Indonesia, Badan Pusat Statistik, ling
akses ( http://sp2010.bps.go.id/index.php/site/tabel?tid=321
)
[4]
Lihat, http://id.wikipedia.org/wiki/Tahun_Baru_Imlek
[5] Rancangan
Undang-Undang Kerukunan Umat Beragama
[6] Syihabudin
al-Alusy. Ruhul Maani Fi Tafsiril Quran al-Adzim Wa Sabul Matsani. ( Maktabah
Syamilah versi 3.52 ) 157
[7]Dalam
asbabun nuzul ayat ini penulis menemukan banyak versi, dalam sebuah cerita ada
yang mengatakan bahwa tokoh dalam kisah ini adalah seorang ibu yang hendak
memaksa anaknya pindah dari agama yahudi ke Islam, kemudian turunlah ayat ini.
Lihat Muhammad al-Thabari. Jamiul Bayan Fi Tawilil Quran.( Maktabah Syamilah
versi 3.52 ). 408
[8] Hamid
Fahmi. Misykat Refleksi Tentang Islam, Westernisasi dan Liberalisme. (Jakarta :
INSIST, 2012), Hal. 164
[9] Diambil
dari artikel pembesar JIL, Luthfi Asyaukani dengan judul “Empat Agenda Islam
yang Membebaskan”, lihat http://www.islamlib.com/?site=1&aid=218&cat=content&title=kolom
( diakses pada Jumat, 03 Oktober 2014)
[10] Katsir,
Ibnu. Tt. Tafsir Al-Quran al-Adzim. Maktabah Syamilah. 55
[11]
Fatwa Majlis Ulama Indonesia dengan nomor 7/MUNAS VII/MUI/11/2005, yang
dilaksanakan dalam musyawarah nasional di Jakarta dengan pembahasan paham
Skulerisme, Pluralisme dan Liberalisme, lampiran resmi bisa di download pada http://www.akromadabi.com/2014/10/fatwa-mui-tentang-skulerisme-pliralisme.html
[12]
Hamid Fahmi. Op. Cit, Hal. 164
[13]
Ibid
[14]
Diambil dari fatwa MUI. Op.Cit.
[15]
Syihabudin al-Alusy. Op.Cit. 456
[16] Muhammad
al-Thabari. Op.Cit.571
[17]
Ibid.