Sejarah Masuknya Islam Di Jawa, Kerajaan-kerajaan Pra Islam Dan Sejarah Kerajaan Demak Oleh: Mas’ad, Qomaruddin, Abdul Aziz
http://kaweruh99.blogspot.com/2016/02/sejarah-masuknya-islam-di-jawa-kerajaan.html
Tugas ini adalah tugas yang di berikan kepada kami
dalam mata kuliah Islam dan Kebudayaan Jawa. Tugas ini menyoroti tentang
fakta-fakta yang ada dalam sejarah tanah Jawa. Selain menyoroti tentang
fakta-fakta yang terdapat dalam sejarah tanah Jawa, makalah ini juga
menampilkan sebuah sejarah yang di refleksikan dalam faham kekinian. Yang kami
bahas di sini adalah tentang sejarah masuknya Islam di tanah Jawa, menampilkan
fakta-fakta tentang kerajaan pra Islam yang di Jawa sebelum islam. Dan juga
menjelaskan tentang sejarah berdirinya kerajaan Islam.
Objek material yang kami bahas adalah tentang Jawa
dan Islam. Jadi pembahasan kami adalah pada jawa sebelum islam (pra Islam) dan
masuknya Islam di jawa (pasca Islam). Selain itu juga di terangkan tentang
beberapa kerajaan sebelum islam di jawa dan juga sejarah kerajaan Islam pertama
di Jawa.
Pada ahirnya kita dapat menyimpulkan bahwa
masuknya Islam di jawa adalah dengan jalan damai. Bukan dengan jalan kekerasan
atau peperangan. Selanjutnya bahwa yang berjasa dalam memasukkan agama islam di
jawa pertama kali adalah para pedagang dan mubaligh yang berfaham syi’ah.
Mereka di datangkan dari Mesir khusus dalam misi dakwah Islam. Lalu setelah
lama dan Islam semakin kuat di tugaskan lagi beberapa muballig yang berfahanm
sunni. Sedangkan para muballigh yang berfaham syiah di tarik ke negaranya. Hingga
pada ahirnya terdapat kerajaan islam pertama di jawa yaitu kerajaan Demak yang
berdiri dengan mengambil keuntungan dari melemahnya kerajaan majapahit.
Kata kunci: Masuknya Islam, Jawa, Kerajaan, Raja,
Penyebaran, Walisongo
Sejarah Masuknya Islam Di Jawa, Kerajaan-kerajaan
Pra Islam Dan Sejarah Kerajaan Demak
I. Pendahuluan
Tugas ini adalah tugas yang di berikan
kepada kami dalam mata kuliah Islam dan Kebudayaan Jawa. Tugas ini menyoroti
tentang fakta-fakta yang ada dalam sejarah tanah Jawa. Selain menyoroti tentang
fakta-fakta yang terdapat dalam sejarah tanah Jawa, makalah ini juga
menampilkan sebuah sejarah yang di refleksikan dalam faham kekinian. Yang kami
bahas di sini adalah tentang sejarah masuknya Islam di tanah Jawa, menampilkan
fakta-fakta tentang kerajaan pra Islam yang di Jawa sebelum islam. Dan juga
menjelaskan tentang sejarah berdirinya kerajaan Islam.
Objek material yang kami bahas adalah
tentang Jawa dan Islam. Jadi pembahasan kami adalah pada jawa sebelum islam
(pra Islam) dan masuknya Islam di jawa (pasca Islam). Selain itu juga di
terangkan tentang beberapa kerajaan sebelum islam di jawa dan juga sejarah
kerajaan Islam pertama di Jawa.
Proses islamisasi di Indonesia dapat
dilacak melalui sejarah perkembangan tasawuf. Perkembangan tasawuf islam tidak
terlepas dari peranan para sufi islam. Berbicara tentang sufi Islam, siapa yang
tak kenal dengan walisongo. Mereka yang menyebarkan agama islam di jawa hingga
pada ahirnya dapat menjadi agama mayoritas di indonesia. Ajaran-ajaran mereka
pada mulanya adalah dakwak dari desa ke desa. Namun dengan seiring perkembangan
Islam yang sangat pesat di jawa ahirnya dakwah di lakukan dengan membuat
pondokan dll.
Pada awalnya, agama islam berpengaruh pada
masyarakat kelas menengah, seperti pedagang dan kelompok profesional yang
berada di Bandar-bandar serta pusat-pusat kegiatan perekonomian di seluruh
kawasan Asia Tenggara. Di sini terjadi aliansi besar antara pengusaha, kaum
intelektual, dan para penguasa lokal.
Dalam proses islamisasi di Indonesia khususnya
di jawa terdapat bukti-bukti adanya peranan golongan sayid dari Hadramaut. Di
Hadramaut, pengaruh Mazhab Syafi’i amat besar sesudah Ahmad ibnu Isa al-Muhajir
dan pengikutnya berhasil menggeser pengaruh kelompok Khawarij Ibadiyah yang
dipimpin oleh Abdullah bin Yahya pada tahun 929 M. di Asia Tenggara, golongan
Sayid Hadrami ini telah berada dilingkungan komunitas muslim sejak sekitar abad
XI. Banyak Orang arab yang bermukim di tanah jawa, seperti syaikh Asmoroqondi, fatimah binti
Maemun dan juga maulana Makdum Ibrahim. Kesemuanya berdakwah dan bermukim di
jawa.
Sedang kebenaran fakta dan sejarah singkat
masuknya islam di jawa akan kami jelaskan pada makalah yang kami tulis ini. Di
samping untuk memenuhi tugas, kami juga membutuhkan pengetahuan yang lebih
tentang islam di jawa. Oleh karena itu kami akan berusaha menulis
dengansebaik-baiknya.
II. Sejarah Masuknya Islam Di Jawa
Jawa adalah sebuah pulau kecil di
semenanjung malaya. Pulau ini dulunya bernama Jawa Dwipa dan terkenal di arab
karena adanya kerajaan besar yang berdiri di sini. Di antara kerajaan-kerajaan
itu adalah majapahit. Kerajaan ini berkuasa hingga di daerah filipina. Oleh
karena besarnya kerajaan itu para khalifah di timur tengah berniat mengislamkan
kerajaan ini.
Meski islam telah masuk dan berkembang di
jawa begitu pesat. Namun pendokumentasian sejarah masuknya islam di sini masih
sangat minim bahkan tergolong tak di dokumentasikan. Bahkan masuknya islam ke indonesia pun menimbulkan beberapa
teori yang di kemukakan oleh para ahli. Seorang pakar sejarah bahkan mengatakan
“cara berlangsungnya perpindahan agama di Indonesia tidak terdokumentasikan
dengan baik, sehingga menimbulkan banyak spekulasi di kalangan para ilmuwan dan
kadang-kadang menimbulkan perdebatan yang sengit”.[1]
Diantara teori-teori tersebut adalah : (1)
teori cina, (2) teori gujarat, (3) teori mekah, (4) teori benggala dan (5)
teori persia.
Teori-teori tersebut menjelaskan tentang
masuknya islam di indonesia. Tapi jika melihat keberagamanya maka kita dapat
menghubungkanya dengan masuknya islam di jawa. Karena kita tahu bukti sejarah
islam pertama yaitu makam Fatimah binti Maemun juga berada di jawa.
(1) teori cina
Islam disebarkan
dari Cina telah dibahas oleh SQ Fatimi.[2] Beliau mendasarkan teorinya ini kepada perpindahan orang-orang
Islam dari Canton ke Asia tenggara sekitar tahun 876. Perpindahan ini
dikarenakan adanya pemberontakan yang mengorbankan hingga 150.000 muslim.
Menurut Syed Naquib Alatas,
tumpuan mereka adalah ke Kedah dan Palembang.[3] Hijrahnya mereka ke Asia
Tenggaran telah membantu perkembangan Islam di kawasan ini. Selain Palembang
dan Kedah, sebagian mereka juga menetap di Campa, Brunei, pesisir timur tanah melayu (Patani, Kelantan, Terengganu dan
Pahang) serta Jawa Timur.
Bukti-bukti yang
menunjukan bahwa penyebaran Islam dimulai dari Cina adalah ditemukannya : batu
nisan syekh Abdul Kadir bin Husin syah Alam di Langgar, Kedah tertanggal 903 M
dan batu nisan Fathimah binti Maimun di Jawa Timur tertanggal 1082 M.
(2) teori gujarat
Teori ini
mengatakan bahwa Islam di nusantara datang dari India pertama kali dikemukakan
oleh Pijnapel tahun 1872. Berdasarkan terjemahan Prancis tentang catatan
perjalanan Sulaiman, Marcopolo, dan Ibnu Batutah, ia menyimpulkan bahwa
orang-orang Arab yang bermadzhab Syafii dari Gujarat dan Malabar di India yang
membawa Islam ke Asia Tenggara. Dia mendukung teorinya ini dengan menyatakan
bahwa, melalui perdagangan, amat memungkinkan terselenggaranya hubungan antara
kedua wilayah ini, ditambah lagi dengan umumnya istilah-istilah Persia yang
dibawa dari India, digunakan oleh masyarakat kota-kota pelabuhan Nusantara.
Teori ini lebih lanjut dikembangkan oleh Snouk Hurgronje, seorang orientalis
terkemuka Belanda yang melihat para pedagang kota pelabuhan Dakka di India
Selatan sebagai pembawa Islam ke wilayah nusantara.[4] Teori Snock Hurgronje ini lebih lanjut dikembangkan oleh Morrison pada
1951. Dengan menunjuk tempat yang pasti di India, ia menyatakan dari sanalah
Islam datang ke nusantara. Ia
menunjuk pantai Koromandel sebagai pelabuhan tempat bertolaknya para pedagang
muslim dalam pelayaran mereka menuju nusantara.[5]
Teori Gujarat
kemudian juga dikembangkan oleh J.P.
Moquetta (1912) yang memberikan argumentasi dengan batu nisan Sultan Malik Al-Saleh yang wafat pada
tanggal 17 Dzulhijjah 831 H/1297 M di Pasai, Aceh. Menurutnya, batu nisan di
Pasai dan makam Maulanan Malik Ibrahim yang wafat tahun 1419 di Gresik, Jawa
Timur, memiliki bentuk yang sama dengan nisan yang terdapat di Kambay, Gujarat.
Moquetta akhirnya berkesimpulan bahwa batu nisan tersebut di impor dari
Gujarat, atau setidaknya dibuat oleh orang Gujarat atau orang Indonesia yang
telah belajar kaligrafi khas Gujarat. Alasan lainnya adalah kesamaan mahzab
Syaf’i yang di anut masyarakat
muslim di Gujarat dan Indonesia.
(3) teori mekah
Teori ini di utarakan oleh Hamka. Dia menolak
pandangan yang menyatakan bahwa agama islam masuk ke Nusantara pada abad ke-13
dan berasal dari Gujarat. Hamka lebih mendasarkan pandangannya pada peranan
bangsa arab sebagai pembawa agama islam ke Indonesia. Gujarat dinyatakan
sebagai tempat singgah semata, dan Makkah sebagai pusat,atau mesir sebagai
tempat pengambilan ajaran islam.[6]
Bahan argumentasi
yang dijadikan bahan rujukan HAMKA adalah sumber lokal Indonesia dan sumber
Arab. Menurutnya, motivasi awal kedatangan orang Arab tidak dilandasi oleh
nila-nilai ekonomi, melainkan di dorong oleh motivasi spirit penyebaran agama
Islam. Dalam pandangan Hamka, jalur perdagangan antara Indonesia dengan Arab
telah berlangsung jauh sebelum tahun masehi. Selain itu, Hamka menolak pendapat yang menyatakan bahwa agama islam baru
masuk ke Nusantara pada abad ke-13, karena di Nusantara abad ke-13 telah
berdiri kekuasaan politik islam. Jadi masuknya agama islam ke Nusantara terjadi
jauh sebelumnya yakni pada abad ke-7.[7]
Dalam hal ini,
teori Hamka merupakan sanggahan terhadap Teori Gujarat yang banyak kelemahan.
Ia malah curiga terhadap prasangka-prasangka penulis orientalis Barat yang
cenderung memojokkan Islam di Indonesia. Penulis Barat, kata HAMKA, melakukan
upaya yang sangat sistematik untuk menghilangkan keyakinan negeri-negeri Melayu
tentang hubungan rohani yang mesra antara mereka dengan tanah Arab sebagai
sumber utama Islam di Indonesia dalam menimba ilmu agama. Dalam pandangan HAMKA,
orang-Horang Islam di Indonesia mendapatkan Islam dari orang-orang pertama (orang Arab), bukan dari hanya
sekadar perdagangan.
Menurut Arnold,
bahwa untuk menetapkan masuknya agama Islam ke Indonesia dengan tepat tidaklah
mungkin. Ada kemungkinan dibawa ke Indonesia oleh pedagang-pedagang Arab pada
permulaan abad tahun hijriah, lama sebelum ada tulisan-tulisan sejarah tentang
perkembangan Islam itu.[8] Pendapat yang demikian
itu berdasarkan pengertian kita tentang ramainya perdagangan dengan dunia Timur
yang sejak dahulu dilakukan oleh orang Arab. Pada abad ke 2 sebelum masehi
perdagangan dengan Ceylon seluruhnya ada di tangan mereka. Pada permulaan abad
ke 7, perdagangan dengan Tiongkok melalui Ceylon sangat ramai sehingga pada
pertengahan abad ke 8 banyak kita jumpai pedagang Arab di Canton, sedang antara
abad 10 dan 15 sampai datangnya orang Portugis, mereka telah menguasai
perdagangan di Timur. Diperkirakan bahwa mereka sejak lama telah mendirikan
tempat-tempat perdagangan pada beberapa kepulauan di Indonesia, sebagaimana
halnya pada tempat-tempat lainnya, meskipun tentang kepulauan itu tidak
disebut-sebut oleh ahli ilmu bumi Arab sebelum abad ke 9, menurut berita
Tiongkok tahun 674 masehi ada kabar tentang seorang pembesar Arab yang menjadi
kepala daerah pendudukan bangsa Arab di pantai Barat Sumatera.[9]
Sebagian besar
dari pedagang Arab yang berlayar ke kawasan Indonesia datang dari Yaman,
Hadramaut dan Oman di bagian Selatan dan Tenggara semenanjung tanah Arab.
Kawasan Yaman telah memeluk Islam semenjak tahun 630-631 hijriyah tepatnya pada
zaman Ali bin Abi Thalib. Pengislaman Yaman ini mempunyai implikasi yang besar
terhadap proses Islamisasi Asia Tenggara karena pelaut dan pedagang Yaman
menyebarkan agama Islam di sekitar pelabuhan tempat mereka singgah di Asia
Tenggara.[10]
Sedangkan Sayed
Alwi bin Tahir al-Haddad, mufti kerajaan Johor Malaysia berpendapat bahwa agama
Islam masuk ke Indonesia dalam abad ke 7 masehi atau dengan kata lain agama
Islam masuk ke pulau Sumatera pada tahun 650 masehi. Alasannya adalah karena
Sulaiman as-Sirafi, pedagang dari pelabuhan Siraf di teluk Persia yang pernah
mengunjungi Timur jauh berkata bahwa di Sala (Sulawesi) terdapat orang-orang
Islam pada waktu itu yaitu kira-kira pada akhir abad ke 2 hijriyah. Hal ini
dapat dipastikan dan tidak perlu dijelaskan lagi karena pedagang rempah dan
wangi-wangian yang terdapat di Maluku sangat menarik pedagang-pedagang muslimin
untuk berkunjung ke Maluku dan tempat-tempat yang berdekatan dengan kepulauan
itu.[11]
(4) teori benggali
Teori ketiga yang
dikembangkan Fatimi menyatakan bahwa Islam datang dari Benggali (Bangladesh).
Dia mengutip keterangan Tome Pires yang
mengungkapkan bahwa kebanyakan orang terkemuka di Pasai adalah orang Benggali
atau keturunan mereka. Dan, Islam muncul pertama kali di semenanjung Malaya
dari arah pantai Timur, bukan dari Barat (Malaka), pada abad ke-11, melalui
Kanton, Phanrang (Vietnam), Leran, dan Trengganu. Ia beralasan bahwa doktrin
Islam di semenanjung lebih sama dengan Islam di Phanrang, Elemen-elemen prasasti di Trengganu juga lebih mirip
dengan prasasti yang ditemukan di Leran. Drewes, yang mempertahankan teori
Snouck, menyatakan bahwa teori Fatimi ini tidak bisa diterima, terutama karena
penafsirannya atas prasasti yang ada dinilai merupakan perkiraan liar belaka.
Lagi pula madzhab yang dominan di Benggali adalah madzhab Hanafi, bukan madzhab
Syafii seperti di semenanjung dan nusantara secara keseluruhan.
(5) teori persia.
Teori keempat
tentang kedatangan Islam di nusantara adalah teori Persia. Pembangun teori ini
di Indonesia adalah Hoesein Djayadiningrat. Fokus pandangan teori ini tentang
masukkanya agama Islam ke nusantara berbeda dengan teori India dan Makkah,
sekalipun mempunyai kesamaan masalah Gujaratnya, serta Madzhab Syafii-nya.
Teori Persia lebih menitikberatkan tinjauannya kepada kebudayaan yang hidup di
kalangan masyarakat Islam Indonesia yang dirasakan mempunyai persamaan dengan
Persia.[12]
Kesamaan
kebudayaan ini dapat dilihat pada masyarakat Islam Indonesia antara lain : Pertama, peringatan 10 Muharram atau
Asyura sebagai hari peringatan Syiah atas kematian syahidnya Husain. Peringatan
ini berbentuk pembuatan bubur Syura. Di Minangkabau bulan Muharram disebut
bulan Hasan-Husain. Di Sumatera Tengah sebelah Barat, disebut bulat Tabut, dan
diperingati dengan mengarak keranda Husain untuk dilemparkan ke sungai atau ke
dalam perairan lainnya. Keranda tersebut disebut tabut diambil dari bahasa
Arab. Kedua, adanya kesamaan ajaran
antara ajaran syaikh Siti Jenar dengan ajaran sufi al-Hallaj, sekalipun
al-Hallaj telah meninggal pada 310 H/922 M, tetapi ajarannya berkembang terus
dalam bentuk puisi, sehingga memungkinkan syaikh Siti Jenar yang hidup pada
abad ke-16 dapat mempelajarinya. Ketiga,
penggunaan istilah bahasa Iran dalam mengeja huruf Arab, untuk tanda-tanda
bunyi harakat dalam pengajian al-quran tingkat awal. Dalam bahasa Persi Fathah
ditulis jabar-zabar, kasrah ditulis jer-zeer, dhammah ditulis p’es-py’es. Huruf
sin yang tidak bergigi berasal dari Persia, sedangkan sin bergigi berasal dari
Arab. Keempat, nisan pada makam Malikus Saleh (1297) dan
makam Malik Ibrahim (1419) di Gresik dipesan dari Gujarat. Dalam hal ini teori
Persia mempunyai kesamaan mutlak dengan teori Gujarat. Tetapi sangat berbeda
jauh dengan pandangan CE Morisson.[13] Kelima, pengakuan umat Islam Indonesia terhadap madzhab Syafi’i sebagai madzhab yang paling utama di daerah
Malabar. Dalam masalah madzhab Syafi’i, Hoesein
Djayadiningrat mempunyai kesamaan dengan GE Morrison, tetapi berbeda dengan
teori Makkah yang dikemukakan oleh Hamka. Hoesein Djayadiningrat di satu pihak
melihat salah satu budaya Islam Indonesia kemudian dikaitkan dengan kebudayaan
Persia, tetapi dalam memandang madzhab Syafii terhenti ke Malabar, tidak
berlanjut dihubungkan dengan pusat madzhab Syafii di Makkah.
Walaupun dari
kelima teori ini tidak terdapat titik temu, namun mempunyai persamaan pandangan
yakni Islam sebagai agama yang dikembangkan di Nusantara melalui jalan damai.
Dan Islam tidak mengenal adanya missi sebagaimana yang dijalankan oleh kalangan
Kristen atau Katolik.
Jadi yang penting dapat
kita ambil dalam beberapa teori masuknya Islam di Nusantara ini adalah teori
tersebut berkesimpulan bahwa Islam telah lahir di Nusantara. Sedangkan
Nusantara ini pada waktu masuknya Islam Kerajaan yang berkuasa adalah kerajaan
Majapahit di Jawa. Secara inplisit dapat kita ketahui bahwa mau tudak mau jawa
adalah pusat peradaban dalam penyebaran Islam. Ini terbukti dengan makam-makam
para mubaligh yang berada di Jawa.
III. Kerajaan-Kerajaan Pra
islam
Catatan
sejarah Pulau Jawa yang ditandai oleh prasasti atau berita-berita dari pedagang
China dan India, ditengarahi oleh beberapa pusat peradaban. Dari barat berupa
cerita tentang Salakanagara kemudian
dilanjutkan prasasti mengenai Tarumanegara, bagian tengah cerita mengenai
Kalingga dilanjutkan dengan Mataram Kuno, dan prasasti Kanjuruhan yang
dilanjutkan oleh Kerajaan Medang.
1.
Kerajaan Salakanagara
Kerajaan
ini terletak di daerah Teluk Lada Pandeglang sekitar
tahun 105 M. Raja pertama Salakanagara bernama Dewawarman yang berasal
dari India. Saat menjadi raja Salakanagara, Dewawarman I ini dinobatkan dengan
nama Prabhu Dharmalokapala Dewawarman Haji Raksagapurasagara. Rajatapura adalah
ibukota Salakanagara yang hingga tahun 362
menjadi pusat pemerintahan Raja-Raja Dewawarman (dari Dewawarman I - VIII).
2.
Kerajaan Tarumanagara
Kerajaan
Tarumanegara dibangun oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman tahun 358 M dan
beliau memerintah sampai yahun 382 M. Makam Rajadirajaguru Jayasingawarman ada
di sekitar sungai Gomatri (wilayah Bekasi). Kerajaan Tarumanegara ialah
kelanjutan dari Kerajaan Salakanagara.
3.
Kerajaan Kalingga
Kalingga
adalah sebuah kerajaan bercorak Hindu
di Jawa Tengah, yang pusatnya berada di daerah
Kabupaten Jepara sekarang. Kalingga telah ada
pada abad ke-6 Masehi dan keberadaannya diketahui dari sumber-sumber Tiongkok. Kerajaan ini pernah diperintah oleh Ratu Shima, yang
dikenal memiliki peraturan mirip peraturan yang kelak menjadi raja Kerajaan Sunda dan Kerajaan
Galuh (723-732M).
4.
Kerajaan Mataram Kuno
Kerajaan
ini kita kenal dari sebuah prasasti yang ditemukan di Desa Canggal (barat daya
Magelang). Prasasti ini berangka tahun 732 M, ditulis dengan huruf Pallawa dan
digubah dalam bahasa Sanskerta yang indah sekali. Isinya terutama adalah
memperingati didirikannya sebuah lingga (lambang Çiwa) di atas sebuah bukit di
daerah Kunjarakunja oleh Raja Sanjaya. Daerah ini letaknya di sebuah pulau yang
mulia, Yawadwîpa, yang kaya raya akan hasil bumi, terutama padi dan emas.
Raja Sanjaya
berdasarkan Prasasti Canggal(732 M), merupakan pendiri dari Wangsa Sanjaya yang
bertahta di Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah. Menurut Prasasti Canggal (732
M). Raja Sanjaya beragama Hindu.
Sanjaya meninggal
pada pertengahan abad ke-8 dan kedudukannya di Mataram digantikan oleh Raka
Panangkaran((760-780), dan terus berlanjut sampai masa Dyah Wawa (924-928),
hingga digantikan oleh Mpu Sindok(929) dari Wangsa Isyana.
5. Kerajaan
Kanjuruhan
Di desa Dinoyo
(barat laut Malang) diketemukan sebuah prasasti berangka tahun 760, Prasasti
Dinoyo merupakan prasasti yang menggunakan Condro Sangkala berbunyi Nayana
Vasurasa (tahun 682 Saka) atau tahun 760 Masehi. Dalam Prasasti Dinoyo
diceritakan masa keemasan Kerajaan Kanjuruhan. yang menceritakan bahwa dalam
abad VIII ada kerajaan yang berpusat di Kanjuruhan (sekarang desa Kejuron)
dengan raja bernama Dewasimha dan berputra Limwa (saat menjadi pengganti
ayahnya bernama Gajayana), yang mendirikan sebuah tempat pemujaan untuk dewa Agastya
dan diresmikan tahun 760. Dalam Prasasti Dinoyo diceritakan masa keemasan
Kerajaan Kanjuruhan.
6.
Kerajaan Medang
Kerajaan
ini adalah peralihan dari kerajaan Mataram kuno dengan penguasa bernama Mpu
Sindok. Dia adalah raja terakhir dari Wangsa Sanjaya, yang berkuasa Kerajaan
Mataram Kuno pada tahun 928-929. Diduga karena letusan Gunung Merapi, pada
tahun 929 Mpu Sindok memindahkan pusat kerajaan Mataram dari Jawa Tengah ke
Jawa Timur. Istana yang baru dibangun di Tamwlang (Tembelang) sekitar tahun
929, di tepi Sungai Brantas, sekarang kira-kira adalah wilayah Kabupaten
Jombang (Jawa Timur). Kerajaan baru ini tidak lagi disebut Mataram, melainkan
disebut Medang (meski beberapa literatur masih menyebut Mataram).
7.
Peristiwa Mahapralaya
Kerajaan Medang
runtuh tahun 1006 pada masa pemerintahan Dharmawangsa Teguh (cicit Mpu
Sindok). Peristiwa hancurnya istana Watan terkenal dengan sebutan Mahapralaya
atau “kematian besar”.
Kronik Cina dari Dinasti
Sung mencatat telah beberapa kali Dharmawangsa
Teguh mengirim pasukan untuk menggempur ibu kota Sriwijaya sejak ia naik takhta tahun 991.
Permusuhan antara Jawa dan Sumatra semakin memanas saat itu.
Pada tahun 1006 Dharmawangsa Teguh
lengah. Ketika ia mengadakan pesta perkawinan putrinya, istana Medang di Watan
diserbu oleh Aji Wurawari dari Lwaram yang diperkirakan sebagai sekutu Kerajaan Sriwijaya. Dalam peristiwa tersebut, Dharmawangsa Teguh tewas.
Tiga tahun kemudian,
seorang pangeran berdarah campuran Jawa - Bali yang lolos dari Mahapralaya tampil
untuk membangun kerajaan baru sebagai kelanjutan Kerajaan Medang. Pangeran itu
bernama Airlangga yang mengaku bahwa ibunya
adalah keturunan Mpu Sindok. Kerajaan yang ia
dirikan kemudian lazim disebut dengan nama Kerajaan
Kahuripan.[14]
8. Kerajaan Majapahit
Kerajaan ini di
dirikan oleh raden wijaya 1294 M dengan memanfaatkan pertempuran dari kerajaan
Daha yang di pimpin oleh prabu kertanagara dan kerajaan Cina yang di pimpin
oleh maharaja Choeblai. Semula raden wijaya bersimpati dan berpura-pura
membantu raja Chueblai. Namun setelah menang raden wijaya berhianat dan
mengusir raja Chublai dari tanah jawa dengan memberi beberapa harta jarahan dan
seratus orang tawanan dari kerajaan Daha.
Prabu yang paling
terkenal adalah prabu hayam wuruk dengan patihnya gajahmada (1334 M). Gajahmada
berhasil mempersatukan nusantara. Hingga pada abad ke-14 Majapahit runtuh dan
di gantikan kerajaan Islam Demak.[15]
IV. Sejarah Kerajaan Demak
Berdirinya
kerajaan Demak bermula dari misi para muballigh dalam mengislamkan jawa yang
kemudian terkenal dg sebutan “ wali songo”. Dalam penyiaran dan perkembangan
islam di jawa selanjutnya, para walisongo memusatkan kegiatannya dengan
menjadikan kota demak sebagai sentral segala sesuatunya. Atas dukungan
walisongo tersebut, terutama atas dasar perintah sunan Ampel, maka raden Patah
ditugaskan untuk mengajarkan agama islam dan membuka pesantren di desa glagah
wangi. Tidak lama kemudian, desa inii banyak dikunjungi orang. Tidak hanya
menjadi pusat ilmu pengetahuan dan agama, tetapi kemudian menjadi pusat
perdagangan dan bahkan menjadi pusat kerajaan islam pertama di jawa.
Kerajan
islam pertama ini didirikan oleh raden Patah atas restu dan dukungan para
walisongo yang diperkirakan tidak lama setelah keruntuhan kerajaan majapahit (
semasa pemerintahan prabu brawijaya ke V / kertabumi ) yaitu tahun ± 1478 M .
sinengkelan ( ditandai dengan condro sengkolo ) “ SIRNO ILANG KERTANING BUMI “
. adapun berdirinya kerajaan demak sinengkelan “ geni mati siniram janmi” yang
artinya tahun soko 1403 / 1481 M.
Sebelum
Demak menjadi pusat kerajaan, dulunya demak merupakan kadipaten di bawah
kekuasaan kerajaan Majapahit ( brawijaya V) . dan sebelum berstatus kadipaten ,
lebiih dikenal orang dengan nama “ glagah wangi “. Yang menjadi wilayah
kadipaten jepara dan merupakan satu-satunya kadipaten yang adipatinya memeluk
agam islam.
Menurut
cerita rakyat, orang tg pertama kali dijumpai oleh raden patah di glagah wangi
adalah nyai lembah yang bersal dari rawa pening. Atas saran nyai lembah inilah
, raden patah bermukim di desa glagah wangi yang kemudian dinamai “ Bintoro
Demak “. Kemudian dalam perkembangannya dan semakin ramainya masyarakat,
akhirnya bintoro menjadi ibu kota Negara.
Adapun
asal kota Demak , ada beberapa pendapat. Antara lain :
1.
menurut prof. purbotjaroko, Demak berasal dari kata Delemak. Yang artinya tanah
yang mengandung air ( rawa)
2.
menurut sholichin salam dalam bukunya “ sekitar walisongo “ menyatakan bahwa
prof. Dr.Hamka berpendapat , kota Demak adalah berasal dari bahasa arab “ Dimak”
yg artinya air mata . menggambarkan kesulitan dalam menegakkan agam islam pada
waktu itu.
Dari
hasil penilitian IAIN walisongo jawa tengah tahun 1974 M tentang bahan-bahan
sejarah islam di jawa tengah bagian utara, telah dilaporkan bahwa ada beberapa pendapat
mengenai letak kesultanan ( istana kerajaan ) Demak, yaitu ;
Pertama : bahwa bekas kesultanan Demak itu tidak ada. Dengan keterangan bahwa raden Patah mulai menyebarkan agama islam di Demak adalah semata-mata untuk kepentingan agama islam. Pendirian masjid Demak bersama para walisongo merupakan lambing kesultanan demak. Adapun tempat kediaman rade Patah bukan berupa istana yang megah, tetapi sebuah rumah biasa yg letaknya diperkirakn sekitar stasiun Kereta APi sekarang, tempat itu dinamakan “Rowobatok “
Kedua ;bahwa pada umumnya letak masjid tidak terlalu jauh dari istana. Diperkirakan letak kraton Demak berada ditempat yang sekarang didirikan Lembaga Pemasyarakatan ( sebelah timur alun-alun) . dengan alasan bahwa pada zaman colonial ada unsur kesengajaan menghilangkan bekas kraton . pendapat ini didasarkan atas adanya nama-nama perkampungan yang mempunyai latar belakang historis. Seperti nama : sitihingkil ( setinggil) , betengan , pungkuran, sampangan dan jogoloyo.
Ketiga : bahwa letak kraton berhadap-hadapan dengan masjid agung demak, menyebrangi sungai dengan ditandai oleh adanya dua pohon pinang. Kedua pohon pinang tersebut masih ada dan diantara kedua pohon itu terdapat makam kiyai Gunduk.. menurut kepercayaan masyarakat setempat , yang ditanam itu sesungguhnya berupa tombak ( pusaka). Runtuhnya kerajaan Demak
Dalam catatan sejarah, keributan politik yang berpangkal pada persoalan perebutan kekuasaan tertinggi di Demak sesudah meninggalnya Sultan Trenggono ( raja ke-III ) lalu Hadiwijaya memindahkan kerajaan ke Pajang. Semua Raja-raja kecil dan para bupati di seluruh wilayah Demak harus mengakui kenyataan tunduk pada kekuasaan Pajang. Dengan demikian kekuasaan Demak secara resmi sudah tidak ada. Dan mulai berpindah ke Pajang ( letaknya di dekat kota Solo sekarang ). Sedangkan Demak sendiri mulai dinyatakan sebagai ibu kota daerah yang diperintah oleh seorang Adipati yang tunduk pada Paajang. Keadaan tersebut tidak berubah sampai ketika peta kekuatan politik di Pajang pindah ke Mataram pada akhir abad 16.[16]
Pertama : bahwa bekas kesultanan Demak itu tidak ada. Dengan keterangan bahwa raden Patah mulai menyebarkan agama islam di Demak adalah semata-mata untuk kepentingan agama islam. Pendirian masjid Demak bersama para walisongo merupakan lambing kesultanan demak. Adapun tempat kediaman rade Patah bukan berupa istana yang megah, tetapi sebuah rumah biasa yg letaknya diperkirakn sekitar stasiun Kereta APi sekarang, tempat itu dinamakan “Rowobatok “
Kedua ;bahwa pada umumnya letak masjid tidak terlalu jauh dari istana. Diperkirakan letak kraton Demak berada ditempat yang sekarang didirikan Lembaga Pemasyarakatan ( sebelah timur alun-alun) . dengan alasan bahwa pada zaman colonial ada unsur kesengajaan menghilangkan bekas kraton . pendapat ini didasarkan atas adanya nama-nama perkampungan yang mempunyai latar belakang historis. Seperti nama : sitihingkil ( setinggil) , betengan , pungkuran, sampangan dan jogoloyo.
Ketiga : bahwa letak kraton berhadap-hadapan dengan masjid agung demak, menyebrangi sungai dengan ditandai oleh adanya dua pohon pinang. Kedua pohon pinang tersebut masih ada dan diantara kedua pohon itu terdapat makam kiyai Gunduk.. menurut kepercayaan masyarakat setempat , yang ditanam itu sesungguhnya berupa tombak ( pusaka). Runtuhnya kerajaan Demak
Dalam catatan sejarah, keributan politik yang berpangkal pada persoalan perebutan kekuasaan tertinggi di Demak sesudah meninggalnya Sultan Trenggono ( raja ke-III ) lalu Hadiwijaya memindahkan kerajaan ke Pajang. Semua Raja-raja kecil dan para bupati di seluruh wilayah Demak harus mengakui kenyataan tunduk pada kekuasaan Pajang. Dengan demikian kekuasaan Demak secara resmi sudah tidak ada. Dan mulai berpindah ke Pajang ( letaknya di dekat kota Solo sekarang ). Sedangkan Demak sendiri mulai dinyatakan sebagai ibu kota daerah yang diperintah oleh seorang Adipati yang tunduk pada Paajang. Keadaan tersebut tidak berubah sampai ketika peta kekuatan politik di Pajang pindah ke Mataram pada akhir abad 16.[16]
V. Kesimpulan
Dari semua paparan ini kita dapat menyimpulkan bahwa masuknya Islam
di jawa adalah dengan jalan damai. Bukan dengan jalan kekerasan atau
peperangan. Selanjutnya bahwa yang berjasa dalam memasukkan agama islam di jawa
pertama kali adalah para pedagang dan mubaligh yang berfaham syi’ah. Mereka di
datangkan dari persia khusus dalam misi dakwah Islam. Selain itu ada pula yang
berpendapat bahwa masuknya Islam adalah dari
gujarat atau dari benggala yang bermadhab syafi’i. Ada juga yang berpendapat
dari mekkah, yang ketika itu menjadi pusat keislaman di dunia. Ada pula yang
mengaakan bahwa datag islam dari cina. Sedangkan para muballigh yang berfaham
syiah di tarik ke negaranya. Sebelum itu terdapat banuak sekali kerajaan
sebelum islam di jawa seperti majapahit dan mataram kuno. Hingga pada ahirnya
terdapat kerajaan islam pertama di jawa yaitu kerajaan Demak yang berdiri
dengan mengambil keuntungan dari melemahnya kerajaan majapahit
Daftar Pustaka
Bruinessen, Mertin van. kitab kuning, pesantren dan tarekat. Bandung: Mizan,
1995.
SQ, Fatimi. Islam Comes to
Malaysia. Singapore: Malaysian Sociological Reseach Institude, Ltd, 1963.
Alatas, Syed Nagib. Preliminary
Statement on a General Theory of the Islamization of Malay-Indonesian
Archipelago. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1969.
Suryanegara, Ahmad Mansur. Menemukan Sejarah: Wacana
Pergerakan Islam Di Indonesia.. Bandung: Penerbit Mizan, 1996.
Arnold, TW. The Preaching of Islam, A History of
the Propogation of the Muslim Faith. London: Luzac & Company, 1935.
Halimi, Ahmad Jelani. Sejarah
Islam. Pulau Penang: Fajar Bakti SDN.BHD, 1993.
Haddad (al), Sayed Alwi bin Thahir. Sejarah
Perkembangan Islam di Timur Jauh. Jakarta: Maktab al-Daimi, 1957.
Drewes, GWJ. New Light on the Coming of Islam in
Indonesia, compiled by Ahmad Ibrahim, Sharon Siddique & Yasmin Hussain. Readings
on Islam in Southeast Asia. Singapore: Institue of Southeast Asia Studies,
1985.
Sokowatan, Ki Demang. “Babad Tanah Jawa” dalam http//
sejarah tanah jawa/07 Perang Cina - Adege Karajan Majapait.html. Di akses pada 17 Maret 2015.
[2] Fatimi SQ, Islam
Comes to Malaysia, (Singapore: Malaysian Sociological Reseach Institude,
Ltd, 1963).
[3] Syed Nagib Alatas,
Preliminary Statement on a General Theory of the Islamization of
Malay-Indonesian Archipelago, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka,
1969), h. 11.
[4]
Azyumardi Azra,
Renaisans Islam Asia Tenggara, h. 32
[5] Ibid.
[6] Ahmad
Mansur Suryanegara. Menemukan Sejara : Wacana
Pergerakan Islam Di Indonesia. (Bandung: Penerbit Mizan, 1996), h. 81-82
[7] Ahmad
Mansur Suryanegara, Ibid., h. 82
[8] TW Arnold, The
Preaching of Islam, A History of the Propogation of the Muslim Faith,
(London: Luzac & Company, 1935), h. 363.
[9] Arnold, The
Preaching of Islam, h. 363-364.
[10] Mahayudin Hj.
Yahya & Ahmad Jelani Halimi, Sejarah Islam. (Pulau Penang: Fajar
Bakti SDN.BHD, 1993), h. 559.
[11] Sayed Alwi bin
Thahir al-Haddad, Sejarah Perkembangan Islam di Timur Jauh, (Jakarta: Maktab
al-Daimi, 1957) h. 21.
[12] GWJ Drewes, New
Light on the Coming of Islam in Indonesia, compiled by Ahmad Ibrahim, Sharon
Siddique & Yasmin Hussain, Readings on Islam in Southeast Asia,
(Singapore: Institue of Southeast Asia Studies, 1985), h. 7-19.
[14] Kerajaan di pulau jwa
[15]
Ki Demang Sokowatan, “Babad Tanah Jawa” dalam http// sejarah tanah jawa/07
Perang Cina - Adege Karajan Majapait.html, (di akses pada 17 Maret 2015)
[16] Sejarah tentang berdirinya kerajaan demak