Tafsir Ayat-Ayat SEDEKAH
http://kaweruh99.blogspot.com/2015/06/tafsir-ayat-ayat-sedekah.html
URGENSI
SEDEKAH
Oleh:
Muhammad Ibdaul Hasan Am Asroh dan
Muhammad Abdul Latif
Maha suci allah
yang telah menurunkan al-quran sebagai pedoman umat islam. Di dalamnya telah
diatur segala urusan, baik tentang muamalah, ubudiyah, akidah, dan lain
sebagainya. Alquran adalah kitab suci yang benar-benar komprehensif, serasi,
dan penuh dengan keajaiban-keajaiban.
Salah satu yang detail diterangkan
oleh alquran adalah ubudiyah. Ubudiyah ada yang sifatnya individual dan sosial.
Individual misal seperti solat, zakat, haji, dan lain sebagainya. Ibadah sosial
missal zakat, sodaqoh, dan lain sebagainya. Dalam tatanan masayarakat ibadah
sosial memiliki lebih banyak manfaat dari pada ibadah yabg sifat individual,
karena kemanfaatannya memang bisa di rasakan oleh orang lain. Maka dalam kaidah
hukum islam ibadah sosial lebih memiliki banyak pahala dari pada ibadah yang
sifatnya individu.
Salah satu ibadah sosial yang
diterangkan oleh alquran adalah sodaqoh. Ada beberapa ayat yang secara khusus
dan jelas menerangkan tentang keutamaan sodaqoh. Alquran memang cukup
memperhatikan tentang sodaqoh, karena memang ia adalah sesuatu yang urgen dalam
kehidupan sosial kemasyarakatan maupun keagamaan. Dengannya akan sangat mungkin
terjadi adanya keseimbangan antara si miskin dengan si kaya. Sodaqoh pula
memberikan nafas pada penyiaran agama islam secara terus menerus.
Pada kesempatan kali ini saya akan
mengulas ayat 92 dari surat Ali Imron yang membahas tentang sodaqoh,
serta bagaimana pendapat ulama terhadap ayat tersebut. Disini juga akan coba
diterangakan pengertian dari sedekah dan juga beberapa manfaat dan
kenikmatannya. Semoga menjdi khazanah yang baik bagi keilmuan kita dan
menumbuhkan sifat rasa berbagi kita terhadap sesama.
Dari uraian diatas maka dapat
ditarik rumusan masalah yang kira-kira akan dibahas dalam makalah ini, agar
pembahasannya jadi efektif dan efisien.
- Pengertian sodaqoh
- Penafsiran ayat 264-265surat Al-Baqarah dan ayat-ayat yang berubungan
- Manfaat dan nikmat sodaqoh
II. Urgensi Shadaqah
A.
Pengaertian Shadaqah
Shadaqah ialah
pemberian sesuatu kepada seseorang yang membutuhkan, dengan mengharap ridha
AllahSubhânahu wa
Ta’âlâ semata. Dalam kehidupan sehari-hari biasa disebut sedekah.
Pengertian sodaqoh ini memeng agak berbeda dengan pengertian hadiah dan hibah,
karena memang tujuannya berbeda walau dalam implementasinya hampir mirip.
Bershadaqah haruslah dengan niat yang ikhlas, jangan ada niat ingin dipuji atau
dianggap dermawan dan jangan menyebut-nyebut shadaqah yang sudah dikeluarkan
apalagi menyakiti hati si penerima.
Pemberian shadaqah kepada perorangan lebih utama kepada orang yang terdekat
dahulu, yakni sanak famili dan keluarga, anak-anak yatim tetangga terdekat,
teman sejawat, dan seterusnya. Shadaqah itu tidak hanya dalam bentuk
materi, tetapi juga dalam bentuk tindakan seperti senyum kepada orang lain
termasuk shadaqah. Hal ini sesuai dengan Sabda Rasulullah Salla Allah ‘Alaihi wa sallam :
تَبَسُّمُكَ
فِىوَجْهِ أَخِيْكَ لَكَ صَدَقَةٌ (رواهالبخارى)
“Tersenyum
dihadapan temanmu itu adalah bagian dari shadaqah” (HR. Bukhari)
B. Tafsiran
Surat Al-Baqarah ayat 264
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ
بِالْمَنِّ وَالأذَى كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلا يُؤْمِنُ
بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ
فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا لا يَقْدِرُونَ عَلَى شَيْءٍ مِمَّا
كَسَبُوا وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ(264)
"Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu
dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang
yang menafkahkan hartanya karena riya' kepada manusia dan dia tidak beriman
kepada Allah dan Hari Kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin
yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu jadilah
dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang
mereka usahakan dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.
(Al-Baqarah: 264).
Allah Subhânahu wa Ta’âlâ berfirman, (يَاأَيُّهَا الَّذِيـنَ ءَامَنُوا لاَ
تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُم بِالْمَنِّ وَاْلأَذَى )“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan pahala sedekahmu dengan
menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima).” Allah Subhânahu wa Ta’âlâmemberitahukan bahwa pahala sedekah itu bisa batal
dengan tindakan menyebut-nyebut sedekah itu dan juga tindakan menyakiti si
penerima sedekah tersebut. Jadi, pahala sedekah itu tidak akan pernah ada
karena kesalahan yang berupa tindakan menyebut-nyebut pemberian dan menyakiti
hati si penerima sedekah.[1]
Ibnu
AbîḤâtim mengatakan dari Sadî dalam ayat lil mu’minin “ Janganlah menghilangkan
sadaqah kalian dengan menyebut-nyebut dan menyakiti (si penerima), maka
hilanglah sadaqah kamu jika kamu mensadaqahnya dengan riya’, seperti
mensadaqahkan harta kalian dengan niat ingin di lihat orang.[2]
Lebih lanjut Allah Subhânahu wa Ta’âlâ berfirman, ( كَالَّذِي
يُنفِقُ مَالَهُ رِئَآءَ النَّاسِ ) “Seperti orang yang menafkahkan hartanya kerena riya’ kepada
manusia.” Maksudnya, janganlah kalian menghapuskan pahala sedekah kalian dengan
menyebut-nyebut pemberian dan menyakiti si penerima sedekah, sebagaimana
terhapusnya pahala sedekah yang dikerjakan karena riya’ kepada manusia, di mana
ia memperlihatkan kepada orang-orang bahwa ia bersedekah untuk mencari
keridhaan Allah Subhânahu wa Ta’âlâ, padahal niat yang sebenarnya adalah
untuk mencari pujian orang lain serta bermaksud mendapatkan kepopuleran dengan
sifat-sifat yang baik supaya dengan demikian itu ia akan memperoleh ucapan
terima kasih atau mendapat sebutan, “Orang yang dermawan” dan hal-hal duniawi
lainnya, dengan memutuskan perhatiannya dari mu’amalah dengan AllahSubhânahu
wa Ta’âlâ dan dari tujuan meraih keridhaan Allah Subhânahu wa Ta’âlâ
serta memperoleh limpahan pahala-Nya. oleh karena itu, Allah Subhânahu wa
Ta’âlâ berfirman, ( وَلاَ
يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَـوْمِ اْلأَخِرِ ) “Dan ia(Orang munafiq)[3]
tidak beriman kepada Allah Subhânahu wa Ta’âlâdan hari akhir.”[4]
Kemudian Allah Subhânahu wa Ta’âlâ memberikan perumpamaan
orang yang berinfak dengan disertai riya’ tersebut. Adh-Ḍḥahhak mengatakan,
mengenai orang yang menyertai infaknya dengan tindakan menyebut-nyebut
pemberian atau menyakiti si penerima sedekah, Allah Subhânahu wa Ta’âlâ
berfirman, (فَمَثَلُهُكَمَثَلِصَفْوَانٍ ) “Maka perumpamaan orang itu seperti batu
licin.” “صَفْوَانٌ” adalah jamak (plural) dari kata “صَفْوَانَةٌ”. Di antara ulama ada yang mengatakan, kata “صَفْوَانٌ”
dapat juga sebagai mufrad (kata tunggal), yang berarti batu yang licin. (عَلَيْهِتُرَابٌفَأَصَابَهُوَابِلٌ ) “Yang di atasnya ada tanah, kemudian batu
itu ditimpa hujan lebat.” (فَتَرَكَهُصَلْدًا ) “lalu ia menjadi bersih (tidak bertanah).”
Maksudnya, hujan itu menjadikan batu tersebut licin, tidak ada sesuatu pun di
atasnya, karena semua tanah yang ada di atasnya telah hilang. Demikian halnya
dengan amal perbuatan orang-orang yang riya’, akan hilang dan lenyap di sisi AllahSubhânahu
wa Ta’âlâ, meskipun tampak oleh mereka amal perbuatan mereka tersebut,
seperti tanah di atas batu tersebut di atas. Oleh karena itu, Dia berfirman, (لاَّيَقْدِرُونَعَلَـىشَىْءٍمِّمَّاكَسَبُواوَاللهُلاَيَهْدِيالْقَوْمَالْكَافِرِينَ )“Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa
yang mereka usahakan. Dan Allah Subhânahu wa Ta’âlâtidak memberi
pentunjuk kepada orang-orang yang kafir.”[5]
C.
Tafsiran
Surat Al-Baqarah Ayat 265
وَمَثَلُ الَّذِينَ
يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللَّهِ وَتَثْبِيتًا مِنْ
أَنْفُسِهِمْ كَمَثَلِ جَنَّةٍ بِرَبْوَةٍ أَصَابَهَا وَابِلٌ فَآتَتْ أُكُلَهَا
ضِعْفَيْنِ فَإِنْ لَمْ يُصِبْهَا وَابِلٌ فَطَلٌّ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ
بَصِيرٌ(265)
“Dan
perumpamaan orang-orang yang membelanjakan harta mereka karena mencari
keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang
terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu
menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka
hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat.(Q.S
Al Baqarah 265).
Ini
merupakan perumpamaan orang-orang yang beriman yang menginfakkan hartanya untuk
mencari keridhaan Allah Subhânahu wa
Ta’âlâ, (وَ
تَثْبِيتًا مِّنْ أَنفُسِهِـمْ )“Dan untuk keteguhan
jiwa mereka.” Artinya,
mereka benar-benar yakin dan teguh bahwa Allah Subhânahu
wa Ta’âlâakan
memberikan pahala atas perbuatan mereka tersebut dengan pahala yang lebih
banyak.[6]
Dan yang
sejalan dengan hal itu adalah makna sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa
sallam dalam hadis yang telah disepakati keshahihannya, yang berbunyi:
(مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا) الخ
“Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadhan karena iman
dan karena peng-harapan pahala dari Allah…”
Artinya, ia
beriman bahwa Allah Subhânahu wa Ta’âlâyang telah
mensyariatkannya dan mengharapkan pahala di sisi-Nya.
Mengenai
firman-Nya, (وَ
تَثْبِيتًا مِّنْ أَنفُسِهِـمْ )“Dan untuk
keteguhan jiwa mereka.” Asy-Sya’abi mengatakan, “Artinya, percaya dan yakin.”
Hal senada juga dikatakan Qatâdah, Abu Ṣâliḥ dan Ibnu Zaid dan menjadi pilihan
Ibnu Jarir. Mujahid dan al-Hasan mengatakan, “Artinya mereka benar-benar teguh
ke mana menyerahkan sedekah mereka.”[7]
Dan
firman-Nya lebih lanjut, (كَمَثَلِ جَنَّةٍ بِرَبْوَةٍ )“Seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi.” Maksudnya,
sepeti sebuah kebun di dataran tinggi. Demikian menurut jumhurul ulama.
Rabwah berarti tanah tinggi. Ibnu AbbasRadiyallahuanhu dan adh-Ḍḥahhak
menambahkan, “Dan di dalamnya mengalir sungai-sungai.”[8]
Ibnu Jarir rahimahullahu
mengatakan, “Rabwah terdapat dalam tiga bahasa yaitu tiga qira’ah
(bacaan). Penduduk Madinah, Hijaz, dan Irak secara keseluruhan membacanya, Rubwah
(dengan didhomah “ra” nya) dan sebagian penduduk Syiria dan
Kufah membacanya, Rabwah (dengan difathah “ra” nya). Ada
juga yang mengatakan, Rabwah ini merupakan bahasa Kabilah Tamim. Juga
dibaca, ribwah (dengan dikasrah “ra” nya), dan disebutkan bahwa
yang demikian itu adalah qira’ah Ibnu AbbasRadiyallahuanhu.[9]
Firman-Nya, (أَصَابَهَا وَابِلٌ ) “Yang disiram oleh hujan lebat.”“وَابِلٌ” berarti hujan lebat ( yang mengalir)[10], sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya. Maka kebun itu menghasilkan ( أُكُلَهَا)maksudnya yaitu, bauahnya. ( ضِعْفَيْـنِ )“Dua kali lipat.”Dalam kitab tafsir Bayḍâwî kata-kata ( ضِعْفَيْـنِ )diartikan empat kali lipat.[11]Jika dibandingkan dengan kebun-kebun lainnya. ( فَإِن لَّمْ يُصِبْهَا وَابِلٌ فَطَلٌ )“Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun sudah memadai).” Adh-Ḍḥahhak mengatakan, “طَلٌّ” berarti gerimis. Dengan hujan lebat itu, kebun tersebut tidak akan pernah kering dan gersang, karena meskipun kebun itu tidak mendapatkan curahan hujan lebat, ia telah mendapatkan percikan gerimis. Dan air gerimis itupun sudah cukup memadai. Demikianlah amal orang mukmin, ia tidak akan sia-sia, bahkan Allah terima, diperbanyak-nya (pahalanya), serta dikembangkan sesuai dengan jerih payah orang yang beramal. Oleh karena itu, Dia berfirman, ( وَ اللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيـرٌ ) “Dan AllahSubhânahu wa Ta’âlâ Mahamelihat apa yang kamu kerjakan.” Artinya, tidak ada sesuatu pun dari amal hamba-hamba-Nya yang tersembunyi dari-Nya.[12]
D. Beberapa pelajaran berharga yang dapat diambil dari ayat-ayat tersebut, diantaranya:
Firman-Nya, (أَصَابَهَا وَابِلٌ ) “Yang disiram oleh hujan lebat.”“وَابِلٌ” berarti hujan lebat ( yang mengalir)[10], sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya. Maka kebun itu menghasilkan ( أُكُلَهَا)maksudnya yaitu, bauahnya. ( ضِعْفَيْـنِ )“Dua kali lipat.”Dalam kitab tafsir Bayḍâwî kata-kata ( ضِعْفَيْـنِ )diartikan empat kali lipat.[11]Jika dibandingkan dengan kebun-kebun lainnya. ( فَإِن لَّمْ يُصِبْهَا وَابِلٌ فَطَلٌ )“Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun sudah memadai).” Adh-Ḍḥahhak mengatakan, “طَلٌّ” berarti gerimis. Dengan hujan lebat itu, kebun tersebut tidak akan pernah kering dan gersang, karena meskipun kebun itu tidak mendapatkan curahan hujan lebat, ia telah mendapatkan percikan gerimis. Dan air gerimis itupun sudah cukup memadai. Demikianlah amal orang mukmin, ia tidak akan sia-sia, bahkan Allah terima, diperbanyak-nya (pahalanya), serta dikembangkan sesuai dengan jerih payah orang yang beramal. Oleh karena itu, Dia berfirman, ( وَ اللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيـرٌ ) “Dan AllahSubhânahu wa Ta’âlâ Mahamelihat apa yang kamu kerjakan.” Artinya, tidak ada sesuatu pun dari amal hamba-hamba-Nya yang tersembunyi dari-Nya.[12]
D. Beberapa pelajaran berharga yang dapat diambil dari ayat-ayat tersebut, diantaranya:
1.
Diharamkannya mengungkit-ungkit pemberian, dan menyakiti hati orang yang
diberikan shadaqah kepadanya, yang mana hal ini dapat menghapuskan pahala
shadaqah tersebut, ini didasarkan pada firman Allah ta’ala: (يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُم بِالْمَنِّ وَاْلأَذَى) : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan
(pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si
penerima)”.
2.
Diharamkannya riya (ingin dilihat oleh orang) dalam beramal shaleh, ini
didasarkan pada firman Allah ta’ala: (كَالَّذِي
يُنفِقُ مَالَهُ رِئَآءَ النَّاسِ): “Seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya' kepada
manusia”. Termasuk dalam hal ini adalah Sum’ah (memperdengarkan atau
memberitahukan amalan kepada orang lain), dan keduanya (riya dan sum’ah) dapat
menghapus pahala ibadah.
3. Bahwasanya
tidak dianggap infaq kecuali dari harta yang dimiliki, ini didasarkan kepada
firman Allah ta’ala : (َأَمْوَالَهُمُ): “Harta mereka” , oleh sebab itu jikalau seseorang menginfaqkan
harta milik orang lain di jalan Allah, maka tidak akan diterima dan tidak
mendapat pahala, kecuali dengan izin si pemiliknya.
4.Pada ayat ini
dijelaskan pengaruh niat dalam menentukan diterimanya amal, ini didasarkan pada
firman Allah ta’ala: (ابْتِغَآءَ
مَرْضَاتِ اللهِ): “Mencari keridhaan Allah”. Pada ayat ini juga terkandung
pelajaran bahwasanya ikhlas merupakan syarat diterimanya amal.
5. Bahwasanya
infaq tidak akan memberikan manfaat, kecuali sesuai dengan yang diperintahkan
syariat, ini berdasarkan firman Allah ta’ala: (ابْتِغَآءَ
مَرْضَاتِ اللهِ): “Mencari keridhaan Allah” yaitu barangsiapa yang mengharapkan
sesuatu maka ia akan menempuh suatu jalan yang menghantarkan ia kepadanya, dan
tidak ada jalan yang menghantarkan kepada ridha Allah ta’ala kecuali yang
sesuai dengan syari’atnya pada jumlah, jenis, dan sifat (tata cara), Allah
ta’ala berfirman: (وَالَّذِينَ
إِذَآ أَنفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ
قَوَامًا): “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak
berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di
tengah-tengah antara yang demikian”.(QR. Al-furqan: 67).
6. Penetapan
sifat ridha bagi Allah, ini berdasarkan firmanNya: (مَرْضَاتِ
الله) : “keridhaan Allah”, yang mana sifat ini adalah merupakan sifat
(dalam bentuk -red) perbuatan.
7. Di ayat 265
ini terdapat penjelasan bahwa keteguhan hati (keinginan yang ikhlas -red) pada
amalnya, dan ketenangan jiwanya dalam melakukan amalan tersebut merupakan sebab
diterimanya amalan yang ia lakukan, ini berdasarkan firman Allah ta’ala:( وَتَثْبِيتًا
مِّنْ أَنفُسِهِمْ) “Untuk keteguhan jiwa mereka”. Maka tidaklah seseorang melakukan
sebuah amalan dengan terpaksa kecuali padanya terdapat sifat kemunafikan, ini
sebagaimana firman Allah ta’ala (وَلاَيُنفِقُونَ
إِلاَّ وَهُمْ كَارِهُونَ) : “dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan
rasa enggan. (QS. At-Taubah : 54)”
8. Bahwasanya pada ayat ini Allah memberikan penjelasan dengan
menggunakan benda-benda nyata seperti orang yang menginfakan hartanya yang
diiringi dengan mengungkit-ungkit pemberiannya dengan kebun yang ada pada ayat
266, beberapa permisalan lainnya. Ini lebih memudahkan seseorang dalam memahami
apa yang disampaikan.
9. Bahwasanya Allah telah menjelaskan kepada para hamba-Nya tentang
tanda-tanda kekuasaan-Nya yang syar’i dan tanda-tanda kekuasaanNya dalam alam
semesta ini, dan ini semua telah dijelaskan di dalam kitab-Nya dengan
sesempurna penjelasan.
10. Anjuran
untuk memikirkan (akan tanda-tanda kekuasaan Allah), dan inilah tujuan yang
paling utama dalam ayat ini (لَعَلَّكُمْ
تَتَفَكَّرُونَ): “Supaya kamu memikirkannya”.
E. Mangfaat dan Hikmah sedekah
1. Amalan yang Utama
Rasulullah Salla Allah ‘Alaihi wa sallam telah bersabda:
“Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah.
Tangan diatas adalah yg memberi dan tangan di bawah adalah yang menerima”(HR.
Muslim)
Umar Bin KhathtabRadiyallahuanhu pernah berkata:
“Sesungguhnya amalan-amalan itu saling membanggakan diri satu sama
lain, maka sedekahpun berkata (kepada amalan- amalan lainnya),’Akulah yang
paling utama diantara kalian’
2. Melindungi Dari Bencana
Rasulullah Salla Allah ‘Alaihi wa sallam pernah bersabda
seperti dibawah ini:
“Obatilah orang sakit diantara kalian dg sedekah”
Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah mengatakan:
“Sesungguhnya sedekah bisa memberikan pengaruh yg menakjubkan utk
menolak berbagai macam bencana sekalipun pelakunya orang yang fajir (pendosa),
zhalim atau bahkan orang kafir, karena Allah Subhânahu wa Ta’âlâ akan
menghilangkan berbagai macam bencana dengan perantara sedekah tersebut…”
3. Berlipat Ganda Pahalanya
Allah Subhânahu wa Ta’âlâ telah berfirman:
“Perumpamaan (infak yg dikeluarkan oleh) orang-orang yg menginfakan
hartanya di jalan Allah adalah serupa dg sebutir benih yg menumbuhkan tujuh
bulir, pada tiap-tiapbulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi
siapa yg Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha
Mengetahui(QS.Al-Baqarah:261)
Rasulullah Salla Allah ‘Alaihi wa sallam juga bersabda:
“Barangsiapa bersedekah senilai satu biji kurma yg berasal dari
mata pencaharian yg baik—dan AllahSubhânahu wa Ta’âlâ tidak akan menerima
kecuali yg baik—maka sesungguhnya AllahSubhânahu wa Ta’âlâ akan
menerimanya dg tangan kanan-Nya, kemudian dipelihara untuk pemiliknya,
sebagaimana seseorang diantara kalian memelihara anak kuda, sehingga sedekah
itu menjadi (besar) seperti gunung”
4. Dapat Menghapus Dosa dan Kesalahan
Rasul Salla Allah ‘Alaihi wa sallam bersabda:
“Bersedekahlah kalian, meski hanya dg sebiji kurma. Sebab, sedekah
dapat memenuhi kebutuhan orang yang kelaparan, dan memadamkan kesalahan,
sebagaimana air memadamkan api”
Beliau juga menasehatkan kepada para pedagang:
“Wahai sekalian pedagang,sesungguhnya setan dan dosa menghadiri
jual beli kalian, maka sertailah jual beli kalian dengan sedekah.”[13]
III. Kesimpulan
Shadaqah ialah
pemberian sesuatu kepada seseorang yang membutuhkan, dengan mengharap ridha
AllahSubhânahu wa
Ta’âlâ semata. Dalam kehidupan sehari-hari biasa disebut sedekah.
Pengertian sodaqoh ini memeng agak berbeda dengan pengertian hadiah dan hibah,
karena memang tujuannya berbeda walau dalam implementasinya hampir mirip.
Bershadaqah haruslah dengan niat yang ikhlas, jangan ada niat ingin dipuji atau
dianggap dermawan dan jangan menyebut-nyebut shadaqah yang sudah dikeluarkan
apalagi menyakiti hati si penerima.
Allah Subhânahu wa Ta’âlâ berfirman, (يَاأَيُّهَا
الَّذِيـنَ ءَامَنُوا لاَ تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُم بِالْمَنِّ وَاْلأَذَى )“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan pahala sedekahmu dengan
menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima).” Allah Subhânahu wa Ta’âlâmemberitahukan bahwa pahala sedekah
itu bisa batal dengan tindakan menyebut-nyebut sedekah itu dan juga tindakan
menyakiti si penerima sedekah tersebut. Jadi, pahala sedekah itu tidak akan
pernah ada karena kesalahan yang berupa tindakan menyebut-nyebut pemberian dan menyakiti
hati si penerima sedekah.
Mangfaat dan
hikmahnya adalah Amalan yang
Utama, Melindungi Dari Bencana, Berlipat Ganda Pahalanya, Dapat Menghapus Dosa
dan kesalahan.
Daftar Pustaka
Al Qur’an
Al-Bayḍâwî, Muhammad ‘Ali. “Tafsir
Al Bayḍâwî. Bairut: Dar Kutub, 2011 M.
Al-Damashqi, Ibnu Kathîr. “Tafsir
Al-Qur’an Al-Adzim”. Bairut: Dar Fikr, 2011 M.
Al-Mahallî, Jalaluddin dan
As-Suyûtî, jalaluddin. “Tafsir Jalalain”. Hadra Mauta: Dar Al-Kutub, 2011 M.
Al-Sayûṭi. Imâm. “al Dur al Mansûr
fî Tafsîri al Maksûr”. Bairut: Dar al-Kotob, 2010.
http://motivational-stories-example.blogspot.com/2012/09/10-keutamaan-dan-manfaat-sedekah.html.
[1]Ibnu Kathîr, Tafsir al Qur’an al Adzîm, (Barût: Dar al fikr, 2011),
1:291.
[4] Ibnu Kathîr, Tafsir al Qur’an al Adzîm, (Barût: Dar al fikr, 2011), 1:291.
[5] Ibid., 1: 291-292.
[6] Ibid., 1: 292
[7] Ibid., 292.
[8] Ibid., 292
[9] Ibid., 292
[11] Ibid., 139
[12] Ibid., 292
[13]http://motivational-stories-example.blogspot.com/2012/09/10-keutamaan-dan-manfaat-sedekah.html
Artikel kamu bagus gan! aku selalu menunggu artikel kamu.. Seperti artikel berjudul Tafsir Mimpi kucing
BalasHapus