1735262163458753
Loading...

Tafsīr Naqlī (Tafsīr bi al-Ma’thūr)

Tafsīr Naqlī (Tafsīr bi al-Ma’thūr)
Oleh : Islachuddin & Ahmad Winda Andika B

I.       Pendahuluan
Al-Qur’an adalah kalam Allah Subḥānahu wa Ta’ālā yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Ṣalla ‘Alayhi wa Sallam sebagai pedoman hidup bagi manusia. Sebenarnya Al-Qur’an itu tidak mungkin dipahami oleh manusia secara rasional. Karena antara Allah Subḥānahu wa Ta’ālā dan manusia itu tidak sejenis. Maka dari itu perlu adanya penafsiran di dalamnya, guna untuk memahaminya dengan pemahaman yang mendekati maksud pemiliknya.
Nabi Muhammad Ṣalla ‘Alayhi wa Sallam setiap menerima Al-Qur’an, langsung menyampaikannya kepada sahabat serta menafsirkannya. Akan tetapi tidak semua ayat Al-Qur’an ditafsiri oleh Rasulullah Ṣalla ‘Alayhi wa Sallam, hanya beberapa ayat saja yang ditafsiri beliau. Hal inilah yang mendasari munculnya bentuk penafsiran, di antaranya yaitu Tafsīr bi al-Ma’thūr dan Tafsīr bi al-Ra’yi. Tujuan dari munculnya bentuk penafsiran tersebut adalah untuk menjelaskan ayat yang sekiranya masih global, umum, mutlak dengan ayat lain yang sudah terperinci, sudah khusus dan sudah muqayyad.
Dalam makalah ini akan menjelaskan bentuk penafsiran yang pertama kali dilakukan oleh para mufassir, yaitu Tafsīr Naqlī atau yang biasa disebut dengan Tafsīr bi al-Ma’thūr atau Tafsir Riwayat. Bagaimana definisinya, apa sumbernya, bagaimana perkembangannya, apa syarat-syaratnya serta hubungan antara dua sumber pokok Tafsīr Naqlī, yaitu Al-Qur’an dan Hadis. Hal ini bertujuan untuk bagaimana kita mengetahui serta memahami tentang Tafsīr Naqlī, supaya dalam melakukan penafsiran secara riwayat kita sudah memahami alurnya.
II.    Tafsīr Naqlī (Tafsīr bi al-Ma’thūr)
A.    Pengertian Tafsīr Naqlī (Tafsīr bi al-Ma’thūr)
Secara etimologi atau bahasa, kata tafsir berasal dari suku kata bahasa Arab فسر- يفسر- تفسير  yang mempunyai arti menjelaskan. Begitu juga dengan ma’thūr yang berasal dari suku kata أثر- يأثر-أثرا-أثر- مأثور yang berarti jejak atau bekas. Tafsīr bi al-Ma’thūr atau Tafsir Riwayat juga bisa disebut Tafsīr Naqlī.[1]
Sedangkan secara terminologi ada bebrapa pendapat ulama yang menjelaskan. Syaikh Khalid Abdurrahman al-‘Ak menjelaskan bahwa Tafsīr Naqlī adalah Tafsīr bi al-Ma’thūr yang mencakup penafsiran yang berasal dari Al-Qur’an sendiri, baik dari penjelasan dan pemerincian sebagian ayat, yang sekiranya ada ayat yang masih global lalu dijelaskan maksudnya oleh ayat yang lain, dan penafsiran dari Nabi Muhammad Ṣalla Allah ‘Alayhi wa Sallam di dalam hadis beliau serta penafsiran dari sahabat dimana mereka adalah orang-orang yang pada masanya diturunkan wahyu dan menyaksikan asbab al-nuzūl serta orang-orang yang paling mengetahui tentang tafsīr dan ta’wil Al-Qur’an.[2]
Husain al-Dhahābi di dalam kitabnya memasukkan riwayat dari tabi’in sebagai  Tafsīr bi al-Ma’thūr meskipun masih ada perbedaan ulama, apakah hal ini merupakan bi al-ma’thūr atau bi al-ra’yi. Hal ini dikarenakan beliau menemukan riwayat tabi’in di dalam kitabnya Imam Al-Ṭabari.[3] Dalam buku Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an juga dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Tafsīr Naqlī atau Tafsīr bi al-Ma’thūr adalah metode mufassir yang menafsirkan Al-Qur’an dengan ayat Al-Qur’an yang lain, menafsirkan Al-Qur’an dengan Hadis dan menafsirkan Al-Qur’an dengan perkataan sahabat karena mereka adalah orang yang paling mengetahui kitab Allah Subḥānahu wa Ta’ālā atau dengan pendapat tokoh-tokoh besar tabi’in.[4]
Setelah melihat tentang definisi Tafsīr Naqlī di atas, dapat kita simpulkan bahwa yang dimaksud dengan Tafsīr Naqlī atau Tafsīr bi al-Ma’thūr secara terminologi adalah metode penafsiran yang dilakukan oleh mufassirin melalui riwayat yang sambung kepada Nabi Muhammad Ṣalla Allah ‘Alayhi wa Sallam, baik yang bersumber dari Al-Qur’an, Hadis Nabi Ṣalla Allah ‘Alayhi wa Sallam maupun dari sahabat dan tabi’in.
B.     Sumber Tafsīr Naqlī (Tafsīr bi al-Ma’thūr)
Syaikh Khalid Abdurrahman al-‘Ak mengungkapkan bahwa sumber Tafsīr bi al-Ma’thūr itu ada tiga:[5]
1.   Al-Qur’an dan Qira’at yang mutawattir
Sesungguhnya orang yang mempelajari Al-Qur’an itu akan menemukan bahwa sebenarnya di dalam Al-Qur’an itu mengandung ayat-ayat yang bersifat ījāz (ringkas), global, mutlak, dan umum. Begitu pula mereka menemukan di dalam Al-Qur’an itu juga terdapat ayat-ayat īḍāḥ (penjelasan), bayan (penjelasan), penafsiran, penqayyidan (pembatasan) dan takhi(khusus).
Maksudnya sesuatu ayat menjadi penjelas atau tafsîr bagi ayat lainnya. Menurut al-Zarqānī Al-Qur’an adalah sumber tafsîr paling utama, mengingat Allah adalah yang paling tahu dengan maksud ayat tersebut dibanding yang lainnya dan sebenar-benar perkataan tentulah kitab Allah.[6]
Contoh dari penafsiran ayat Al-Qur’an dengan ayat al-Qur’an adalah firman Allah Subḥānahu wa Ta’ālā, dalam surat al-Baqarah ayat 187;
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ [7].
Di dalam ayat tersebut kalimat من الفجر merupakan penjelasan dari maksud kalimat الخيط الابيض yang datang sebelumnya.[8]

2.   Hadis Nabi Ṣalla Allah ‘Alayhi wa Sallam
Dalam usaha untuk mendapatkan penjelasan tentang Al-Qur’an dan penjelasan tentang makna Al-Qur’an, sahabat merujuknya kepada Nabi Muhammad alla Allah ‘Alayhi wa Sallam, selagi beliau menjelaskan kepada mereka beberapa makna, hukum-hukum dan lain-lainnya dengan ucapan, tindakan maupun ketetapan beliau.
Contoh dari penafsiran ayat Al-Qur’an dengan keterangan yang di jelaskan oleh Nabi Muhammad alla Allah ‘Alayhi wa Sallam seperti pada ayat;
الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الأمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ[9].
Rasulullah alla Allah ‘Alayhi wa Sallam menafsirkan kalimat ظلم adalah sebuah kemusyrikan, sesuai dengan firman Allah Subḥānahu wa Ta’ālā.[10]
إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيم[11].
3.   Penafsiran sahabat yang berdasarkan riwayat
Sesungguhnya penafsiran sahabat terhadap Al-Qur’an itu sebanding dengan penafsiran Rasulullah alla Allah ‘Alayhi wa Sallam. Berikut alasannya;
a.       Karena mereka menyaksikan turunnya wahyu, macam-macam bacaan dan asbab al-nuzūl secara langsung.
b.      Karena mereka merupakan pemilik dari bahasa Arab serta ahli dalam masalah balāghah, faṣāḥat dan bayān.
c.       Karena mereka adalah manusia yang paling mengetahui tentang kebiasaan/adat, keadaan dan kabar-kabar orang Arab.
Adapun penafsiran ayat dengan keterangan sahabat, yaitu misalnya pemahaman sahabat Umar atau Ibn Abbas tentang makna surat al-Nasr ayat 110, bahwa surat itu adalah isyarat tentang telah dekatnya ajal Nabi Muhammad alla Allah ‘Alayhi wa Sallam.[12]
C.    Perkembangan Tafsīr Naqlī (Tafsīr bi al-Ma’thūr)
Penafsiran dengan metode riwayat sejatinya sudah ada sejak Nabi Muhammad Ṣalla Allah ‘Alayhi wa Sallam masih hidup. Beliau menjelaskan ayat-ayat atau lafal-lafal Al-Qur’an yang perlu dijelaskan atau menjawab beberapa pertanyaan yang diajukan oleh sahabat mengenai ayat atau lafal yang mereka belum pahami. Tafsīr bi al-Ma’thūr merupakan metode penafsiran pertama yang dilakukan oleh mufassir.
Syaikh Khalid Abdurrahman al-‘Ak di dalam kitab Uul al-Tafsīr wa Qawa’iduhu menjelaskan, bahwa perkembangan Tafsīr bi al-Ma’thūr itu dibagi menjadi dua periode, yaitu periode periwayatan dan periode tadwin (pembukuan).[13] Periode pertama adalah dimana Rasulullah alla Allah ‘Alayhi wa Sallam menjelaskan kepada sahabat tentang ayat-ayat Al-Qur’an yang sukar dipahami oleh mereka. Hal itu terus berlanjut secara turun temurun sampai ke generasi kita saat ini. Pada masa sahabat, metode penafsiran yang digunakan tidak hanya metode periwayatan akan tetapi para sahabat juga menggunakan ijtihad.
Di periode kedua, perkembangan Tafsīr bi al-Ma’thūr bermula pada pertama kali dibukukannya atau pengkodifikasian resmi hadis pada masa pemerintahan Khalifah Umar Ibn Abdul Aziz.. Hal ini dikarenakan kegiatan pengumpulan tafsir sejalan dengan pengumpulan hadis, sehingga tafsir pada masa itu merupakan bagian integral dari hadis.[14] Setelah itu, sekitar abad ke-3 H barulah tafsir berkembang secara mandiri. Abdurrazaq Ibn Hammam al-Sanami merupakan orang yang pertama menuliskan tafsir secara terpisah sebelum Ibnu Jarir al-Ṭabari. Maksudnya adalah memisahkan antara hadis dengan tafsir yang semula berada pada satu kitab menjadi kitab hadis sendiri dan kitab tafsir sendiri.
D.    Syarat-syarat Tafsīr Naqlī (Tafsīr bi al-Ma’thūr)
Tafsīr bi al-Ma’thūr merupakan sumber tafsir yang paling utama. Hal ini dikarenakan beberapa alasan di antaranya:
1.      Karena dalam metode riwayat, mufassir menafsirkan ayat Al-Qur’an  dengan ayat Al-Qur’an  yang lainnya.
2.      Karena dalam metode riwayat, mufassir menafsirkan dengan hadis Rasulullah, alasannya karena beliau memang diutus untuk menjelaskan Al-Qur’an.
3.      Karena dalam metode riwayat, mufassir menafsirkan dengan menggunakan athār sahabat, yang mereka jelas telah menyaksikan turunnya Al-Qur’an dan memahami kejadian-kejadian dan kondisi turunnya ayat tersebut.
Namun demikian, kesalahan-kesalahan masih mungkin terjadi. Dalam artian bahwa Tafsīr bi al-Ma’thūr juga adakalanya o’if. Di antara sebab-sebab keo’ifan suatu riwayat Tafsīr bi al-Ma’thūr adalah;[15]
1.      Banyaknya pemalsuan di dalam tafsir.
2.      Masuknya cerita isra’illiyāt yang bertolak belakang dengan Al-Qur’an di dalam tafsir.
3.      Terbuangnya sanad di dalam Tafsīr bi al-Ma’thūr.
Adapun syarat dari Tafsīr Naqlī itu selama tafsir tersebut marfū’, pasti diterima. Karena tidak ada permasalahan ataupun perbedaan di dalamnya. Sedangkan tafsir yang maqbūl dan maqṭū’ tidak bisa secara langsung diterima. Kita harus menyelidikinya sesuai sebab-sebab keo’ifan suatu riwayat Tafsīr bi al-Ma’thūr.
III. Hubungan Al-Qur’an dan Hadis
Al-Qur’an adalah kalam Allah yang merupakan wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad alla AllahAlayhi wa Sallam. Sedangkan Hadis merupakan sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad alla AllahAlayhi wa Sallam mulai dari ucapan, perbuatan dan ketetapan beliau. Dari kedua pengertian tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa antara Al-Qur’an dan Hadis mempunyai hubungan yang sangat erat.
Hadis merupakan bayan dari Al-Qur’an. Maksudnya sebagian besar hadis itu menjelaskan atau menafsiri ayat-ayat yang dirasa masih perlu untuk dijelaskan secara detail. Adapun hubungan antara Al-Qur’an dan Hadis yaitu, Hadis itu menguatkan hukum yang ditetapkan Al-Qur`an, Menjelaskan maksud al-Qur'an, yaitu dengan cara memerinci ayat yang mujmal, membatasi ayat yang mutlaq, mengkhususkan ayat yang masih umum dan menjelaskan ayat yang musykil serta menetapkan hukum baru yang tidak ditetapkan oleh Al-Qur`an.
IV. Kesimpulan
Secara etimologi atau bahasa, kata tafsir berasal dari suku kata bahasa Arab فسر- يفسر- تفسير  yang mempunyai arti menjelaskan. Begitu juga dengan ma’thūr yang berasal dari suku kata أثر- يأثر-أثرا-أثر- مأثور yang berarti jejak atau bekas. Tafsīr Naqlī atau Tafsīr bi al-Ma’thūr secara terminologi adalah metode penafsiran yang dilakukan oleh mufassirin melalui riwayat yang sambung kepada Nabi Muhammad Ṣalla Allah ‘Alayhi wa Sallam, baik yang bersumber dari Al-Qur’an, Hadis Nabi Ṣalla Allah ‘Alayhi wa Sallam maupun dari sahabat dan tabi’in.
Mengenai sumber Tafsīr Naqlī atau Tafsīr bi al-Ma’thūr Syaikh Khalid Abdurrahman al-‘Ak mengungkapkan bahwa sumber Tafsīr bi al-Ma’thūr itu ada tiga:
1.      Al-Qur’an dan Qira’at yang mutawattir
2.      Hadis Nabi Ṣalla Allah ‘Alayhi wa Sallam
3.      Penafsiran sahabat yang berdasarkan riwayat
Syaikh Khalid Abdurrahman al-‘Ak di dalam kitab Uṣul al-Tafsīr wa Qawa’iduhu menjelaskan, bahwa perkembangan Tafsīr bi al-Ma’thūr itu dibagi menjadi dua periode, yaitu periode periwayatan dan periode tadwin (pembukuan).
Adapun syarat dari Tafsīr Naqlī itu selama tafsir tersebut marfū’, pasti diterima. Karena tidak ada permasalahan ataupun perbedaan di dalamnya. Sedangkan tafsir yang maqbūl dan maqṭū’ tidak bisa secara langsung diterima. Kita harus menyelidikinya sesuai sebab-sebab keḍo’ifan suatu riwayat Tafsīr bi al-Ma’thūr.
Adapun hubungan antara Al-Qur’an dan Hadis adalah:
1.   Hadis itu menguatkan hukum yang ditetapkan Al-Qur`an.
2.   Menjelaskan maksud Al-Qur'an, yaitu dengan cara memerinci ayat yang mujmal, membatasi ayat yang mutlaq, mengkhususkan ayat yang masih umum dan menjelaskan ayat yang musykil.
3.   Menetapkan hukum baru yang tidak ditetapkan oleh Al-Qur`an.


Daftar Pustaka
Al-Qur’an.
‘Ak (al), Syaikh Khalid Abdurrahman. Uṣul al-Tafsīr wa Qawā’iduhu. (Damaskus: Dār al-Nafa’is, 1986).
Baidan, Nashruddin. Metode Penafsiran Al-Qur’an. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011).
Dhahābi (al), Muhammad Husain. Tafsīr wa al-Mufassirūn. (Kairo: Maktabah Wahbah, 2005).
Khālidī (al), Ṣalāḥ Abdul Fattaḥ. Ta’rif al-Dārisīn bi Manāhij al-Mufassirīn. (Damaskus: Dār al-Qalam, 2008).
Qaṭṭan (al), Syaikh Manna’. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an. terj. H. Aunur Rafiq El-Mazni, Lc. MA., (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2013).
Shihab, Muhammad Quraish. Kaidah Tafsir. (Jakarta: Lentera Hati, 2013).
Zarqānī (al), Muhammad Abdul Aẓim. Manahil al-Irfān fī ‘Ulum Al-Qur’an. (Beirut: Dār al-Kutūb al-‘Arabī, 1995).


[1] Dr. Ṣalāḥ Abdul Fattaḥ Al-Khālidī, Ta’rif al-Dārisīn bi Manāhij al-Mufassirīn, (Damaskus: Dār al-Qalam, 2008), 199.
[2] Syaikh Khalid Abdurrahman Al-‘Ak, Uṣul al-Tafsīr wa Qawā’iduhu, (Damaskus: Dār al-Nafa’is, 1986), 111.
[3] Muhammad Husain Al-Dhahābi, Tafsīr wa al-Mufassirūn, (Kairo: Maktabah Wahbah, 2005), I:112.
[4] Syaikh Manna’ Al-Qaṭṭan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, terj. H. Aunur Rafiq El-Mazni, Lc. MA., (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2013), 434.
[5]  Al-‘Ak, Uṣul al-Tafsīr wa Qawā’iduhu, 115-117.
[6] Muhammad Abdul Aẓim Al-Zarqānī, Manahil al-Irfān fī ‘Ulum Al-Qur’an, (Beirut: Dār al-Kutūb al-‘Arabī, 1995), II:13.
[7] Al-Qur’an, 2:187.
[8] Al-Zarqānī, Manahil al-Irfān fī ‘Ulum Al-Qur’an, (Beirut: Dār al-Kutūb al-‘Arabī, 1995), II:12.
[9] Al-Qur’an, 6:82.
[10] Muhammad Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, (Jakarta: Lentera Hati, 2013), 350.
[11] Al-Qur’an, 31:13.
[12] Muhammad Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, 351.
[13] Al-‘Ak, Uṣul al-Tafsīr wa Qawā’iduhu, 120.
[14] Prof. Dr. Nashruddin Baidan, Metode Penafsiran Al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), 44.
[15] Al-Dhahābi, Tafsīr wa al-Mufassirūn, I:141.
Kumpulan Makalah 7083271489318188567

Posting Komentar

emo-but-icon

Beranda item

Popular Posts

Twitter

Random Posts

Jasa Pembuatan Makalah

Flickr Photo

Recent Comments