DINAMIKA KITAB AL-MUSNAD DAN AL-MU’JAM
http://kaweruh99.blogspot.com/2015/06/dinamika-kitab-al-musnad-dan-al-mujam.html
DINAMIKA
KITAB AL-MUSNAD DAN AL-MU’JAM
Oleh: Ahmad
Pauji, Nor Ahmad Azid, Afrodu Anas Mubarak
I.
Pendahuluan
Hadits merupakan perkataan
sesuatu ilmu yang menerangkan segala yang disandarkan kepada Nabi, baik berupa
perkataan, perbuatan, taqrir, maupun sifat beliau, juga yang menjadi sumber
hukum Islam yang kedua setelah Al-Qur’an. Namun di satu sisi hadis berbeda
dengan Al-Qur’an, yaitu yang membedakan ialah karena Al-Qur’an telah dihimpun
dalam satu mushaf pada zaman sahabat sedangkan hadits tidak. Pada masa sahabat
hingga tabi’in hadis hanya disampaikan dan diajarkan tanpa ada pangumpulan
teks-teks hadis dalam satu mushaf atau kitab.
Hal ini berlanjut hingga sekitar
abad 1-2 H di mana para ‘ulama mutaqaddimin mulai melakukan perjalanan,
mujahadah, serta riyadhah dalam mengumpulkan sabda Nabi. Dari para ulama di
bidang hadis bermunculan nama-nama besar yang sangat terkenal akan jasa mereka
dalam mengumpulkan hadits. Antara lain mereka yang masuk dalam kategori kutub
sittah.
Tapi tidak dipungkiri di luar
nama-nama mereka yang mashur dalam kutub sittah dan tis’ah masih banyak
ulama-ulama lain yang juga mengumpulkan hadits-hadits dan menyusunnya dalam
kitab-kitab mereka.
Sejalandengan
perkembangan sejarah pengumpulan kitab-kitab hadis, ada beberapa metode yang
ditempuh ulama, diantaranya, metode jâmi’, sunan, muwaṭṭa’at, mustadrak,
mustakhraj, musnad, mu’jam, atraf dan lain sebagainya. Para ulama dalam
menentukan pilihan metode dan sistematikanya tentu saja dilandasi berbagai
argumentasi dan latar belakang yang berbeda-beda. Namun dalam satu sisi metode
dan sestematika penyususan kitab-kitab hadis ada yang mempunyai persamaan
antara yang satu dengan yang lain. Termasuk diantaranya adalah Ahmad Ibnu
Muhammad ibn Hanbalibn Hilal al-Shaybâni al-Marwazi al-Baqdadi (Imam Ahmad bin
Hanbal) yang menulis kitab al Musnad atau yanglebih terkenalnya disebut dengan
Musnad Imam Ahmad, danSulaiman bin Ahmad bin Ayyub bin Muthair al-Lakhmi
al-Yamani al-Thabrani. Kunyahnya Abu al-Qasim (Imam Tabrani) yang juga menulis
sebuah kitab al-Mu'jam, terkenal dengan sebutan mu’jam al-Tabrani.Maka dari
sinilah kami akan menjelaskan pengarang kitab musnad dan mu’jam dari segi
biografi, metode, sestematika, dan pandangan ulama terhadap kedua kitab
tersebut, sehingga bisa dapat mengetahui perbedaan dan persamaan kedua kitab
tersebut.
I. Kitab Musnad Imam Ahmad
A. Definisi Kitab Musnad
Kiab-kitab
hadis yang di karang oleh pengarang-pengarang mengikuti kitab musnad, nama para
sahabat maksudnya mengumpulkan hadist-hadis setiap sahabat dengan satu cara. atau kitab yang di
dalamnya hadis disebutkan dengan susunan sahabat sekiranya mencocoki pada huruf
hijaiah atau mecocoki pada orang yang pertama masuk islam dan lain-lain.
B. Biografi
Imam
Ahmad, (nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hilal Asad
Ash-Shaybâni al-Marwazy, dikenal juga sebagai Imam Hambal), lahir di Marw (saat
ini bernama Mary di Turkmenistan, utara Afgahanistan dan Utara Iran) pada
tanggal 20 Rabiul Awal 164 H/781 dan wafat pada tahun 241 H di Kota Baghdad,
Irak. Menurut Abdul Majid Khon dalam bukunya, “Tahkrîj Metode dan Memahami
Hadis”, berpendapat bahwa Ahmad bin Hambal dilahirkan di Baghdad pada 20
Rabi’ul Awwal 194 Hijriyah (780) tanggal 20. Ia sebenarnya brasal dari Marw.
Ketika ibunya (Shafiyah binti Maimunah binti Abdil Malik Al-Syaibani,
mengandung, ia pergi ke Baghdad kemudian melahirkan di sana. Sementara itu,
ayahnya wafat pada usia 30 tahun. Dalam
kitab manhil al-Latif, ayah Ahmab bin Hambal berasal dari Sarjis.
Sedangkan
dalam sebuah buku yang berjudul “Ikhtisar Mushthalahul Hadits”, menjelaskan
bahwa Imam Ahmad bin Hambal pulang ke rahmatullah pada hari Jum’at, bulan
Rabiul Awal, tahun 241 H (885 M) di Baghdad dan dikebumikan di Marw. Sebagian
ulama menerangkan bahwa di saat meninggalnya, jenazahnya diantar oleh 800.000
orang laki-laki dan 60.000 orang perempuan dan suatu kejadian yang menakjubkan
di saat itu, pula 20.000 orang dari kaum Nasrani, Yahudi dan Majusi masuk agama
Islam.[1]
Di kota Baghdad pula, ia dibesarkan
dan sebagian besar pengembangan karir keilmuannya dilakukan di kota ini. Sejak
beliau baru berumur 16 tahun. Pada masa selanjutnya ia mengambil spesialis di
bidang hadis. Sejak itu, ia selalu berpindah pindah dari satu negeri ke negeri
lainnya untuk mencari riwayat. Ia pernah pergi ke Yaman untuk mendengar hadis
dari Abd Ar-Razaq, ke Kufah, Basrah al-Jazirah, Mekkah, Madinah, dan Sham
(Syiria). Sejak itulah, ia dikenal luas paling mengetahui tentang athar sahabat
dan tabi’in, di samping kecermatan dan ketelitiannya yang sempurnah dalam
menyeleksi periwayatan-periwayatan yang ia terima.[2]
Dari perantauan ilmiah inilah, beliau mendapatkan guru-guru hadis yang
kenamaan, antara lain, Sufyan ibn Uyainah, Ibrahim bin Sa’ad, Yahya bin
Qaththan dan ulama-ulama lain. Adapun ulama-ulama besar yang mengambil ilmu
dari padanya atau orang yang meriwayatkan hadis darinya, dintaranya al-Bukhari,
Muslim, Ibnu Abid Dunya, Ahmad bin Abil-al Hawarimy, Abu Dawud, Waki ibn
al-Jarrah, Yahya ibn Adan al-Kufi, Ali ibn al-Madini. Di antaranya mereka,
terdapat juga guru dan temannya.[3]
Ahmad ibn Hambal telah banyak
meriwayatkan hadis yang berasal dari beberapa tokoh kenamaan. Riwayat itu
diantaranya berasal dari Bisyir al-Mufadhal ar-Raqqasi, Sufyan ibn Uyainah,
Yahya ibn Said al-Qttani, Abd Ar-Razaq ibn Humman Ash-Shan’ani, Sulaiman ibn
Dawud Ath-Thayalisi, Ismail ibn Ulayah Mu’tamar ibn Sulaiman al-Basri. Ahmad
ibn Hanbal juga dikenal juga sebagai ulama penulis. Ia mempunyai banyak
karangan, dinataranya kitab al-Ilal, al-Zuhd, Tafsir an-Nasikh wa
al-Mansukh, Fadhail ash-shahâbat, dan kitab Asyribah. Kitab yang paling
masyhur, terbesar adalah kitab al-Musnad al-Kabir. Di dalamnya terdapat 18
musnad, yang diawali dengan musnad al-Asyrah (sepuluh sahabat yang di jamin
masuk surge).[4]
Dalam kitab ini juga berisikan 40.000 buah hadis, yang sepuluh ribu dari jumlah
tersebut merupakan hadits ulangan. Sesuai dengan masanya, maka kitab hadis
tersebut belum diatur bab per bab. Sehingga ulama ahli hadis yang terkenal di
Mesir, Ahmad bin Muhammad Syakir, berusaha menyusun daftar isi kitab musnad
tersebut dengan nama fihris Musnad Ahmad.[5]
A.
Tipe Atau Metode Penyusunan Kitab Musnad Ahmad
kitab
hadis yang disusun berdasarkan nama-nama sahabat yang meriwayatkannnya
menggunakan tipe musnad. Hadis-hadis
yang diriwayatkan oleh sahabat tertentu dikelompok menjadi satu, demikian pula
hadis-hadis yang diriwayatkan oleh sahabat yang lain. Misalnya hadis-hadis yang
diriwayatkan oleh Abu Hurayrah dikumpulkan menjadi satu tanpa membedakan topik
dan kandungannya. Demikian pula hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Ibn ‘Abbas,
dan seterusnya. Urutan nama-nama sahabat dalam musnad itu sebagian berdasarkan
huruf hijaiah (alfabetis), ada yang berdasarkan pada kabilah dan suku, serta
sebagian yang lain berdasar yang terlebih dahulu masuk Islam, atau berdasar
Negara di mana mereka lahir dan tinggal.[6]
Dengan
kata lain, tipe Musnad digunakan dalam kitab yang menghimpun hadis-hadis
berdasar nama sahabat. Menurut sebagian ahli hadis, tipe musnad adalah tipe
penyusunan kitab hadis berdasarkan bab-bab fiqh atau berdasarkan huruf-huruf
hijaiah, tidak berdasarkan nama sahabat, karena pada dasarnya hadis riwayat
sahaabat bernilai musnad dan marfu’, seperti musnad al-Bayhaqi ibn Makhlaq
al-Andalusi (w. 276 H) yang disusun berdasar bab- fiqh.[7]
Karakteristik
kitab-kitab hadis yang ditulis berdasar tipe musnad sebagai berikut:
1.
Disusun
berdasarkan nama-nama sahabat yang meriwayatkan hadis.
2.
Hadis-hadis
yang diriwayatkan oleh sahabat tertentu dikelompokkan menjadi satu, demikian
pula hadis-hadis yang diriwayatkan oleh sahabat yang lain.
3.
Urutan
nama-nama sahabat dalam musnad itu sebagian berdasarkan huruf hijaiah
(alfabetis), ada yang berdasarkan pada kabilah dan suku, serta sebagian yang
lain berdasar yang terlebih dahulu masuk islam, atau berdasar Negara di mana
mereka lahir atau tinggal.
4.
Sebagian
tipe musnad disusun berdasarkan bab-bab fiqh atau berdasarkan huruf-huruf
hijaiah.
B.
Sistematika Penysusanan
Kitab
yang tebal ini dicetak sebanyak 6 jilid dan dipinggirnya terdapat kitab kanzul
ummah yang dicetak di Mesir pada
tahun 1313 H. Sebagaimana dicetak di india. dan merupakan hal penting untuk mentahqîk
kitab tersebut dan mentahkrij hadis (meneliti),oleh karena itu syaikh Akhmad Muhammad Syakir salah satu ulama hadis di Mesir sekarang
melakukan perkerjaan penting tersebut. Dia mentakhrijhadis-hadisnya
(Ahmad) dan memberikan nomer dan daftar isi dan beliau berkhidmah kitab musnad
ini. Beliau juga memberikan catatan kaki yang begitu berharga, manfaat dan
membantah kesesatan-kesesatan yang
dilakukan oleh beberapa oknum yang berada didalama kitab ini. Kitab ini dicetak
sebanyak 15 juz. Yang sedang mendekati 1/3 juz atau sepertiga juz yang ada
dalam kitab asalnya, hanya saja beliau wafatsebelum menyempurnakannya.
C.
Kualitas kitab musnad
Ada beberapa pendapat ulama dalam
masalah kualitas hadis musnadyaitu :
1.
Sesungguhnya
hadis yang ada di dalam hadis musnad merupakan hujjah
2.
Sesungguhnya
dalam kitab hadis musnad itu ada yang shahih,zoif, dan maudhu’
3.
Hadis
yang berada di dalamnya terdapat shahih dan dhaif yang mendekati hasan, tidak
ada hadis dhaif.[8]
Bahkan Imam Suyuty berpendapat,
bahwa seluruh hadis di kitabnya musnad ahmad itumaqbûl (dapat diterima).[9]
II.
Kitab Mu’jam al-Tabrani
A.
Definisi kitab mu’jam
Istilah
para ulama dalam hadis adalah kitab yang didalamnya disusun hadis menurut
musnad para sahabat, guru-guru,/syaikh, dan berdasarkan Negara atau
lain-lain.Biasanya penyusunan nama-nama didalam kitab mu’jam itu mengikuti
kitab dalam kamus (huruf hijaiah).[10]
B.
Biografi
Nama lengkap beliau adalah Sulaiman bin Ahmad bin Ayyub
bin Muthair al-Lakhmi al-Yamani al-Thabrani. Kunyahnya Abu al-Qasim. Beliau
dilahirkan di Akka pada tahun 260 H, bulan shofar, ditengah-tengah keluarga
yang terhormat, dari kabilah Lakhm suku Yaman yang berimigrasi ke Quds
(Palestina) dan menetap di sana. Sedangkan ibunya termasuk suku Akka.
Al-Thabrani mulai belajar hadis pada usia muda, ketika
masih berumur 13 tahun, tepatnya pada tahun 273 H. Pada tahun 274 H, beliau
berkelana ke Quds (Palestina) dan Syam untuk menghafal al-Qur’an dan belajar
berbagai ilmu pengetahuan dan agama. Hal yang sama juga dilakukan di Qaisariyah
pada tahun 274 H.Upaya untuk mencari ilmu terus dilakukan oleh al-Ṭabrâni
dengan berkelana dari suatu tempat ke tempat yang lain. Ia mengunjungi Syiria,
Hijaz, Yaman, Mesir, Irak, Iran, Semenanjung Arab Saudi, serta Afghanistan
sekarang ini dan lain sebagainya disekitar negeri-negeri Persia. Ia menghabiskan
waktu kurang lebih tiga puluh tahun dalam mempelajari hadis Nabi.
Al-Ṭabrâni juga mengunjungi Asfahan pada tahun 290 H.
Setelah menyelesaikan studinya ke berbagai wilayah, beliau kembagi lagi ke
Asfahan, dan menetap di sana sampai akhir hayatnya selama lebih dari setengah
abad. Al-Ṭabrani meninggal di Asfahan pada 28 Zulqa’dah tahun 360 H dalam usia
seratus tahun sepuluh bulan. Beliau dimakamkan di samping kubur Hamamah
al-Dausi, seorang sahabat Rasulullah Ṣalla Allah ‘Alayhi wa Sallam.
Guru-guru beliau cukup banyak, bahkan menurut catatan
al-Dhâbî mencapai lebih dari seribu orang. Diantaranya adalah Hasyim bin
Murthid al-Thabrani, Ahmad bin Mas’ud al-Khayyat, ’Amr bin Abi Salmah
al-Tunisi, Ahmad bin ’Abdillah al-Lihyani, ’Amr bin Tsaur, Ibrahim bin Abi
Sufyan, Abi Zur’ah al-Dimasyqi, Ishaq bin Ibrahim al-Dabiri, Idris bin Ja’far
al-’Athar, Basyar bin Musa, Hafsh bin Umar, ’Ali bin ’Abdil ’Aziz al-Bagawi,
Miqdam bin Dawud al-Ru’Yani, Yahya bin Abi Ayyub al-’Allaq, 'Abdullah bin
Muhammad bin Sa'id bin Abi Maryarn, Ahmad bin ‘Abdul Wahhab al-Hauthi, Ahmad
bin Ibrahim bin Fil al-Balisi, Ahmad bin Ibrahim al-Busri, Ahmad bin Ishaq bin
Ibrahim bin Nabith al-Asja'i dan lain-lain.
Sedangkan rnurid-muridnya antara lain; Ahmad binMuhammad
bin Ibrahim al-Sahhaf, Ibn Mandah, Abu Bakar bin Mardawih, Abu ‘Umar Muhammad
bin al-Husain al-Basthami, Abu Nu'aim al-Ashbahani, Abu al-Fadl Muhammad bin
Ahmad al-Jarudi, Abu Sa’id al-Naqqas, Abu Bakar bin Abi ‘Ali al-Dzakwani, Ahmad
bin ‘Abdirrahman al-Azdi, Abu Bakar Muhammad bin Zaid dan lain sebagainya.
Al-Thabrani juga mempunyai beberapa guru yang pada kesempatan lain rnenjadi
muridnya, di antaranya Abu Khalifah al-Jumahi dan al-Hafidh ibn ‘Uqdah.
Beberapa ulama telah mernberi komentar terhadap pribadi
al-Thabrani. Al-Hafidh Abu al-‘Abbas ibn Mansur al-Syirazi mengemukakan bahwa
dirinya telah menulis 300.000 hadis dari al-Thabrani dan ia tsiqah. Sedangkan
menurut Abu Bakar bin Abi ‘Ali bahwa al-Thabrani orang yang terkenal ilmunya,
pengetahuannya luas dan banyak karya-karyanya, dan konon di akhir hayatnya ia
buta. Sedangkan menurut Sulaiman bin Ibrahim, al-Thabarani adalah seorang
penghafal hadis sekitar 20.000 sampai 40.000 hadis.
Adapun menurut Abu ‘Abdillah ibn Mandah bahwa al-Thabrani
adalah salah satu penghafal yang sangat terkenal. Sedangkan menurut Abu
al-Husain Ahmad bin Faris al-Lugawi yang dinisbatkan kepada Ibn al-Amid,
al-Thabrani dalam hal hafalan lebih unggul dibanding al-Ji’abi, sedangkan Abu
Bakar sendiri lebih unggul dari pada al-Thabrani dalam hal kepintaran dan
kecerdasannya.[11]
C.
Metode Penyusunan
Kitab
hadis yang disusun berdasarkan nama-nama para sahabat, guru-guru hadits,
negeri-negeri dan lain-lain menggunakan tipe mu’jam. Biasanya nama-nama
tersebut disususun berdasarkan huruf mu’jam( alfabetis), jamaknya ma’ajim. Dengan
kata lain mu’jam adalah kitab yang disusun berdasarkan nama-nama sahabat,
guru-guru, negara, kabilah dan lain-lain yang umumnya susunan nama sahabat itu
berdasarkan huruf hijaiyah. Karakstik kitab mu’jamadalah :
1.
Disusun
berdasarkan nama-nama sahabat, guru-guru hadits, Negeri-negeri dan lain-lain.
2.
Nama-nama
terssebut disusun berdasarkan huruf mu’jam(alfabetis).
3.
Kualitas
hadist yang dihimpun beragam ada yang shahih, hasan, dan dha’if.
4.
Tidak
disusun berdasar bab-bab fiqhiyah
5.
Sulit
digunakan untuk mencari hadist berdasarkan topic tertentu.
D.
Sistematika Penysusanan
Kitab
al-mu’jam al-Shagirkarya al-ṭabrâni ini dicetak menjadi dua juz oleh
penerbit Dar al-fikr Beirut, cetakan kedua pada tahun 1981 M atau 1401 H. kitab
in terdiri dari 279 halaman untuk juz I, dan bagian akhir yang merupakan juz II
terdiri dari 222 halaman termasuk lima tema tambahan yaitu: risalah Ganiyyah
al-Ama’i oleh Allamah al-Hafid Abi al-Tayyib Syams al-Haq al-‘Adim Abadi, al-Tuhfah
al-Mardliyyah fi Hill Ba’dh Musykilat al-Hadisyyah oleh Syaikh Husain bin
Muhsin al-Anshri al-Yamani, Sunniyyah Raf’ al-Yadain fi al-Du’a Ba’d
al-Shalawat al_Maktubah liman sya’a, Risalah al-Kasyf lil Imam al-Suyuti
fi Bayan al-Khuruj al-Mahdi, dan Taqrid al-Adabi Oleh Yusuf Husain
ibn Muhammad al-Khanifri. Kitab ini di Tashih oleh Abdurrahman Muhammad
Ustman dengan judul al-Mu’jam al-Shagir lil Tabarani lil Hafid Abi al-Qasim
Sulaiman bin Ahmad bin Ayyub al-Lakhmi al-Thabrani.
Menurut informasi dalam muqadimmah
kitab ini, kitab ini disusun berdasarkan priwayatan muridnya yaitu al-Syaikh
Abu Bakar Muhammad bin Abdillah bin Zaid, sehingga menjadi sebuah kitab yang
sampai kepada kita.
Berdasarkan inforamasi yang
dikemukakan Abu Zahw jumlah jalur hadis dalam kitab al-Mu’jam al-shagir ini
sebanyak 1500 hadis, sebagian ulama mengatakan kitab ini ternyata hanya memuat
1159 jalur periwayatan, dengan rincian zus I memuat 745 periwayatan dimulai
dengan huruf alif sampai ke huruf
kaf. Sedangkan juz yang II memuat 410 jalur periwayatan dimulai
dari huruf lam sampai huruf ya’, ditambah para prawi dengan nama
kunyah dan prawi perempuan
E.
Kualitas kitab mu’jam
Abdul ‘Aziz al-Khuli di dalam kitab Miftah
al-Sunnahmenjelaskan bahwa kitab al-Mu’jam al-Thabarani merupakan kitab hadis
yang memuat hadis shahih, hasan dan da’if. Ia mempunyai banyak guru dalam
periwayatan hadis kira-kira 1000 orang guru, dan ia juga seorang hafid hadis.
Dalam upaya mencari hadis ia sering berkelana dari satu negeri ke negeri lain,
kemudian hadis yang ia peroleh disusun dan dikumpulkan menjadi sebuah kitab
hadis yang sampai ada sekarang.
Seorang orientalis, Sezgin mengatakan bahwa
kebanyakan karya al-Ṭabrâni kurang mendapat tempat pada awal kemunculannya.
Sedangkan menurut Azami, kitab al-Mu’jam al-Shagir banyak terdapat kesalahan
dan kitab ini tidak menarik perhatian para ulama moderen. Namun Azami tidak
menjelaskan letak kesalahan dan alasan-alasan tentang ketidak tertarikan para
ulama moderen tersebut.[12]
III.
Kesimpulan
Dari uraian diatas, kami dapat menyimpulkan
beberapa poin sebagai berikut:
1. Kitab Musnad
kitab yang di dalamnya hadis disebutkan dengan
susunan sahabat sekiranya mencocoki pada
huruf hijaiah atau mecocoki pada orang yang pertama masuk islam.
2. Biografi
Imam Ahmad,
(nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hilal Asad
Ash-Shaybâni al-Marwazy, dikenal juga sebagai Imam Hambal), lahir di Marw (saat
ini bernama Mary di Turkmenistan, utara Afgahanistan dan Utara Iran) pada
tanggal 20 Rabiul Awal 164 H/781 dan wafat pada tahun 241 H di Kota Baghdad,
Irak.
3. Tipe
Atau Metode Penyusunan Kitab Musnad Ahmad
kitab hadis
yang disusun berdasarkan nama-nama sahabat yang meriwayatkannnya menggunakan
tipe musnad.
4. Kualitas
Musnad
Ada beberapa
pendapat ulama yaitu :
Sesungguhnya
hadis yang ada di dalam hadis musnad merupakan hujjah.
Sesungguhnya
dalam kitab hadis musnad itu ada yang shahih, zoif, dan maudhu’.
Hadis yang
berada di dalamnya shahih dan dhaif yang mendekati hasan, tidak ada hadis
maudu’.
5. Definisi
Kitab M’jam
Istilah para
ulama dalam hadis adalah kitab yang didalamnya disusun hadis menurut musnad
para sahabat, guru-guru/syaikh, dan berdasarkan Negara atau lain-lain.
6. Biografi
Nama lengkap beliau
adalah Sulaiman bin Ahmad bin Ayyub bin Muthair al-Lakhmi al-Yamani
al-Thabrani. Kunyahnya Abu al-Qasim. Beliau dilahirkan di Akka pada tahun 260
H, bulan shofar, ditengah-tengah keluarga yang terhormat.
7. Metode Penyusun
Kitab hadis
yang disusun berdasarkan nama-nama para sahabat, guru-guru hadits,
negeri-negeri dan lain-lain menggunakan tipe mu’jam.
8. Kualitas Kitab
Mu’jam
Abdul ‘Aziz al-Khuli di
dalam kitab Miftah al-Sunnah menjelaskan bahwa kitab al-Mu’jam
al-Thabarani merupakan kitab hadis yang memuat hadis shahih, hasan dan
da’if.
Daftar pustaka
Kattani (al), “al-Risâlah
al-mustathrafah”, Damaskus: Dar al-Fikr, 1383.
Dîn (al), Nur, “manhaj al-naqd fî
Ulûm al-Hadis”, Damaskus: Dâr al-Fikr, 1992.
Idri, “studi Hadis”, Jakarta:
kencana, 2010.
Khaeruman, Badri, “Ulum al-Hadis”,
Bandung: CV Pustaka Setia, 2014.
khaṭîb (al), Muhammad ajaj,“Uṣul
al-Hadis”, Damaskus: Dar al-Fikr, 1971.
Khon, Abdul Majid, “Takhrîj
Metode dan Memahami Hadis”, Jakarta: Amzah, 2014
Maliki (al), Muhammad bin Alwi, “al-minhad
al-Latif”, Surabaya: as-Sofwah, ttp.
Rahman, Fatchur, “Ikhtisar
Mushthalahul Hadts”, Bandung: PT Alma’arif,ttp.
Solahudin, Agus, “Ulumul Hadis”,
Bandung: CV Pustaka Setia, 2008.
Tahân (al), Muhammad, “Uṣul
al-Takhrîj wa Dirâsah al-asânîdh”, Riyâḍ: al-Maâ’rif, 1996.
[1]
Fatchur Rahman, Ikhtisar Mushthalahul Hadits, (Bandung: PT Alma’arif,
ttp), hal. 375
[2]
Badri Khaeruman, Ulum al-Hadis, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2014I), hal.
249 lihat juga di Ikhtisar Mushthalahul Hadits, hal. 373
[3]Ibid,
hal. 373-374 lihat juga di Ulum al-Hadis, hal. 249
[4]
Ibid, hal. 249.
[5]
Ibid, hal. 375.
[6]Manna’
al-Qaththan, Mabahits fi ‘Ulumul al-Qur’an, (Beirut: Dar al-Kutub
al-‘Arabi, ttp), hal. 93.
[7]al-Kattani,
al-Risâlah al-mustathrafah, (Damaskus: Dar al-Fikr, 1383), hal. 74-75.
[8]Muhammad
bin Alwi al-Maliki, al-Hasani, al-minhad al-Latif, (Surabaya: as-Sofwah,
ttp), hal.258.
[9]
Muhammad ajaj al-khaṭîb, Uṣul al-Hadis, (Damaskus: Dar al-Fikr, 1971),
hal. 328.
[10]
Muhammad al-Tahân, Uṣul al-Takhrîj wa Dirâsah al-asânîdh, Riyâḍ:al-Maâ’rif,
1996), hal. 45. Lihat juga di Nur al-Dîn, manhaj al-naqd fî Ulûm al-Hadis,
hal. 203.
[12]
Ibid