TAFSIR AL-JASAS
http://kaweruh99.blogspot.com/2015/10/tafsir-al-jasas.html
MENGENAL
TAFSIR AHKĀM AL-QUR`AN KARYA AL-JAṢAṢ
Oleh:
Ahmad Murtadlo
I.
PENDAHULUAN
Al-Quran
Al-Karīm itu laksana samudra yang keajaiban dan keunikannya tidak akan pernah
sirna sampai kapanpun, sehingga lahirlah bermacam-macam tafsir dengan metode
yang beraneka ragam. Kitab-kitab tafsir yang memenuhi perpustakaan merupakan
bukti nyata yang menunjukkan betapa tingginya semangat dan besarnya perhatian
para ulama untuk menggali dan memahami kandungan makna-makna kitab suci al-Qur’an.
Dalam
perkembangan berikutnya, bersamaan dengan kehadiran buku-buku tafsir Al-Quran
yang bersifat umum atau keseluruhan, lahir pula sejumlah kitab tafsir yang
lebih mengarah kepada hukum, bahkan lebih dari itu ada yang membatasi
pembahasan kitab tafsirnya khusus pada ayat-ayat hukum. Kitab-kitab inilah yang
kemudian populer dengan sebutan kitab-kitab tafsir ayat ahkam atau tafsir
ahkam.
Salah
satu kitab tafsir yang membahas tentang hukum-hukum adalah ahkam al-Qur’an
karya Al-Jaṣaṣ. Dalam makalah ini penulis akan mencoba mengupas tentang tafsir
ahkām al-Qur’an karyanya Al-Jaṣaṣ.
II.
BIOGRAFI
AL-JAṢAṢ
Ahmad
ibn ‘Ali al-Razy adalah nama lengkap dari pengarang kitab tafsir Ahkām
al-Qur’an atau dikenal dengan kitab tafsir al-Jaṣaṣ. Ahmad ibn ‘Ali al-Razy
lebih sering di panggil dengan panggilan al-Jaṣaṣ. Al-Jaṣaṣ merupakan nama Laqab
beliau yang dinisbatkan kepada pekerjaan beliau sebagai tukang plester (campuran semen, pasir, kapur, untuk melekatkan batu
bata)[1]. Dalam kamus Lisān al-‘Arab
kata al-Jaṣaṣ maknanya adalah
kapur atau tukang kapur. Kadang beliau juga di panggil dengan
panggilan Jaṣaṣ al-Ḥanafi, al-Razi al-Jaṣaṣ , Ahmad ibn ‘Ali, Abu Bakar, dll.
Sedangkan untuk panggilan Abu Bakar adalah Kunyah beliau.[2]
Beliau
lahir pada tahun 305 H di tanah kelahirannya, di kota Rayyi[3]
Iraq. Kemudian pada tahun 325 beliau pergi ke baghdad untuk belajar. Al-Jaṣaṣ
dikenal sebagai orang yang zahid dan wara’ dan juga merupakan
ulama` pilihan yang bermazhab Hanafi. Sedangkan wafatnya pada Ahad, 7 dzul
hijjah di Baghdad tahun 370 H . Kitab lain menyebutkan beliau meninggal pada
tahun 376 H.[4]
A. Guru-Guru
al-Jaṣaṣ
Al-Jaṣaṣ
memiliki guru yang masing-masing guru tersebut mempunyai disiplin ilmu tersendiri,
di antaranya yaitu:
-
Abi al-Hasan
al-Karahy. Dari Abi al-Hasan al-Karahy-lah beliau mendapat ilmu zuhud.
-
Aby Ali al-Farisy
dan Aby Amr Ghulam Tsa’lab tentang ilmu lughat
-
Aby Sahl al-
Zarjaji tentang ilmu fiqh
-
Al- Hakim
al-Naysaburi tentang hadits.
B. Karangan-karangan
Karangan
yang paling monumentalnya ialah Tafsir Ahkam Al-Qur’an atau yang dikenal dengan
tafsir al-Jaṣaṣ. Syarh Mukhtashar al-Karahy, Syarh mukhtashar al-Thahawy, Syarh
al-Jami’ al-kabirnya imam Muhammad bin al-Hasan al-Syaibani. Beberapa kitab
ushul fiqh, dan kitab adab al-qada’ itu semua merupakan karangan-karangan
beliau.
III.
SEKILAS
KITAB TAFSĪR AHKĀM AL-QUR’AN
Kitab
Tafsīr Ahkām Al-Qur’an adalah kitab tafsir yang dikarang oleh Ahmad ibn ‘Ali
al-Razy. Kitab tafsir ini merupakan kitab tafsir yang dijadikan rujukan oleh
ulama’-ulama’ Hanafi tentang fikih, karena tafsir Ahkam al-Qur’an ini adalah
kitab Tafsir yang isinya atau tafsirannya mengarah kepada permasalahan fikih
atau bisa dibilang kitab ini adalah kitab fikih. Khususnya fikih Hanafi.
Kitab
Tafsīr Ahkām Al-Qur’an merupakan kitab tafsir yang istimewa, karena
penafsirannya menggunakan metode bil Ma’thūr, sedangkan biasanya
orang yang bermazhab hanafi lebih condong kepada ra’yi dari pada
riwayat. Al-Jaṣaṣ adalah penganut aliran ahlu as-Sunnah wal Jama’ah tetapi ada
sebagian orang yang memandang beliau sebagai penganut aliran muktazilah, dengan
dalil dalam tafsirannya beliau ada tafsiran yang mengarah pada aliran
muktazilah.[5] Contoh:
Dalam surat al-An’am ayat 103:
لاتدركه الابصر
Dia tidak dapat
dicapai oleh penglihatan mata
Makna
ayat ini adalah: dia tidak dilihat oleh penglihatan mata. Ini merupakan pujian
dengan peniadaan penglihatan mata, seperti firman Allah yang lain “.... tidak
mengantuk dan tidak tidur...” (al-Baqarah: 255). Apa yang ditiadakan Allah
untuk memuji diri-Nya dengan peniadaan penglihatan dengan mata terhadap-Nya,
maka menetapkan kebalikannya yaitu tidak diperkenankan dilihat, karena yang
demikian itu berarti menetapkan sifat aib dan kurang (bagi-Nya).[6]
Dari
contoh di atas bahwa Allah itu tidak bisa dilihat dengan menggunakan mata,
berarti penafsirannya mengarah pada aliran muktazilah. Karena menurut aliran
muktazilah Allah tidak bisa dilihat dengan menggunkan mata.
Nama
kitab Ahkām Al-Qur’an ternyata tidak hanya milik al-Jaṣaṣ seorang, tapi juga
ada yang lain, seperti tafsir Ahkām Al-Qur’an karya Ibnu ‘Arabi dan Ahkām
Al-Qur’an karya Kiyā al-Harasi. Dari ketiga pengarang kitab tafsir di atas
memiliki kesamaan dan juga perbedaan. kesamaannya adalah sama-sama menafsirkan
al-Qur’an yang mengarah kepada permasalahan fikih, sedangkan perbedaannya
adalah mereka bertiga berbeda pada madzhab yang dianut. al-Jaṣaṣ adalah
penganut madzab imam hanafi, Ibnu ‘Arabi adalah penganut imam maliki, dan Kiyā
al-Harasi adalah penganut imam syafi’i.[7]
A. Metode
Penafsiran Ahkām Al-Qur’an
Metode
yang digunakan al-Jaṣaṣ dalam menafsirkan al-Qur`an adalah metode tahlili.[8]
Metode tahlili adalah suatu metode tafsir yang berusaha menjelaskan kandungan
ayat-ayat dari berbagai seginya, dengan memperhatikan runtutan ayat al-Qur’an
sebagaimana yang tercantum dalam mushaf.[9]
Dari pengertian ini penulis menyimpulkan bahwa metode yang digunakan al-Jaṣaṣ
adalah metode tahlili, dengan bukti bahwa dalam penafsiran lafal basmalah di
tafsirkan dari berbagai segi, mulai dari segi nahwu, keutamaan basmalah, dan
hukum membaca basamalah, dll.[10]
Tafsir
al-Jaṣaṣ selain dikatakan tafsirannya menggunakan metode tahlili bisa juga
tafsirannya dikatakan menggunakan metode maudu’i, dengan bukti
pengklasifikasian penafsirannya diletakkan dengan sebuah bab-bab tersendiri dan
juga tidak melebar pada pembahasan yang lain, seperti bab Qaul fī Bismillahi
al-Rahmān al-Rahīm, bab Ahkāmu al-Bismillah, bab Julūdu al-maitāh, dll.[11]
B. Karakteristik
penulisan Ahkām Al-Qur’an
Tafsir
al-Jaṣaṣ ini di cetak kedalam beberapa jilid, yang penulis temukan dalam bentuk
file PDF ada 5 jilid yang di terbitkan oleh Dār al-Ḥiya` Bairut, Lebanon tahun
1992. Mungkin dalam terbitan atau cetakan lain bisa hanya 3 jilid atau yang
lainnya.
Al-Jaṣaṣ
tidak hanya menafsirkan al-Qur`an saja tetapi juga mengkritik aliran-aliran
lain yang tidak sependapat dengan beliau. Bahasa yang digunakan oleh al-Jaṣaṣ
dalam mengkritik aliran-aliran lain cukup keras dan pedas.[12]
Runtutan penafsirannya al-Jaṣaṣ adalah pertama beliau menafsiri ayat dengan
ayat, kedua dengan hadis atau perkataan sahabat atau tabi’in, dan yang terakhir
adalah dengan ra’yi.
Dalam
pembagian pembahasan, al-Jaṣaṣ membaginya kedalam bab-bab tertentu, seperti
layaknya pada kitab-kitab fikih.
C. Karakter
Kitab
Kitab
tafsir Ahkām Al-Qur’an ini mempunyai beberapa karakter, diantaranya adalah:
- Pembahasannya
hanya mencakup permasalahan fikih.
- Penafsirannya
menggunakan dua metode yang digabungkan, antara bil ma’thur dan bil ra’yi.
- Pemaparannya
tidak pernah menggunakan nomor ayat yang hendak di tafsirkan, sehingga
bagi orang yang ingin mencari penafsiran ayat-ayat tertentu agak sulit.
- Penafsirannya
terlalu fanatik kepada madzhab yang di ikutinya, yaitu madzhab hanafi.
D. Contoh-Contoh
Penafsiran
1.
Al-Baqarah
ayat 25
وَبَشِّرِ
الَّذِين آمَنُواْ وَعَمِلُواْ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن
تَحْتِهَا الأَنْهَارُ
قال
أصحابنا فيمن قال أي عبد بشرني بولادة فلانة فهو حر فبشروه جماعة واحدا بعد واحد
أن الأول يعتق دون غيره[13]
Dan
sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang beriman dan berbuat
kebajikan, bahwa untuk mereka (disediakan) surga-surga yang mengalir di
bawahnya sungai-sungai.
Sahabat
kami berkata Jika ada orang yang mengatakan, budak mana yang membahagiakan saya
dengan melahirkan seseorang perempuan maka akan bebas. Maka ada satu persatu
yang membuat bahagia, maka yang pertamalah yang bebas, tidak yang lain
2.
Al-Baqarah ayat 190
قال
الله تعالى وَقَاتِلُواْ فِي سَبِيلِ اللّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلاَ
تَعْتَدُواْ إِنَّ اللّهَ لاَ يُحِبِّ الْمُعْتَدِينَ {البقرة/190
قال
أبو بكر لم تختلف الأمة أن القتال كان محظورا قبل الهجرة بقوله ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي
بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ {فصلت/34} وَمَا
يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ
عَظِيمٍ {فصلت/35} وقوله فَاعْفُ
عَنْهُمْ وَاصْفَحْ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ {المائدة/13{
وقوله وَجَادِلْهُم
بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ {النحل/125} وقوله فَإِنَّمَا
عَلَيْكَ الْبَلاَغُ وَعَلَيْنَا الْحِسَابُ {الرعد/40} وقوله وَإِذَا
خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا {الفرقان/63}[14]
Dan Perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi
kamu, tetapi jangan melampaui batas. Sungguh Allah tidak menyukai orang-orang
yang melampaui batas.
Abu Bakr berkata : umat tidak berselisih
tentang peperangan itu dilakukan sebelum hijrah dengan firman Allah : Tolaklah
(kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang ada rasa
permusuhan antara kamu dan dia akan seperti teman yang setia. Dan (sifat-sifat
yang baik itu) tidak akan dianugerahkan kecuali kepada orang-orang yang sabar
dan tidak dianugerahkan kecuali kepada
orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar.
3.
Surat Al-Baqarah ayat 158
إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِن
شَعَآئِرِ اللّهِ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِ
أَن يَطَّوَّفَ بِهِمَا وَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ اللّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ
{البقرة/158}
روي عن ابن عيينة عن الزهري عن
عروة قال قرأت عند عائشة رضي الله تعالى عنها إن الصفا والمروة من شعائر الله فقلت
لا أبالي أن لا أفعل قالت بئسما قلت يا ابن أختي قد طاف رسول الله ص - وطاف
المسلمون فكانت سنة
وروي عن عكرمة عن ابن عباس في
قوله تعالى إن الصفا والمروة من شعائر الله قال كان على الصفا تماثيل وأصنام وكان
المسلمون لا يطوفون عليها لأجل الأصنام والتماثيل فأنزل الله تعالى فلا جناح عليه
أن يطوف بهما
Diriwayatkan
dari Ibni uyainah dari al-Zuhri dari
Urwah berkata di samping Aisyah dibacakan ayat إن
الصفا والمروة من شعائر الله maka saya
berkata, saya tidak peduli, saya tidak melakukannya. Aisyah berkata bagaimana kau berkata begitu
wahai sepupu lelakiku, Rasulullah melakukan thawaf, orang-orang Islampun juga,
maka thawaf tersebut sunnah.
Dan diriwayatkan
dari Ikrimah dari Ibnu Abbas di dalam .. إن الصفا والمروة
من شعائر الله , Ibnu Abbas
berkata di shafa terdapat patung-patung dan berhala-berhala, maka orang-orang
muslim tidak thawaf ke shafa karena patung-patung dan berhala-berhala tersebut
maka turunlah ayat إن الصفا والمروة من شعائر الله.
فروى
هشام بن عروة عن أبيه وأيوب عن ابن أبي مليكة جميعا عن عائشة قالت ما أتم رسول
الله ص - لامرئ حجة ولا عمرة مالم يطف بين الصفا والمروة وذكر أبو الطفيل عن ابن
عباس أن السعي بينهما سنة وأن النبي ص – فعله
Diriwayatkan
Hisyam bin urwah dari bapaknya dan Ayyub Putranya Abi Malikah semuanya dari Aisyah, berkata Rasulullah tidak menganggap sempurna orang
yang haji dan tidak umrah selagi tidak thawaf di antara Shafa dan Marwah, Abu Thufail
menuturkan dari ibnu Abbas berkata sa’i
di antara Shafa dan Marwah itu sunnah
dan Nabi melakukannya.
وقد اختلف فقهاء الأمصار في ذلك
فقال أصحابنا والثوري ومالك أنه واجب في الحج والعمرة وتركه يجزي عنه الدم وقال
الشافعي لا يجزي عنه الدم إذا تركه وعليه أن يرجع فيطوف[15]
Beberapa ulama
Fiqh berbeda pendapat tentang Thawaf tersebut, Sahabat kita, al-Tsauri dan
Malik menyatakan Thawaf wajib di dalam haji dan umrah dan jika meninggalkannya
maka membayar dam, dan Imam Syafii berkata, tidak mencukupi dan baginya kembali
mengerjakan thawaf.
IV.
KESIMPULAN
Al-Jaṣaṣ
nama aslinya adalah Abu Bakr, Ahmad bin Ali al-Razi. Beliau lahir pada tahun
305 H dan meninggal pada 370 H. al-Jaṣaṣ merupakan ulama mazhad Hanafi, maka
dalam tafsirnya Ahkām al-Qur’an condong untuk membela mazhadnya sendiri. Tafsir
ini bercorak fiqhi sehingga isinya sebagian besar menerangkan tentang
hukum-hukum. Selain itu tafsir ini dapat dikategorikan bagian dari maudu’i.
Sumber penafsiran Ahkām al-Qur’an dapat dikategorikan menggabungkan bil ma`thur
dan bil ra`yi. Karena penafsiran beliau banyak menggunakan penafsiran dengan
ayat-ayat lain dan juga hadis. Selain itu dalam tafsirnya juga terdapat
penjelasan nahwu, delivasi, balaghah dan lughat. Kitab al-Jaṣaṣ ini menjadi
pegangan bagi orang Hanafi dan tafsir ini tetap menjadi sumber penting walaupun
penafsirannya terkadang jauh dari pengertian ayat itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Agusti, Nina. PDF. Tafsir al-Jashash
dan al-Qurtubi. t.t, t.p, 2005.
Dawudy (al), Thabaqat al-Mufassirin. T.t, t.p, t.th.
Dhahabī (al), Muḥammad Husayn, al-Tafsīr
wa al-Mufassirūn. Kairo: Dār al-Hadīth, 2005.
Gufron, Muhammad, dan Rahmawati, Ululmul
Qur’an Praktis dan Mudah. Yogyakarta: Teras, 2013.
Khalilupethes, Shafwat Mustafa, Al-Imam
Abu Bakr al-Razi al-Jashash wa Manhajuhu fi al-Tafsir. Kairo: Daar
al-Salam.
Qaṭṭan (al), Syaikh Manna, Pengantar
Studi Ilmu al-Qur`an, terj. H. Aunur Rafiq el Mazni. Jakarta: Pustaka
al-Kautsar, 2013
Razy (al), Abu Bakar Ahmad bin ‘Ali, Ahkām
Al-Qur’an, Bairut: Dār al-Ḥiya`, 1992.
[1]
Syaikh Manna al-Qaṭṭan, Pengantar Studi Ilmu al-Qur`an, terj. H. Aunur
Rafiq el Mazni, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2013), hal. 469.
[2]
Shafwat Mustafa
Khalilupethes, Al-Imam Abu Bakr al-Razi al-Jashash wa Manhajuhu fi al-Tafsir.
(Kairo: Daar al-Salam) Hal. 54
[5]
Syaikh Manna al-Qaṭṭan, Pengantar Studi Ilmu al-Qur`an, terj. H. Aunur
Rafiq el Mazni, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2013), hal. 469.
[6]
Ibid, hal. 469.
[7]
Muḥammad Husayn
al-Dhahabī, al-Tafsīr wa al-Mufassirūn, (Kairo: Dār al-Hadīth, 2005), hal. 323-330.
[8]
Nina Agusti, PDF. Tafsir al-Jashash dan al-Qurtubi, (t.t, t.p, 2005),
3:26.
[9]
Muhammad Gufron, M.Pd., dan Rahmawati, MA., Ululmul Qur’an Praktis dan Mudah, (Yogyakarta: Teras, 2013), h.183.
[10]
Abu Bakar Ahmad bin ‘Ali al-Razy, Ahkām Al-Qur’an, (Bairut: Dār al-Ḥiya`, 1992), 1:5.
[11]
Ibid, 1:399
[12]
Syaikh Manna al-Qaṭṭan, Pengantar Studi Ilmu al-Qur`an, terj. H. Aunur
Rafiq el Mazni, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2013), hal. 469.
[13]
Abu Bakar Ahmad bin ‘Ali al-Razy, Ahkām Al-Qur’an, (Bairut: Dār al-Ḥiya`, 1992), 1:36.
[14] Ibid Juz 1 hal. 319