1735262163458753
Loading...

OKSIDENTALISME



OKSIDENTALISME

A.    Latar Belakang
Orientalis dan kajian sudah sering kita dengar, bahkan bagi kebanyakan orang mendengar istilah orientalis sudah terasa tidak asing lagi ditelinga, hal ini diatar belakangi banyaknya promoter dan sarjana muslim yang memang sering mengumandangkan istilah orientalisme untuk dijauhi, dan harus bersikap waspada terhadap produk-produk orientalisme. Namun dibalik munculnya orientalisme itu sebenarnya kita juga memiliki wadah perlawanan yang telah banyak dimotori oleh cendekiawan muslim, mereka biasa dikenal dengan istilah oksidentalisme. Istilah oksidentalisme tidak se-tenar orientalisme, karena memang munculnya yang relative masih baru, oksidentalisme juga biasanya diisi oleh para cendekiawan, sarjana muslim, dan orang-orang yang mendalami permasalahan ini. Oleh sebab itu, kami hendak memaparkan mengenai apa itu oksidentalisme.
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Oksidentalisme
Oksidentalisme adalah kajian kebaratan atau sebuah kajian komprenhensif dengan meneliti dan merangkum semua aspek kehidupan masyarakat Barat. Dalam Oksidentalisme, posisi subjek menjadi terbalik, Timur sebagai subjek pengkaji dan Barat sebagai objek kajian.
Lebih dari alasan ini, nampaknya kelahiran Oksidentalisme lebih didorong oleh faktor emosional atas kekalahan dari Barat yang dialami oleh dunia Timur pada umumnya dan dunia Islam khususnya. Benjamin disraeli mengakui bahwa Timur adalah “karir” buat orang Barat.[1]
Oksidentalisme sebagai sebuah istilah dan disiplin keilmuan diperkenalkan oleh seoranng cendekiawan muslim asal mesir, Hassan Hanafi. Dalam bukunya muqaddimah fi’ilmi al-Istighrab, 1999 (pengantar Oksidentalisme) diterjemahkan oleh penerbit paramadina dengan judul Oksidentalisme: sikap kita terhadap tradisi barat (2000), Hanafi mengatakan bahwa Oksidentalisme muncul untuk mengurai kesadaran terbelah, antara ego (Barat) dan the Other (Islam), apa yang dikenal luas sebagai Orientalisme. Menurut Hanafi Barat mengidap superiority complex, sehingga kajian para Orientalis tersebut mengandung muatan ideologis. Latar belakang tumbuhnya Orientalis sendiri didoron oleh kebutuhan Negara-negara Barat untuk memahami Islam dan masyarakatnya. Kebutuhan tersebut debgan seiring upaya pendudukan the Other (Negara-negara terjajah). Karena itu Oksidentalisme dimaksudkan untuk mengembalikan Barat pada posisinya.[2]
  1. Ruang lingkup Oksidentalisme
Menurut Hasan Hanafi Oksidentalisme merupakan satu bagian terpenting dari realisasi tiga agenda besar al-Turats wa Tajdid (Tradisi dan pembaruan).
Pertama: sikap kita terhadap tradisi lama.
Kedua: kritisisme terhadap peradaban Barat.
Ketiga: sikap kita terhadap realitas.
Bagi Hanafi, ketiga agenda di atas ini merupakan dinamika dan produk proses dialektika antara ego (al-ana) dan the other (al-akhar). Dalam ketiga agendanya ini, ia mengembangkan teori dan paradigm interpretasi.
  1. Sejarah Oksidentalisme
Kita telah banyak berdiskusi mengenai sejarah kemunculan orientalisme, lewat dugaan Prof. Qurais Syihab misalnya, kita tahu bahwa orientalisme muncul pada abad ke 13, tepat seperti sejarah yang diceritakan para pakar lain, terlatar belakangi oleh rasa ingin bangkit para kaum barat, Renaissance. Meskipun begitu sebetulnya orientalisme sudah bisa kita temukan pada masa sebelum itu atau pada abad ke 12 yang telah ditemukan jejak pertukaran pelajar seperti pengiriman Thomas Brown ke Andalusia untuk mempelajari ke-timur-an .
Pengkajian tentang timur semakin intensif dilakukan oleh para orientalis barat, mereka menyerbu berbagai sisi yang ada di timur, hingga pada akhirnya membuat mereka merasa begitu superior. Wajar, lantaran mereka sebagai subjek yang terlalu menghegemoni objeknya atau “ the other “ dalam istilah  Said.
Dalam keadaan seperti ini, jelas kontras sekali bagaimana kaum timur menjadi bahan penelitian yang seolah menggambarkan ketidak berdayaan mereka. Merasa lelah menjadi objek akhirnya munculah para cendekiawan muslim yang dengan nyata menggebrak dan lantang mencoba mengakhiri hegemoni barat. Munculah nama-nama seperti Jamaluddin Al Afghani dan seorang muridnya dari Mesir Muhammad Abduh disusul dengan “fans” berat ilmiahnya, Rasyid Ridlo. Ada satu lagi sarjana muslim dari Mesir yang getol membicarakan oksidentalisme, Hasan Hanafi. Melalui karyanya yang berjudul Muqaddimah fi Ilmi al-Istighrab ia mampu memotifasi para cendekiawan muslim lain untuk semangat dalam mengalahkan dominasi barat, karyanya tersebut juga sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Oksidentalis – Sikap kita terhadap tradisi Barat.
Sebenarnya oksidentalisme sendiri merupakan bentuk perlawanan timur ke barat, yang secara intensif pembahasan dan menjadi istilah yang menarik perhatian baru muncul pada masa munculnya para sarjana yang disebut sebagai pembaharu Islam, Jamaludin Al-Afghani ( Lahir pada 1838 M ), meskipun pasti banyak tokoh lain pada masa itu yang juga membahas oksidentalisme. Pun begitu pemakalah belum menemukan bagaimana Jamaludin al-Afghani mencoba melawan arus orientalisme. Penulis hanya baru menemukan pembahasan oksidentalisme dengan pembahasan yang gamblang pada karya Hasan Hanafi ( Lahir pada tahun 1934 M ) Muqaddimah fi Ilmi al-Istighrab,
Pada masa selanjutnya para sarjana muslim Indonesia juga merasa terundang untuk ikut mengkaji barat yang seolah makin mengkerdilkan Timur, terlebih Islam. beberapa sarjana tersebut adalah Nur kholis ( Lahir pada tahun 1939 M) dan pakar aliran-aliran yang lahir di Bojonegoro, Adian Husaini.
  1. Tujuan Oksidentalisme
Setelah melihat penjelasan diatas maka dapat diketahui bahwa bentuk kajian yang dipelajari oksidentalis merupakan timbal balik apa yang dilakukan oleh Orientalis, hanya saja tanpa disertai hegemoni. Melainkan agar terwujudnya berbagai tujuan, seperti yang diungkapakan oleh Hasan Hanafi, diantaranya:
1.      Mengembalikan Barat ke batas alamiah, mengakhiri perang budaya, menghentikan ekspansi tanpa batas,
2.      Menghapus rasa rendah diri pada bangsa non-Barat,
3.      Melakukan penulisan ulang sejarah agar semaksimal mungkin dapat mewujudkan persamaan bagi seluruh bangsa,
4.      Mengakhiri Orientalisme, menempatkan Timur sebagai subjek,
5.       Menciptakan ilmu oksidentalisme sebagai ilmu pengetahuan yang akurat,
6.      Membentuk peneliti-peneliti muslim yang memelajari peradabannya dari perspektifnya sendiri, dan mengkaji peradaban lain secara netral,
7.      Lahirnya generasi yang mampu melepaskan umat Islam dari belenggu penjajahan budaya dan ilmu pengetahuan serta teknologi,
8.       Dengan oksidentalisme, manusia akan mengalami era baru dimana tidak ada lagi penyakit realisme terpendam.[3]

  1. Tokoh-Tokoh Oksidentalisme

Sebagaimana Orientalisme memiliki pembesar-pembesar yang mengkaji dunia timur, Oksidentalis pun demikian. Mereka ialah pembaharu dunia keislaman. Mereka tidak hanya berasal dari arab melainkan Oksidentals dari non arab juga ditemukan. Diantara mereka yaitu :
1.       Jamaluddin al-Afghani
Jamaluddin al-Afghani adalah pahlawan besar dan salah seorang putra terbaik Islam. Kebesaran dan kiprahnya berkembang hingga ke seluruh penjuru dunia. Sepak terjangnya dalam menggerakkan kesadaran umat Islam dan gerakan revolusionernya yang membangkitkan dunia Islam, menjadikan dirinya orang yang paling dicari oleh pemerintahan kolonial ketika itu, Inggris. Tapi, komitmen dan konsistennya yang sangat tinggi terhadap nasib umat Islam, membuat al-Afghani tak pernah kenal lelah apalagi menyerah.
2.      Muhammad Abduh
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Abduh bin Hasan Khairullah. Lahir di desa Mahallat Nashr di kabupaten al-Buhairah, Mesir tahun 1849 M. Dan beliau wafat pada tahun 1905 M.

3.      Muhammad Rasyid Ridha.
Muhammad Rasyid Ridha, lahir di Qalmun, sebuah desa sekitar 4 km dari Tripoli, Libanon pada 27 Jumadil Awal 1282 H. Beliau adalah bangsawan Arab yang memiliki garis keturunan langsung dari Sayyidina Husen, putera Ali bin Abu Thalib dan Fatimah puteri Rasulullah SAW.
4.      Hasan Hanafi
Dilahirkan di Cairo, Mesir pada 14 Februari 1934 M. Hasan Hanafi, pemikir muslim modernis dari Mesir, adalah salah satu tokoh yang akrab dengan simbol-simbol pembaruan dan revolusioner, seperti Islam kiri, oksidentalisme, Tema-tema tersebut ia kemas dalam rangkaian proyek besar; pembaruan pemikiran Islam, dan upaya membangkitkan umat dari ketertinggalan dan kolonialisme modern.
5.      Nurcholish Madjid.M.A
Lahir di Jombang, 17 Maret 1939 (26 Muharram 1358), dari keluarga kalangan pesantren. Pendidikan yang ditempuh, Sekolah Rakyat di Mojoanyar dan Bareng (pagi) dan Madrasah Ibtidaiyah di Mojoanyar (sore), Pesantren Darul 'Ulum di Rejoso, Jombang, KMI (Kulliyatul Mu'allimin al-Islamiyah) Pesantren Darus Salam di Gontor, Ponorogo, IAIN Syarif Hidayatullah di Jakarta (Sarjana Sastra Arab, 1968), dan Universitas Chicago, Illinois, AS (Ph.D., Islamic Thought, 1984).
6.      Adian Husaini, M.A
Lahir Bojonegoro, 17 Desember 1965 adalah ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, sekretaris jenderal Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam (KISDI) dan Komite Indonesia untuk Solidaritas Palestina-Majelis Ulama Indonesia (KISP-MUI), Anggota Komisi Kerukunan Umat Beragama Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan anggota pengurus Majlis Tabligh Muhammadiyah.

C. KESIMPULAN

Berdasar data yang telah ditemukan maka terdapat beberapa poin yang dianggap inti dari pembahasan oksidentalisme, poin-poin tersebut antara lain :
  1. Oksidentalisme merupakan sebuah kajian kebaratan, yang salah satunya bertujuan untuk sebuah penyetaraan, tanpa adanya unsure hegemoni.
  2. Kajian oksidentalis muncul karena bangkitnya rasa ingin mengembalikan sejatinya peradaban islam.
  3. Orang yang pertama kali memiliki gagasan emas ini ialah Jamaluddin al-Afghani.


DAFTAR PUSTAKA

Muzairi, Orientalisme dan Oksidentalisme Suatu Agenda Masalah, Pdf.
Kumpulan Makalah 5624242974906755713

Posting Komentar

emo-but-icon

Beranda item

Popular Posts

Twitter

Random Posts

Jasa Pembuatan Makalah

Flickr Photo

Recent Comments