1735262163458753
Loading...

TAFSIR AL-JASAS

MENGENAL TAFSIR AHKĀM AL-QUR`AN KARYA AL-JAṢAṢ
Oleh: Ahmad Murtadlo
I.            PENDAHULUAN
Al-Quran Al-Karīm itu laksana samudra yang keajaiban dan keunikannya tidak akan pernah sirna sampai kapanpun, sehingga lahirlah bermacam-macam tafsir dengan metode yang beraneka ragam. Kitab-kitab tafsir yang memenuhi perpustakaan merupakan bukti nyata yang menunjukkan betapa tingginya semangat dan besarnya perhatian para ulama untuk menggali dan memahami kandungan makna-makna kitab suci al-Qur’an.
Dalam perkembangan berikutnya, bersamaan dengan kehadiran buku-buku tafsir Al-Quran yang bersifat umum atau keseluruhan, lahir pula sejumlah kitab tafsir yang lebih mengarah kepada hukum, bahkan lebih dari itu ada yang membatasi pembahasan kitab tafsirnya khusus pada ayat-ayat hukum. Kitab-kitab inilah yang kemudian populer dengan sebutan kitab-kitab tafsir ayat ahkam atau tafsir ahkam.
Salah satu kitab tafsir yang membahas tentang hukum-hukum adalah ahkam al-Qur’an karya Al-Jaṣaṣ. Dalam makalah ini penulis akan mencoba mengupas tentang tafsir ahkām al-Qur’an karyanya Al-Jaṣaṣ.
II.            BIOGRAFI AL-JAṢAṢ
Ahmad ibn ‘Ali al-Razy adalah nama lengkap dari pengarang kitab tafsir Ahkām al-Qur’an atau dikenal dengan kitab tafsir al-Jaṣaṣ. Ahmad ibn ‘Ali al-Razy lebih sering di panggil dengan panggilan al-Jaṣaṣ. Al-Jaṣaṣ merupakan nama Laqab beliau yang dinisbatkan kepada pekerjaan beliau sebagai tukang plester (campuran semen, pasir, kapur, untuk melekatkan batu bata)[1]. Dalam kamus Lisān al-‘Arab kata al-Jaṣaṣ maknanya adalah kapur atau tukang kapur. Kadang beliau juga di panggil dengan panggilan Jaṣaṣ al-Ḥanafi, al-Razi al-Jaṣaṣ , Ahmad ibn ‘Ali, Abu Bakar, dll. Sedangkan untuk panggilan Abu Bakar adalah Kunyah beliau.[2]
Beliau lahir pada tahun 305 H di tanah kelahirannya, di kota Rayyi[3] Iraq. Kemudian pada tahun 325 beliau pergi ke baghdad untuk belajar. Al-Jaṣaṣ dikenal sebagai orang yang zahid dan wara’ dan juga merupakan ulama` pilihan yang bermazhab Hanafi. Sedangkan wafatnya pada Ahad, 7 dzul hijjah di Baghdad tahun 370 H . Kitab lain menyebutkan beliau meninggal pada tahun 376 H.[4]
A.    Guru-Guru al-Jaṣaṣ
Al-Jaṣaṣ memiliki guru yang masing-masing guru tersebut mempunyai disiplin ilmu tersendiri, di antaranya yaitu:
-          Abi al-Hasan al-Karahy. Dari Abi al-Hasan al-Karahy-lah beliau mendapat ilmu zuhud.
-          Aby Ali al-Farisy dan Aby Amr Ghulam Tsa’lab tentang ilmu lughat
-          Aby Sahl al- Zarjaji tentang ilmu fiqh
-          Al- Hakim al-Naysaburi tentang hadits.
B.     Karangan-karangan
Karangan yang paling monumentalnya ialah Tafsir Ahkam Al-Qur’an atau yang dikenal dengan tafsir al-Jaṣaṣ. Syarh Mukhtashar al-Karahy, Syarh mukhtashar al-Thahawy, Syarh al-Jami’ al-kabirnya imam Muhammad bin al-Hasan al-Syaibani. Beberapa kitab ushul fiqh, dan kitab adab al-qada’ itu semua merupakan karangan-karangan beliau.
III.            SEKILAS KITAB TAFSĪR AHKĀM AL-QUR’AN
Kitab Tafsīr Ahkām Al-Qur’an adalah kitab tafsir yang dikarang oleh Ahmad ibn ‘Ali al-Razy. Kitab tafsir ini merupakan kitab tafsir yang dijadikan rujukan oleh ulama’-ulama’ Hanafi tentang fikih, karena tafsir Ahkam al-Qur’an ini adalah kitab Tafsir yang isinya atau tafsirannya mengarah kepada permasalahan fikih atau bisa dibilang kitab ini adalah kitab fikih. Khususnya fikih Hanafi.
Kitab Tafsīr Ahkām Al-Qur’an merupakan kitab tafsir yang istimewa, karena penafsirannya menggunakan metode bil Ma’thūr, sedangkan biasanya orang yang bermazhab hanafi lebih condong kepada ra’yi dari pada riwayat. Al-Jaṣaṣ adalah penganut aliran ahlu as-Sunnah wal Jama’ah tetapi ada sebagian orang yang memandang beliau sebagai penganut aliran muktazilah, dengan dalil dalam tafsirannya beliau ada tafsiran yang mengarah pada aliran muktazilah.[5] Contoh:
Dalam surat al-An’am ayat 103:
لاتدركه الابصر
Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata
Makna ayat ini adalah: dia tidak dilihat oleh penglihatan mata. Ini merupakan pujian dengan peniadaan penglihatan mata, seperti firman Allah yang lain “.... tidak mengantuk dan tidak tidur...” (al-Baqarah: 255). Apa yang ditiadakan Allah untuk memuji diri-Nya dengan peniadaan penglihatan dengan mata terhadap-Nya, maka menetapkan kebalikannya yaitu tidak diperkenankan dilihat, karena yang demikian itu berarti menetapkan sifat aib dan kurang (bagi-Nya).[6]
Dari contoh di atas bahwa Allah itu tidak bisa dilihat dengan menggunakan mata, berarti penafsirannya mengarah pada aliran muktazilah. Karena menurut aliran muktazilah Allah tidak bisa dilihat dengan menggunkan mata.
Nama kitab Ahkām Al-Qur’an ternyata tidak hanya milik al-Jaṣaṣ seorang, tapi juga ada yang lain, seperti tafsir Ahkām Al-Qur’an karya Ibnu ‘Arabi dan Ahkām Al-Qur’an karya Kiyā al-Harasi. Dari ketiga pengarang kitab tafsir di atas memiliki kesamaan dan juga perbedaan. kesamaannya adalah sama-sama menafsirkan al-Qur’an yang mengarah kepada permasalahan fikih, sedangkan perbedaannya adalah mereka bertiga berbeda pada madzhab yang dianut. al-Jaṣaṣ adalah penganut madzab imam hanafi, Ibnu ‘Arabi adalah penganut imam maliki, dan Kiyā al-Harasi adalah penganut imam syafi’i.[7]
A.    Metode Penafsiran Ahkām Al-Qur’an
Metode yang digunakan al-Jaṣaṣ dalam menafsirkan al-Qur`an adalah metode tahlili.[8] Metode tahlili adalah suatu metode tafsir yang berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat dari berbagai seginya, dengan memperhatikan runtutan ayat al-Qur’an sebagaimana yang tercantum dalam mushaf.[9] Dari pengertian ini penulis menyimpulkan bahwa metode yang digunakan al-Jaṣaṣ adalah metode tahlili, dengan bukti bahwa dalam penafsiran lafal basmalah di tafsirkan dari berbagai segi, mulai dari segi nahwu, keutamaan basmalah, dan hukum membaca basamalah, dll.[10]
Tafsir al-Jaṣaṣ selain dikatakan tafsirannya menggunakan metode tahlili bisa juga tafsirannya dikatakan menggunakan metode maudu’i, dengan bukti pengklasifikasian penafsirannya diletakkan dengan sebuah bab-bab tersendiri dan juga tidak melebar pada pembahasan yang lain, seperti bab Qaul fī Bismillahi al-Rahmān al-Rahīm, bab Ahkāmu al-Bismillah, bab Julūdu al-maitāh, dll.[11]
B.     Karakteristik penulisan Ahkām Al-Qur’an
Tafsir al-Jaṣaṣ ini di cetak kedalam beberapa jilid, yang penulis temukan dalam bentuk file PDF ada 5 jilid yang di terbitkan oleh Dār al-Ḥiya` Bairut, Lebanon tahun 1992. Mungkin dalam terbitan atau cetakan lain bisa hanya 3 jilid atau yang lainnya.
Al-Jaṣaṣ tidak hanya menafsirkan al-Qur`an saja tetapi juga mengkritik aliran-aliran lain yang tidak sependapat dengan beliau. Bahasa yang digunakan oleh al-Jaṣaṣ dalam mengkritik aliran-aliran lain cukup keras dan pedas.[12] Runtutan penafsirannya al-Jaṣaṣ adalah pertama beliau menafsiri ayat dengan ayat, kedua dengan hadis atau perkataan sahabat atau tabi’in, dan yang terakhir adalah dengan ra’yi.
Dalam pembagian pembahasan, al-Jaṣaṣ membaginya kedalam bab-bab tertentu, seperti layaknya pada kitab-kitab fikih.
C.     Karakter Kitab
Kitab tafsir Ahkām Al-Qur’an ini mempunyai beberapa karakter, diantaranya adalah:
  1. Pembahasannya hanya mencakup permasalahan fikih.
  2. Penafsirannya menggunakan dua metode yang digabungkan, antara bil ma’thur dan bil ra’yi.
  3. Pemaparannya tidak pernah menggunakan nomor ayat yang hendak di tafsirkan, sehingga bagi orang yang ingin mencari penafsiran ayat-ayat tertentu agak sulit.
  4. Penafsirannya terlalu fanatik kepada madzhab yang di ikutinya, yaitu madzhab hanafi.
D.    Contoh-Contoh Penafsiran
1.      Al-Baqarah ayat 25
وَبَشِّرِ الَّذِين آمَنُواْ وَعَمِلُواْ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الأَنْهَارُ
قال أصحابنا فيمن قال أي عبد بشرني بولادة فلانة فهو حر فبشروه جماعة واحدا بعد واحد أن الأول يعتق دون غيره[13]
Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang beriman dan berbuat kebajikan, bahwa untuk mereka (disediakan) surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.
Sahabat kami berkata Jika ada orang yang mengatakan, budak mana yang membahagiakan saya dengan melahirkan seseorang perempuan maka akan bebas. Maka ada satu persatu yang membuat bahagia, maka yang pertamalah yang bebas, tidak yang lain

2.      Al-Baqarah ayat 190
قال الله تعالى وَقَاتِلُواْ فِي سَبِيلِ اللّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلاَ تَعْتَدُواْ إِنَّ اللّهَ لاَ يُحِبِّ الْمُعْتَدِينَ {البقرة/190
قال أبو بكر لم تختلف الأمة أن القتال كان محظورا قبل الهجرة بقوله ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ {فصلت/34} وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ {فصلت/35} وقوله فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاصْفَحْ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ {المائدة/13{ وقوله وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ {النحل/125} وقوله فَإِنَّمَا عَلَيْكَ الْبَلاَغُ وَعَلَيْنَا الْحِسَابُ {الرعد/40} وقوله وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا {الفرقان/63}[14]
Dan Perangilah  di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi jangan melampaui batas. Sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.
Abu Bakr berkata : umat tidak berselisih tentang peperangan itu dilakukan sebelum hijrah dengan firman Allah : Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang ada rasa permusuhan antara kamu dan dia akan seperti teman yang setia. Dan (sifat-sifat yang baik itu) tidak akan dianugerahkan kecuali kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan kecuali  kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar.
3.      Surat Al-Baqarah ayat 158
إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِن شَعَآئِرِ اللّهِ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِ أَن يَطَّوَّفَ بِهِمَا وَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ اللّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ {البقرة/158}
روي عن ابن عيينة عن الزهري عن عروة قال قرأت عند عائشة رضي الله تعالى عنها إن الصفا والمروة من شعائر الله فقلت لا أبالي أن لا أفعل قالت بئسما قلت يا ابن أختي قد طاف رسول الله ص - وطاف المسلمون فكانت سنة
وروي عن عكرمة عن ابن عباس في قوله تعالى إن الصفا والمروة من شعائر الله قال كان على الصفا تماثيل وأصنام وكان المسلمون لا يطوفون عليها لأجل الأصنام والتماثيل فأنزل الله تعالى فلا جناح عليه أن يطوف بهما
Diriwayatkan dari  Ibni uyainah dari al-Zuhri dari Urwah berkata di samping Aisyah dibacakan ayat إن الصفا والمروة من شعائر الله maka saya berkata, saya tidak peduli, saya tidak melakukannya.  Aisyah berkata bagaimana kau berkata begitu wahai sepupu lelakiku, Rasulullah melakukan thawaf, orang-orang Islampun juga, maka thawaf tersebut sunnah.
Dan diriwayatkan dari Ikrimah dari Ibnu Abbas di dalam .. إن الصفا والمروة من شعائر الله , Ibnu Abbas berkata di shafa terdapat patung-patung dan berhala-berhala, maka orang-orang muslim tidak thawaf ke shafa karena patung-patung dan berhala-berhala tersebut maka turunlah ayat إن الصفا والمروة من شعائر الله.

فروى هشام بن عروة عن أبيه وأيوب عن ابن أبي مليكة جميعا عن عائشة قالت ما أتم رسول الله ص - لامرئ حجة ولا عمرة مالم يطف بين الصفا والمروة وذكر أبو الطفيل عن ابن عباس أن السعي بينهما سنة وأن النبي ص – فعله
Diriwayatkan Hisyam bin urwah dari bapaknya dan Ayyub Putranya Abi Malikah  semuanya dari Aisyah, berkata  Rasulullah tidak menganggap sempurna orang yang haji dan tidak  umrah  selagi tidak thawaf  di antara Shafa dan Marwah, Abu Thufail menuturkan  dari ibnu Abbas berkata sa’i di antara Shafa dan Marwah itu  sunnah dan Nabi melakukannya.
وقد اختلف فقهاء الأمصار في ذلك فقال أصحابنا والثوري ومالك أنه واجب في الحج والعمرة وتركه يجزي عنه الدم وقال الشافعي لا يجزي عنه الدم إذا تركه وعليه أن يرجع فيطوف[15]
Beberapa ulama Fiqh berbeda pendapat tentang Thawaf tersebut, Sahabat kita, al-Tsauri dan Malik menyatakan Thawaf wajib di dalam haji dan umrah dan jika meninggalkannya maka membayar dam, dan Imam Syafii berkata, tidak mencukupi dan baginya kembali mengerjakan thawaf.
IV.            KESIMPULAN
Al-Jaṣaṣ nama aslinya adalah Abu Bakr, Ahmad bin Ali al-Razi. Beliau lahir pada tahun 305 H dan meninggal pada 370 H. al-Jaṣaṣ merupakan ulama mazhad Hanafi, maka dalam tafsirnya Ahkām al-Qur’an condong untuk membela mazhadnya sendiri. Tafsir ini bercorak fiqhi sehingga isinya sebagian besar menerangkan tentang hukum-hukum. Selain itu tafsir ini dapat dikategorikan bagian dari maudu’i. Sumber penafsiran Ahkām al-Qur’an dapat dikategorikan menggabungkan bil ma`thur dan bil ra`yi. Karena penafsiran beliau banyak menggunakan penafsiran dengan ayat-ayat lain dan juga hadis. Selain itu dalam tafsirnya juga terdapat penjelasan nahwu, delivasi, balaghah dan lughat. Kitab al-Jaṣaṣ ini menjadi pegangan bagi orang Hanafi dan tafsir ini tetap menjadi sumber penting walaupun penafsirannya terkadang jauh dari pengertian ayat itu sendiri.


DAFTAR PUSTAKA
Agusti, Nina. PDF. Tafsir al-Jashash dan al-Qurtubi. t.t, t.p, 2005.
Dawudy (al), Thabaqat al-Mufassirin. T.t, t.p, t.th.
Dhahabī (al), Muḥammad Husayn, al-Tafsīr wa al-Mufassirūn. Kairo: Dār al-Hadīth, 2005.
Gufron, Muhammad, dan Rahmawati, Ululmul Qur’an Praktis dan Mudah. Yogyakarta: Teras, 2013.
Khalilupethes, Shafwat Mustafa, Al-Imam Abu Bakr al-Razi al-Jashash wa Manhajuhu fi al-Tafsir. Kairo: Daar al-Salam.
Qaṭṭan (al), Syaikh Manna, Pengantar Studi Ilmu al-Qur`an, terj. H. Aunur Rafiq el Mazni. Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2013
Razy (al), Abu Bakar Ahmad bin ‘Ali, Ahkām Al-Qur’an, Bairut: Dār al-Ḥiya`, 1992.



[1] Syaikh Manna al-Qaṭṭan, Pengantar Studi Ilmu al-Qur`an, terj. H. Aunur Rafiq el Mazni, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2013), hal. 469.
[2] Shafwat Mustafa Khalilupethes, Al-Imam Abu Bakr al-Razi al-Jashash wa Manhajuhu fi al-Tafsir. (Kairo: Daar al-Salam) Hal. 54
[3] Ibid, Hal. 51.
[4] Al-Dawudy, Thabaqat al-Mufassirin. PDF (t.t: t.p, t.th), hal 55.
[5] Syaikh Manna al-Qaṭṭan, Pengantar Studi Ilmu al-Qur`an, terj. H. Aunur Rafiq el Mazni, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2013), hal. 469.
[6] Ibid,  hal. 469.
[7] Muammad Husayn al-Dhahabī, al-Tafsīr wa al-Mufassirūn, (Kairo: Dār al-Hadīth, 2005), hal. 323-330.
[8] Nina Agusti, PDF. Tafsir al-Jashash dan al-Qurtubi, (t.t, t.p, 2005), 3:26.
[9] Muhammad Gufron, M.Pd., dan Rahmawati, MA., Ululmul Qur’an Praktis dan Mudah, (Yogyakarta: Teras, 2013), h.183.
[10] Abu Bakar Ahmad bin ‘Ali al-Razy, Ahkām Al-Qur’an, (Bairut: Dār al-Ḥiya`, 1992), 1:5.
[11] Ibid, 1:399
[12] Syaikh Manna al-Qaṭṭan, Pengantar Studi Ilmu al-Qur`an, terj. H. Aunur Rafiq el Mazni, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2013), hal. 469.
[13] Abu Bakar Ahmad bin ‘Ali al-Razy, Ahkām Al-Qur’an, (Bairut: Dār al-Ḥiya`, 1992), 1:36.
[14] Ibid  Juz 1 hal. 319
[15] Ibid , 1:118
Kumpulan Makalah 2067200396984862655

Posting Komentar

emo-but-icon

Beranda item

Popular Posts

Twitter

Random Posts

Jasa Pembuatan Makalah

Flickr Photo

Recent Comments