OKSIDENTALISME
http://kaweruh99.blogspot.com/2015/06/oksidentalisme.html
OKSIDENTALISME
A. Latar Belakang
Orientalis
dan kajian sudah sering kita dengar, bahkan bagi kebanyakan orang mendengar
istilah orientalis sudah terasa tidak asing lagi ditelinga, hal ini diatar
belakangi banyaknya promoter dan sarjana muslim yang memang sering mengumandangkan
istilah orientalisme untuk dijauhi, dan harus bersikap waspada terhadap
produk-produk orientalisme. Namun dibalik munculnya orientalisme itu sebenarnya
kita juga memiliki wadah perlawanan yang telah banyak dimotori oleh cendekiawan
muslim, mereka biasa dikenal dengan istilah oksidentalisme. Istilah
oksidentalisme tidak se-tenar orientalisme, karena memang munculnya yang
relative masih baru, oksidentalisme juga biasanya diisi oleh para cendekiawan,
sarjana muslim, dan orang-orang yang mendalami permasalahan ini. Oleh sebab
itu, kami hendak memaparkan mengenai apa itu oksidentalisme.
B.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Oksidentalisme
Oksidentalisme
adalah kajian kebaratan atau sebuah kajian komprenhensif dengan meneliti dan
merangkum semua aspek kehidupan masyarakat Barat. Dalam Oksidentalisme, posisi
subjek menjadi terbalik, Timur sebagai subjek pengkaji dan Barat sebagai objek
kajian.
Lebih
dari alasan ini, nampaknya kelahiran Oksidentalisme lebih didorong oleh faktor
emosional atas kekalahan dari Barat yang dialami oleh dunia Timur pada umumnya
dan dunia Islam khususnya. Benjamin disraeli mengakui bahwa Timur adalah “karir”
buat orang Barat.[1]
Oksidentalisme
sebagai sebuah istilah dan disiplin keilmuan diperkenalkan oleh seoranng
cendekiawan muslim asal mesir, Hassan Hanafi. Dalam bukunya muqaddimah fi’ilmi
al-Istighrab, 1999 (pengantar Oksidentalisme) diterjemahkan oleh penerbit
paramadina dengan judul Oksidentalisme: sikap kita terhadap tradisi barat
(2000), Hanafi mengatakan bahwa Oksidentalisme muncul untuk mengurai kesadaran
terbelah, antara ego (Barat) dan the Other (Islam), apa yang dikenal luas
sebagai Orientalisme. Menurut Hanafi Barat mengidap superiority complex,
sehingga kajian para Orientalis tersebut mengandung muatan ideologis. Latar
belakang tumbuhnya Orientalis sendiri didoron oleh kebutuhan Negara-negara
Barat untuk memahami Islam dan masyarakatnya. Kebutuhan tersebut debgan seiring
upaya pendudukan the Other (Negara-negara terjajah). Karena itu Oksidentalisme
dimaksudkan untuk mengembalikan Barat pada posisinya.[2]
- Ruang lingkup Oksidentalisme
Menurut
Hasan Hanafi Oksidentalisme merupakan satu bagian terpenting dari realisasi
tiga agenda besar al-Turats wa Tajdid (Tradisi dan pembaruan).
Pertama:
sikap
kita terhadap tradisi lama.
Kedua:
kritisisme terhadap peradaban Barat.
Ketiga:
sikap kita terhadap realitas.
Bagi
Hanafi, ketiga agenda di atas ini merupakan dinamika dan produk proses
dialektika antara ego (al-ana) dan the other (al-akhar). Dalam
ketiga agendanya ini, ia mengembangkan teori dan paradigm interpretasi.
- Sejarah Oksidentalisme
Kita
telah banyak berdiskusi mengenai sejarah kemunculan orientalisme, lewat dugaan
Prof. Qurais Syihab misalnya, kita tahu bahwa orientalisme muncul pada abad ke
13, tepat seperti sejarah yang diceritakan para pakar lain, terlatar belakangi
oleh rasa ingin bangkit para kaum barat, Renaissance. Meskipun begitu
sebetulnya orientalisme sudah bisa kita temukan pada masa sebelum itu atau pada
abad ke 12 yang telah ditemukan jejak pertukaran pelajar seperti pengiriman
Thomas Brown ke Andalusia untuk mempelajari ke-timur-an .
Pengkajian
tentang timur semakin intensif dilakukan oleh para orientalis barat, mereka
menyerbu berbagai sisi yang ada di timur, hingga pada akhirnya membuat mereka
merasa begitu superior. Wajar, lantaran mereka sebagai subjek yang terlalu
menghegemoni objeknya atau “ the other “ dalam istilah Said.
Dalam
keadaan seperti ini, jelas kontras sekali bagaimana kaum timur menjadi bahan
penelitian yang seolah menggambarkan ketidak berdayaan mereka. Merasa lelah
menjadi objek akhirnya munculah para cendekiawan muslim yang dengan nyata
menggebrak dan lantang mencoba mengakhiri hegemoni barat. Munculah nama-nama
seperti Jamaluddin Al Afghani dan seorang muridnya dari Mesir Muhammad Abduh
disusul dengan “fans” berat ilmiahnya, Rasyid Ridlo. Ada satu lagi sarjana
muslim dari Mesir yang getol membicarakan oksidentalisme, Hasan Hanafi. Melalui
karyanya yang berjudul Muqaddimah fi Ilmi al-Istighrab ia mampu memotifasi para
cendekiawan muslim lain untuk semangat dalam mengalahkan dominasi barat,
karyanya tersebut juga sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan
judul Oksidentalis – Sikap kita terhadap tradisi Barat.
Sebenarnya
oksidentalisme sendiri merupakan bentuk perlawanan timur ke barat, yang secara
intensif pembahasan dan menjadi istilah yang menarik perhatian baru muncul pada
masa munculnya para sarjana yang disebut sebagai pembaharu Islam, Jamaludin
Al-Afghani ( Lahir pada 1838 M ), meskipun pasti banyak tokoh lain pada masa
itu yang juga membahas oksidentalisme. Pun begitu pemakalah belum menemukan
bagaimana Jamaludin al-Afghani mencoba melawan arus orientalisme. Penulis hanya
baru menemukan pembahasan oksidentalisme dengan pembahasan yang gamblang pada
karya Hasan Hanafi ( Lahir pada tahun 1934 M ) Muqaddimah fi Ilmi al-Istighrab,
Pada
masa selanjutnya para sarjana muslim Indonesia juga merasa terundang untuk ikut
mengkaji barat yang seolah makin mengkerdilkan Timur, terlebih Islam. beberapa
sarjana tersebut adalah Nur kholis ( Lahir pada tahun 1939 M) dan pakar
aliran-aliran yang lahir di Bojonegoro, Adian Husaini.
- Tujuan Oksidentalisme
Setelah
melihat penjelasan diatas maka dapat diketahui bahwa bentuk kajian yang
dipelajari oksidentalis merupakan timbal balik apa yang dilakukan oleh Orientalis,
hanya saja tanpa disertai hegemoni. Melainkan agar terwujudnya berbagai tujuan,
seperti yang diungkapakan oleh Hasan Hanafi, diantaranya:
1.
Mengembalikan Barat ke batas
alamiah, mengakhiri perang budaya, menghentikan ekspansi tanpa batas,
2.
Menghapus rasa rendah diri pada
bangsa non-Barat,
3.
Melakukan penulisan ulang sejarah
agar semaksimal mungkin dapat mewujudkan persamaan bagi seluruh bangsa,
4.
Mengakhiri Orientalisme, menempatkan
Timur sebagai subjek,
5.
Menciptakan ilmu oksidentalisme sebagai ilmu
pengetahuan yang akurat,
6.
Membentuk peneliti-peneliti muslim
yang memelajari peradabannya dari perspektifnya sendiri, dan mengkaji peradaban
lain secara netral,
7.
Lahirnya generasi yang mampu
melepaskan umat Islam dari belenggu penjajahan budaya dan ilmu pengetahuan serta
teknologi,
8.
Dengan oksidentalisme, manusia akan mengalami
era baru dimana tidak ada lagi penyakit realisme terpendam.[3]
- Tokoh-Tokoh Oksidentalisme
Sebagaimana Orientalisme memiliki
pembesar-pembesar yang mengkaji dunia timur, Oksidentalis pun demikian. Mereka
ialah pembaharu dunia keislaman. Mereka tidak hanya berasal dari arab melainkan
Oksidentals dari non arab juga ditemukan. Diantara mereka yaitu :
1. Jamaluddin al-Afghani
Jamaluddin al-Afghani
adalah pahlawan besar dan salah seorang putra terbaik Islam. Kebesaran dan kiprahnya berkembang hingga ke
seluruh penjuru dunia. Sepak
terjangnya dalam menggerakkan kesadaran umat Islam dan gerakan revolusionernya
yang membangkitkan dunia Islam, menjadikan dirinya orang yang paling dicari
oleh pemerintahan kolonial ketika itu, Inggris. Tapi, komitmen dan konsistennya yang sangat tinggi terhadap nasib umat
Islam, membuat al-Afghani tak
pernah kenal lelah apalagi menyerah.
2. Muhammad Abduh
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Abduh bin Hasan Khairullah. Lahir di
desa Mahallat Nashr di kabupaten al-Buhairah, Mesir tahun 1849 M. Dan beliau
wafat pada tahun 1905 M.
3. Muhammad
Rasyid Ridha.
Muhammad
Rasyid Ridha, lahir di Qalmun, sebuah desa sekitar 4 km dari Tripoli, Libanon
pada 27 Jumadil Awal 1282 H. Beliau adalah bangsawan Arab yang memiliki garis
keturunan langsung dari Sayyidina Husen, putera Ali bin Abu Thalib dan Fatimah
puteri Rasulullah SAW.
4. Hasan Hanafi
Dilahirkan di Cairo, Mesir pada 14 Februari 1934 M. Hasan Hanafi, pemikir
muslim modernis dari Mesir, adalah salah satu tokoh yang akrab dengan
simbol-simbol pembaruan dan revolusioner, seperti Islam kiri, oksidentalisme,
Tema-tema tersebut ia kemas dalam rangkaian proyek besar; pembaruan pemikiran
Islam, dan upaya membangkitkan umat dari ketertinggalan dan kolonialisme
modern.
5. Nurcholish Madjid.M.A
Lahir di Jombang, 17 Maret 1939 (26 Muharram 1358), dari keluarga kalangan
pesantren. Pendidikan yang ditempuh, Sekolah Rakyat di Mojoanyar dan Bareng
(pagi) dan Madrasah Ibtidaiyah di Mojoanyar (sore), Pesantren Darul 'Ulum di
Rejoso, Jombang, KMI (Kulliyatul Mu'allimin al-Islamiyah) Pesantren Darus Salam
di Gontor, Ponorogo, IAIN Syarif Hidayatullah di Jakarta (Sarjana Sastra Arab,
1968), dan Universitas Chicago, Illinois, AS (Ph.D., Islamic Thought, 1984).
6. Adian Husaini, M.A
Lahir Bojonegoro, 17 Desember 1965 adalah ketua Dewan Dakwah Islamiyah
Indonesia, sekretaris jenderal Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam
(KISDI) dan Komite Indonesia untuk Solidaritas Palestina-Majelis Ulama
Indonesia (KISP-MUI), Anggota Komisi Kerukunan Umat Beragama Majelis Ulama
Indonesia (MUI), dan anggota pengurus Majlis Tabligh Muhammadiyah.
C. KESIMPULAN
Berdasar data yang telah ditemukan maka terdapat
beberapa poin yang dianggap inti dari pembahasan oksidentalisme, poin-poin tersebut
antara lain :
- Oksidentalisme merupakan sebuah kajian kebaratan, yang salah satunya bertujuan untuk sebuah penyetaraan, tanpa adanya unsure hegemoni.
- Kajian oksidentalis muncul karena bangkitnya rasa ingin mengembalikan sejatinya peradaban islam.
- Orang yang pertama kali memiliki gagasan emas ini ialah Jamaluddin al-Afghani.
DAFTAR
PUSTAKA
Muzairi,
Orientalisme dan Oksidentalisme Suatu Agenda Masalah, Pdf.